METODE PENELITIAN KUALITATIF
A. Pendahuluan
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus
ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan,
hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai
landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman
hasil penelitian yang akan lebih proporsional apabila pembaca
mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi
pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian
yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati
dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang
berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang
sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau
bahkan mungkin menggabungkannya.
B. Paradigma
Penelitian
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga
disebut
paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif
dan penelitian kualitatif. Dari segi peristilahan para ahli nampak
menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal
yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua pendekatan
ini, berikut akan dikemukakan penamaan yang dipakai para ahli
dalam penyebutan kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel 1
berikut ini :
Tabel 1.
Quantitative and Qualitative Research :
Alternative Labels
Quantitative
|
Qualitative
|
Authors
|
Rasionallistic
|
Naturalistic
|
Guba &Lincoln (1982)
|
Inquiry from the Outside
|
Inquiry from the inside
|
Evered & Louis (1981)
|
Functionalist
|
Interpretative
|
Burrel & Morgan (1979)
|
Positivist
|
Constructivist
|
Guba (1990)
|
Positivist
|
Naturalistic-ethnographic
|
Hoshmand (1989)
|
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12)
mengemukakan beberapa nama yang dipergunakan para ahli tentang metodologi
penelitian kualitatif yaitu: grounded research, ethnometodologi, paradigma
naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik.
Perbedaan tersebut dimungkinkan karena perbedaan titik tekan dalam melihat
permasalahan serta latar brlakang disiplin ilmunya, istilah grounded research
lebih berkembang di lingkungan sosiologi dengan tokohnya Strauss dan
Glaser (untuk di Indonesia istilah ini diperkenalkan/dipopulerkan oleh
Stuart A. Schleigel dari Universitas California yang pernah menjadi tenaga ahli
pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Banda Aceh pada tahun
1970-an), ethnometodologi lebih berkembang di lingkungan antropologi dan
ditunjang antara lain oleh Bogdan, interaksi simbolik lebih berpengaruh
di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan oleh Blumer, Paradigma
naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya memperoleh
pendidikan dalam fisika, matematika dan penelitian kuantitatif.
Secara lebih rinci Patton (1990 : 88)
mengemukakan-penamaan-macam-macam penelitian kualitatif (Qualitative
inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya yang diuraikan dalam bentuk
tabel sebagai berikut :
Tabel 1.
variety in qualitative Inquiry : Theoritical
traditions
No
|
Perspektif
|
Akar Ilmu
|
Pertanyaan Utama
|
1
|
Ethnography
|
Anthropology
|
Apa kebudayaan masyarakat ini ?
|
2
|
Phenomenology
|
Philosophy
|
Apa struktur dan esensi pengalaman atas
gejala-gejala ini bagi masyarakat tersebut?
|
3
|
Heuristics
|
Psikologi
Humanistik
|
Apa pengalaman saya mengenai gejala-gejala ini dan
apa pengalaman essensial bagi yang lain yang juga mengalami gejala ini secara
intens ?
|
4
|
Ethnomethodology
|
Sosiology
|
Bagaimana orang memahami kegiatan sehari-hari
mereka sehingga berprilaku dengan cara yang dapat diterima secara sosial ?
|
5
|
Symbolic interactionism
|
Psikologi sosial
|
Apa simbul dan pemahaman umum yang telah muncul
dan memberikan makna bagi interaksi sosial masyarakat ?
|
6
|
Echological Psychology
|
Psikologi lingkungan
|
Bagaimana orang-orang mencapai tujuan mereka
melalui prilaku tertentu dalam lingkungan yang tertentu
?
|
7
|
System theory
|
interdisipliner
|
Bagaimana dan kenapa sistem ini berfungsi
secara keseluruhan ?
|
8
|
Chaos theory: non -linier dynamics
|
Fisika teoritis : ilmu-ilmu alam
|
Apa yang mendasari keteraturan gejala-gejala yang
tak teratur jika ada ?
|
9
|
Hermeneutics
|
Teologi, filsafat, kritik sastra
|
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan prilaku atau
produk yang dihasilkan yang memungkinkan penafsiran makna ?
|
10
|
Orientaional, qualitative
|
Ideologi, ekonomi politik
|
Bagimana perspektif ideologi seseorang berujud
dalam suatu gejala ?
|
Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya
istilah penelitian kualitatif telah menjadi istilah yang dominan dan
baku, meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik
yang berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat
saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai metodologi penelitian
kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi
penelitian, umumnya diakui terdapat dua paradigma utama dalam metodologi
penelitian yakni paradigma positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma
naturalistik (penelitian kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara
diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna
integratif maupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi
kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran
filosofis/teoritis maupun dalam tataran praktis pelaksanaan
penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan
kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah
memilih metode yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode
kualitatif dengan memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti
serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara
keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun secara
esensial keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat
berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili
paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif merupakan pendekatan
penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Untuk lebih
memahami landasan filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan
secara ringkas kedua aliran faham tersebut.
1. Positivisme
Positivisme merupakan aliran filsafat yang
dinisbahkan/ bersumber dari pemikiran Auguste Comte seorang
folosof yang lahir di Montpellier Perancispada tahun 1798, ia
seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid
dan teman-temannya antara lain dari folosof inggris John Stuart
Mill (juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857. meskipun
demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan dalam
tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus
filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik
positif).
Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan
berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam
berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik,
dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada
tingkatan ini manusia belum bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan
sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu
perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan
adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini
terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap
politeisme, sampai dengan tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada
dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis,
dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya
dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan
keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah
dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan
ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika
pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan
alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang
mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri,
dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal itu manusia mampu
menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara
subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui) alam serta memanfaatkannya
untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam
hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti
dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga
(tahapan positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan
positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti dua tahapan sebelumnya
merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat
Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang
dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak
mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu
mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai
gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala
tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut
hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat
positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan
bersifat spekulasi seperti dalam metafisika.
2. Fenomenologi
Edmund Husserl adalah filosof yang mengmbangkan
metode Fenomenologi, dia lahir di Prostejov Cekoslowakia dan mengajar di
berbagai Universitas besar Eropa, meninggal pada tahun 1938 di Freiburg. Hasil
pemikirannya dapat diselamatkan dari kaum Nazi, dengan membawa seluruh buku dan
tulisannya ke Universitas Leuven Belgia, sehingga kemudian dapat dikembangkan
lebih lanjut oleh murid-muridnya. Diantara tulisan-tulisan pentangnya
adalah: Logische Untersuchungen (Penyelidikan-penyelidikan Logis) dan
Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie
(gagasan-gagasan untuk suatu fenomenologi murni dan filsafat fenomenologi)
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan
oleh Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den
sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan untuk berbicara
melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala
(Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari
kenyataan melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi antara
kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek,
tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat
intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa
sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal
yaitu : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap
obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti
mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara
tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran
sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat
obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat
obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang
mengganggu dalam mencapai wessenchauyaitu: Reduksi pertama.
Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka
untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara.Reduksi kedua. Menyingkirkan
seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua
teori dan hipotesis yang sudah adaReduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh
tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus,
untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka gejala-gejala
akan memperlihatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin
3. Perbandingan tataran Filosofis
Kedua aliran filsafat tersebut terus berkembang
dengan dukungan pengikut-pengikutnya, yang dalam wacana metodologi penelitian
telah mendorong lahirnya paradigma penelitian kuantitatif (positivisme) dan
paradigma penelitian kualitatif (fenomenologi). Kedua paradigma pendekatan
penelitian tersebut nampak sekali mempunyai asumsi/aksioma dasar filosofis dan
paradigma berbeda yang menurut Lincoln dan Guba perbedaan
tersebut terletak dalam asumsi/aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu
dengan tahu (yang diketahui), generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai.
untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Dalam pandangan positivisme dari sudut ontologi
meyakini bahwa realitas merupakan suatu yang tunggal dan dapat
dipecah-pecah untuk dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang diteliti
bisa dieliminasikan dari obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan
fenomenologi kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek
harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang
terfragmentasi.
Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan
adanya dualisme antara subyek peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan
ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang obyektif, sementara itu dalam
pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif
bersama dalam memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, positivisme
mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai agar dicapai obyektivitas
konsep-konsep dan hukum-hukum sehingga tingkat keberlakuannya bebas tempat dan
waktu, sedangkan dalam pandangan fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai
sehinggan hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan
perbandingan antara paradigma positivisme dan paradigma alamiah (fenomenologi)
dengan mengacu pada pendapat Lincoln dan Guba, sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut :
Tabel 2.
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah
No
|
Aksioma Tentang
|
Paradigma
Positivisme
|
Paradigma Alamiah/Kualitatif
|
1
|
Hakikat kenyatan
|
Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris
|
Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan
me-rupakan keutuhan
|
2
|
Hubungan pencari tahu dan yang tahu
|
Pencari tahu dengan yang tahu adalah bebas, jadi
ada dualisme
|
Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi
tidak dapat dipisahkan
|
3
|
Kemungkinan Generalisasi
|
Generalisasi atas dasar bebas-waktu dan
bebas-konteks (pernyataan nomotetik)
|
Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis
kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan
|
4
|
Kemungkinan hubungan sebab akibat
|
Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer
terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya
|
Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempe-ngaruhi
secara bersama-sama sehingga sukar mem-bedakan mana sebab dan mana akibat
|
5
|
Peranan nilai
|
Inkuirinya bebas nilai
|
Inkuirinya terikat nilai
|
(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
4. Perbandingan tataran Metodologis
Memahami landasan filosofis penelitian kualitatif
dalam perbandingannya dengan penelitian kuantitatif merupakan hal yang penting
sebagai dasar bagi pemahaman yang tepat terhadap penelitian kualitatif,
namun demikian bagi seorang peneliti penguasaan dalam tingkatan operasional
lebih diperlukan lagi agar dalam pelaksanaan penelitian tidak terjadi kerancuan
metodologis, dan penelitian benar-benar dilaksanakan dalam suatu bingkai
pendekatan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis
terrefleksikan dalam perbedaan metode penelitian, dimana positivisme
dimanifestasikan dalam metode penelitian kuantitatif sedangkan fenomenologi
dimanifestasikan dalam metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan ini
sering diposisikan secara diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya
untuk menggabungkannya baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun
perbedaan antara metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No
|
Metode Kuantitatif
|
Metode Kualitatif
|
1
|
Menggunakan hipotesis yang ditentukan sejak
awal penelitian
|
Hipotesis dikembangkan sejalan dengan
penelitian/saat penelitian
|
2
|
Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal
|
Definisi sesuai konteks atau saat penelitian
berlangsung
|
3
|
Reduksi data menjadi angka-angka
|
Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau
pernyataan
|
4
|
Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang
diperoleh melalui instrumen penelitian
|
Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
|
5
|
Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur
dengan mengandalkan hitungan statistik
|
Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas
sumber informasi
|
6
|
Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci)
|
Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
|
7
|
sampling random
|
Sampling purposive
|
8
|
Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal
|
Menggunakan analisis logis dalam mengontrol
variabel eksternal
|
9
|
Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias
prosedur
|
Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
|
10
|
Menyimpulkan hasil menggunakan statistik
|
Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
|
11
|
Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk
dianalisis
|
Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam
perspektif keseluruhan
|
12
|
Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam
mempelajari gejala yang kompleks
|
Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara
alamiah /membiarkan keadaan aslinya
|
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel & Norman
E. Wallen. 1993 : 380)
C. Pemilihan
Metodologi Penelitian
Penelitian kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena
sosial. Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga
sebenarnya tidak ada metodologi yang khusus. Para periset kualitatif dapat menggunakan
semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik.
Di sisi yang lain, para periset kualitatif juga menggunakan pendekatan, metode
dan teknik-teknik etnometodologi, fenemologi, hermeneutic, feminisme,
rhizomatik, dekonstruksionisme, etnografi, wawancara, psikoanalisis, studi
budaya, penelitian survai, dan pengamatan melibat (participant
observation) (Agus Salim, 2006). Dengan demikian, tidak ada metode atau praktik
tertentu yang dianggap unggul, dan tidak ada teknik yang serta merta dapat
disingkirkan. Kalau dibandingkan dengan metodologi penelitian yang dikemukakan
oleh Feyerabend (dalam Chalmers, 1982) mungkin akan mendekati ketepatan, karena
menurutnya metodologi apa saja boleh dipakai asal dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Penggunaan dan arti metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda ini
menyulitkan diperolehnya kesepakatan diantara para peneliti mengenai definisi
yang mendasar atasnya. Selanjutnya Agus Salim (2006) menyatakan bila suatu
definisi harus dibuat bagi pendekatan kebudayaan, maka penelitian kualitatif
adalah suatu bidang antardisiplin, lintas disiplin, bahkan kadang-kadang
kawasan kontradisiplin.
Di sisi lain, penelitian kualitatif juga melintasi ilmu pengetahuan humaniora,
sosial, dan fisika. Hal tersebut berarti penelitian kualitatif memiliki fokus
terhadap banyak paradigma. Para praktisinya sangat peka terhadap nilai
pendekatan multimetode. Mereka memiliki komitmen terhadap sudut pandang
naturalistik dan pemahaman intepretatif atas pengalaman manusia. Pada saat yang
sama, bidang ini bersifat politis dan dibentuk oleh beragam etika dan posisi
politik.
Meskipun penelitian kualitatif bersifat multi metodologi, akan tetapi seperti
halnya penelitian kuantitatif perlu mempertimbangkan validitas data.
Perbandingan validitas penelitian secara paralel antara penelitian kualitatif
dan kuantitatif adalah sebagai berikut:
Tabel 4.
Padanan Validitas antara Metode Kualitatif dan
Kuantitatif
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
|
Credibility
|
Berpadanan dengan
|
Validitas internal
|
Transferability
|
Berpadanan dengan
|
Validitas eksternal
|
Dependability
|
Berpadanan dengan
|
Realibilitas/Keajegan
|
Confirmability
|
Berpadanan dengan
|
Obyektivitas
|
Sumber : Agus Salim, 2006
Menurut Denzin dan Lincoln (1994 dalam Agus Salim, 2006) secara umum penelitian
kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan
peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian, metode
pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi
dan pemaparan.
D. Karakteristik
Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif memiliki ciri atau
karakteristik yang membedakan dengan penelitian jenis lainnya. Dari hasil
penelaahan pustaka yang dilakukan Moleong atas hasil dari mensintesakan
pendapatnya Bogdan dan Biklen (1982:27-30) dengan Lincoln dan Guba (1985:39-44)
ada sebelas ciri penelitian kualitatif , yaitu:
Penelitian kualitatif menggunakan latar alamiah atau
pada konteks dari suatu keutuhan (enity).
Penelitian kualitatif intrumennya adalah manusia,
baik peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain.
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif.
Penelitian kualitatif menggunakan analisis data
secara induktif.
Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari data.
Penelitian kualitatif mengumpulkan data
deskriptif (kata-kata, gambar) bukan angka-angka.
Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari
pada hasil.
Penelitian kualitatif menghendaki adanya batas dalam
penelitian nya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam
peneltian.
Penelitian kualitatif meredefinisikan validitas,
realibilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim
digunakan dalam penelitian klasik.
Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara
terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan (bersifat sementara).
Penelitian kualitatif menghendaki agar
pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan
disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data.
E. Penelitian
Kualitatif: Sebagai Proses
Kegiatan generik dalam penelitian kualitatif
selalu menampilkan lima fase tataran yang dimiliki oleh masing-masing
pendekatan; (1) peneliti dan apa yang diteliti sebagai subjek
multi-kultural; (2) paradigma penting dan sudut pandang interpretatif; (3)
strategi penelitian; (4) metode pengumpulan data dan penganalisisan bahan
empiris dan (5) seni menginterpretasi dan memaparkan hasil penelitian. Untuk
lebih jelasnya lihat tabel berikut:
Tabel 5. Lima fase Tataran Penelitian
No
|
Fase/langkah
|
Uraian
|
1
2
3
4
5
|
Peneliti sebagai subjek penelitian yang
multi-kultural
Paradigma teoritis dan Interpretatif
Strategi Peneliti
Metode pengumpulan data dan analisisan data
empiris
Pengembangan interpretatif dan pemaparan
|
Penelitian bersifat historis dan penelitian
tradisi, konsep dari diri dan semuanya, tergantung pada etika dan politik
peneliti.
Positivisme, pospositivisme,
konstruktivisme, feminis (e), Model etnik, Model Marxis, Model Studi Budaya.
Desain studi, studi kasus, etnografi, observasi
partisipasi, fenomenologi, grounded theory, metode biografi, metode historis,
penelitian aksi dan penelitian klinis.
Interview, observasi, artefak, dokumen dan
rekaman, metode fisual, metode pengalaman pribadi, metode management data,
analisis data komputer dan analisis tekstual.
Kriteria dari kesepakatan,seni dan politik
penafsiran, penafsiran tulisan, strategi analisis, tradisi evaluasi dan
penelitian terapan.
|
Diambil dari Denzin dan Lincoln
(1994),”Introduction: Entering the Field of Qualitative Research” in
Handbook of Qualitative Research, hlm.12. Dikutip penulis dari Agus Salim
(2001), hal.26.
Dibalik lima fase generik itu, terdapat peneliti
yang berada secara biografis. Individu ini memasuki proses penelitian dari
dalam suatu masyarakat interpretatif yang memasukkan tradisi penelitiannya
sendiri ke dalam suatu sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang ini
mengakibatkan para peneliti mengadopsi pandangan “sebagai yang lain” yang
dipelajari. Pada saat yang sama, politik dan etika peneliti juga harus
dipertimbangkan, karena permasalahan ini menembus fase penelitian.
Dari bentuknya yang interpretatif, penelitian
kualitatif dihadapkan pada masalah yang cukup mengganggu. Di satu sisi,
peneliti kualitatif telah mengasumsikan bahwa peneliti yang memiliki
kualifikasi tertentu dan kompeten akan bisa melaporkan hasil temuannya secara
objektif, jelas dan akurat mengenai pengamatan mereka sendiri mengenai dunia
sosial, termasuk pengalaman orang lain. Di sisi lain, para peneliti berpegang
pada keyakinan terhadap subjek yang sebenarnya. Dengan berbekal pada hal
tersebut, para peneliti bisa mencampurkan pengamatan mereka dan pengamatan yang
diberikan subjek melalui wawancara dan cerita kehidupan, pengalaman pribadi,
studi kasus dan dokumen lain.
F. Metode
Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif
1. Metode
Pengamatan
Pengamatan (observation) merupakan cara yang sangat
baik untuk meneliti tingkah laku manusia. Dalam melakukan pengamatan sebaiknya
peneliti sudah memahami terlebih dahulu pengertian-pengertian umum dari objek
penelitiannya. Apabila tidak maka hasil pengamatannya menjadi tidak tajam.
Dalam penelitian naturalistik, pengamatan terhadap
suatu situasi tertentu harus dijabarkan dalam ketiga elemen utamanya, yaitu
lokasi penelitian, pada pelaku atau aktor, dan kegiatan atau aktivitasnya.
Kemudian ketiga elemen utama tersebut harus diuraikan lebih terperinci lagi.
Terdapat beberapa pengamatan berdasarkan dimensinya
yaitu pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak perperan serta, pengamatan
terbuka dan pengamatan tertutup, pengamatan pada latar alamiah/tak terstruktur
dan pengamatan eksperimental dan pengamatan non-eksperimental.
2. Metode
Wawancara
Wawancara merupakan teknik komunikasi antara
interviewer dengan intervewee. Terdapat sejumlah syarat bagi seorang
interviewer yaitu harus responsive, tidak subjektif, menyesuaikan diri dengan
responden dan pembicaraannya harus terarah. Di samping itu terdapat beberapa hal
yang harus dilakukan interviewer ketika melakukan wawancara yaitu jangan
memberikan kesan negatif, mengusahakan pembicaraan bersifat kontinyu, jangan
terlalu sering meminta responden mengingat masa lalu, memberi pengertian kepada
responden tentang pentingnya informasi mereka dan jangan mengajukan pertanyaan
yang mengandung banyak hal.
3. Metode
Dokumenter
Metode atau teknik dokumenter adalah teknik
pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti.
Metode dokumenter ini merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari
sumber non-manusia. Sumber-sumber informasi non-manusia ini seringkali
diabaikan dalam penelitian kualitatif, padahal sumber ini kebanyakan sudah
tersedia dan siap pakai. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang
yang lebih luas mengenai pokok penelitian.
Foto merupakan salah satu bahan dokumenter. Foto
bermanfaat sebagai sumber informasi karena foto mampu membekukan dan
menggambarkan peristiwa yang terjadi. Akan tetapi dalam penenlitian kita tidak
boleh menggunakan kamera sebagai alat pencari data secara sembarangan, sebab
orang akan menjadi curiga. Gunakan kamera ketika sudah ada kedekatan dan
kepercayaan dari objek penelitian dan mintalah ijin ketika akan menggunakannya.
G. Tahap-Tahap
Penelitian
1. Tahap-Tahap
Pra-Lapangan
Kegiatan yang harus dilakukan dalam penelitian
kualitatif pada tahap pra-lapangan adalah menyusun rancangan penelitian yang
memuat latar belakang masalah dan alasan pelaksanan penelitian, studi pustaka,
penentuan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat
penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisa data,
rancangan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, dan rancangan pengecekan
kebenaran data.
Pemilihan lapangan penelitian didasarkan pada
kondisi lapangan itu sendiri untuk dapat dilakukan penelitian sesuai dengan
tema penelitian. Pertimbangan lain adalah kondisi geografis, keterbatasan
waktu, biaya, dan tenaga.
Mengurus ijin penelitian hendaknya dilakukan dengan
mengetahui terlebih dahulu siapa-siapa yang berwenang memberikan ijin.
Pendekatan yang simpatik sangat perlu baik kepada pemberi ijin di jalur formal
maupun informal.
Menjajaki lapangan penting artinya selain untuk
mengetahui apakah daerah tersebut sesuai untuk penelitian yang ditentukan, juga
untuk rnengetahui persiapan yang harus dilakukan peneliti. Secara rinci dapat
dikemukakan bahwa penjajakan lapangan ini adalah untuk memahami pandangan hidup
dan penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan tempat tinggal.
Dalam memilih dan memanfaatkan informan, perlu
ditentukan bahwa informan adalah orang-orang yang tahu tentang situasi dan
kondisi daerah penelitian, jujur, terbuka, dan mau memberikan informasi yang
benar.
Persiapan perlengkapan penelitian berkaitan dengan
perijinan, perlengkapan alat tulis, alat perekam, jadwal waktu penelitian,
obat-obatan dan perlengkapan lain untuk keperluan akomodasi.
2. Tahap
Pekerjaan Lapangan
Dalam kegiatan pada tahap pekerjaan lapangan,
peneliti harus mudah memahami situasi dan kondisi lapangan penelitiannya.
Penampilan fisik serta cara berperilaku hendaknya menyesuaikan dengan
norma-norma, nilai-nilai, kebiasaan, dan adat-istiadat setempat. Agar dapat
berperilaku demikian sebaiknya harus memahami betul budaya setempat.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti dapat
menerapkan teknik pengamatan (observation), wawancara (interview), dengan
menggunakan alat bantu seperti tape recorder, foto, slide, dan sebagainya.
Usahakan hubungan yang rapat dengan objek sampai
penelitian berakhir. Apabila hubungan tersebut dapat tercipta, maka dapat
diharapkan informasi yang diperoleh tidak mengalami hambatan.
3. Tahap Analisa
Data
Pada analisa data, peneliti harus mengerti terlebih
dahulu tentang konsep dasar analisa data. Analisa data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja
seperti yang disarankan oleh data.
Analisa data dalam penelitian kualitatif sudah dapat
dilakukan semenjak data diperoleh di lapangan. Usahakan jangan sampai data
tersebut sudah terkena bermacam-macam pengaruh, antara lain pikiran peneliti
sehingga menjadi terpolusi. Apabila terlalu lama baru dianalisa maka data
menjadi kadaluwarsa.
Dari analisa data dapat diperoleh tema dan rumusan
hipotesa. Untuk menuju pada tema dan mendapatkan rumusan hipotesa, tentu saja
harus berpatokan pada tujuan penelitian dan rumusan masalahnya.
H. Objektivitas,
Validitas, Dan Reliabilitas
1. Pengertian Konsep-konsep
Terkait
Penelitian dinyatakan sebagai sebuah kegiatan
mencari kembali data yang setelah diolah dan dianalisa dapat memberikan jawaban
terhadap permasalahan yang dirumuskan. Sudah tentu jawaban yang dimaksudkan
tersebut hendaknya dapat memberikan gambaran yang sebenarnya dari keadaan
sasaran penelitian. Untuk itu penelitian harus memperhatikan sifat objektif
dari kegiatan penelitiannya, yaitu suatu sifat yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Untuk mencapai objektivitas itu, penelitian harus
menggunakan perangkat yang tepat guna, yang dalam bahasa penelitian disebut
sebagai alat yang bersifat valid. Maksudnya adalah alat yang tepat dan tajam di
dalam mengukur sesuatu yang ditelitinya. Untuk penelitian yang memiliki alat
ukur yang valid, maka proses pengambilan kesimpulan menjadi tidak sulit
dilakukan, namun apabila tidak, maka masih diperlukan proses pengecekan
mengenai seberapa besar hasil penelitian itu menunjukan keadaan yang sebenarnya
dari sasaran penelitian.
Dalam kenyataannya, untuk mendapatkan alat ukur yang
memiliki tingkat validitas yang sempurna, tidaklah mudah. Oleh karena itu dalam
penelitian diperlukan juga adanya proses pengecekan melalui penggunaan konsep
reliabilitas, untuk melihat berapa besar kebenaran yang ditemukan dalam penelitian
itu, jika dibandingkan dengan kebenaran yang terjadi dalam sasaran penelitian.
2. Peran
Objektivitas, Validitas dan Reliabilitas Bagi Penelitian Kualitatif
Penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mencari kebenaran. Untuk mendapatkan kebenaran tersebut diperlukan serangkaian
langkah yang dapat menuntun peneliti untuk menghasilkan sesuatu yang tidak
menyimpang dari keadaan yang sebenarnya dari sasaran penelitian. Serangkaian
langkah tersebut antara lain meliputi langkah-langkah untuk mendapatkan
objektivitas, validitas dan reliabilitas.
Untuk mendapatkan oyektivitas ini, para peneliti
harus mampu menanggalkan subyektivisme, baik subyektivisme yang datang dari
pihak peneliti, maupun subyektivisme yang datang dari sasaran penelitian. Agar
objektivitas tersebut dapat diperoleh, maka para peneliti harus mampu
menampilkan indikator atau alat ukur yang valid, dan sekaligus menggunakannnya.
Dengan alat yang valid, yang tepat dan yang sesuai itu, maka peneliti akan
terpandu ke arah perolehan hasil penelitian yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, atau paling tidak mendekati keadaan yang sebenarnya. Untuk
mengetahui seberapa besar suatu hasil penelitian dapat menunjukkan keadaan yang
sebenarnya, peneliti perlu pula melakukan cara-cara mengukur tingkat
kepercayaan atau apa yang biasa disebut dengan istilah reliabilitas.
Dari beberapa contoh di atas menjadi dapat diketahui
bahwa peran objektivitas, validitas dan reliabilitas sangatlah besar bagi
tindak lanjut dari suatu hasil penelitian. Andaikata hasil penelitian tertentu
hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan pun, maka sifat yang objektif, valid
dan reliabel, tetaplah sangat diperlukan keberadaannya. Artinya, dunia teoretik
pun sangat pula memerlukan konsep konsep objektivitas, validitas dan
reliabilitas.
I. Analisis
Dan Interpretasi Data
1. Pengertian
Komponen Analisis dan Interpretasi Data
Analisis dan interpretasi data merupakan tahap yang
harus dilewati oleh seorang penelitian. Adapun urutannya terletak pada tahap setelah
tahap pengumpulan data. Dalam arti sempit, analisis data di artikan sebagai
kegiatan pengolahan data, yang terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi data.
Tabulasi data dinyatakan sebagai proses pemaduan
atau penyatupaduan sejumlah data dan informasi yang diperoleh peneliti dari
setiap sasaran penelitian, menjadi satu kesatuan daftar, sehingga data yang
diperoleh menjadi mudah dibaca atau dianalisis. Rekapitulasi merupakan langkah
penjumlahan dari setiap kelompok sasaran penelitian yang memiliki karakter yang
sama, berdasar kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti.
Dalam proses pelaksanaannya, tahap pengolahan data
tidak cukup hanya terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi saja, akan tetapi
mencakup banyak tahap. Di antaranya adalah tahap reduksi data, penyajian data,
interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Lebih dari sekedar itu,
pengolahan data, yang tidak lain merupakan tahap analisis dan interpretasi data
mencakup langkah-langkah reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan
penarikan kesimpulan /verifikasi.
Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses
pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan
data, baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun
penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang.
Penyajian data merupakan proses pengumpulan
informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang
diperlukan.
Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna
dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar
melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai
apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan..
Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses
perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang
singkat-padat dan mudah difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali
melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya
berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan
perumusan masalah yang ada.
2. Tahap dan
Proses Analisis dan Interpretasi Data
Tahap analisis dan interpretasi data merupakan tahap
yang pasti akan dilalui oleh para peneliti termasuk peneliti kualitatif. Dalam
uraian pokok di atas telah dikemukakan bahwa tahap dan proses analisis dan
interpretasi data, setidak-tidaknya terdiri atas tiga komponen penting yang
meliputi (1) reduksi, (2) penyajian, dan (3) kesimpulan/ verifikasi.
Sedangkan tahap dan proses selengkapnya meliputi (1)
Pengolahan data, yang terdiri dari kategorisasi dan reduksi data, (2) penyajian
data, (3) interpretasi data dan (4) penarikan kesimpulan-kesimpulan/verifikasi.
Tahap tahap di atas hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga proses
analisis dan Intepretastasi tersebut dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
J. Penyusunan
Rencana Penelitian
Pengertian dan Komponen Rencana Penelitian
Penelitian apapun baik penelitian kualitatif maupun
penelitian kuantitatif tidak akan luput dari suatu tahap yang disebut dengan
istilah tahap persiapan. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan penjajagan atau
orientasi lapangan atau orientasi medan dan tahap penyusunan rencana penelitian
serta instrumen penelitian.
Walaupun penelitian kualitatif lebih mendasarkan
diri pada aktivitas di lapangan (sasaran penelitian) namun bukan berarti bahwa
penyusunan rencana penelitian dapat ditinggalkan. Mengapa demikian karena
bagaimanapun juga kegiatan penelitian itu harus bersifat terarah dan terfokus,
termasuk juga penelitian kualitatif.
Penyusunan rencana penelitian dimaksudkan sebagai
upaya menentukan arah, fokus, dan tujuan penelitian. Rencana penelitian
sebagaimana dimaksudkan di sini seringkali tampil dalam berbagai ragam istilah,
seperti rancangan penelitian, proposal penelitian, usul penelitian, project
statement, project proposal, research design, dan lain-lain.
2. Fungsi Rencana Terhadap Jenis Penelitian Terpilih
Agar seluruh uraian kegiatan belajar 2, mudah
dipahami, di bawah ini dibuatkan rangkuman sebagai berikut :
Pengertian dan Isian Rencana Penelitian:
1) Istilah perencanaan berasal dari kata
rencana, serta berarti pembuatan rencana atau hasil merencanakan.
2) Rencana atau rancangan (khususnya
rencana atau rancangan penelitian) memuat tujuan dan cara-cara mencapainya.
3) Menuju tujuan diperlukan
pencegahan/penanggulangan hambatan dan pemeliharaan/ peningkatan dukungan agar
setidak-tidaknya hasil pelaksanaan rencana mendekati tujuan rencananya.
4) Konsekuensinya (c) terdapat sejumlah
unsur yang harus dimuat ke dalam rencana penelitian yang disusun.
Komponen Utama Rencana Penelitian:
1) Unsur-unsur di atas
merupakan langkah-langkah penelitian yang direncanakan, serta berkedudukan
sebagai komponen rencana penelitian yang mencakup:
a) komponen penyerta
b) komponen utama
2) Terdapat beberapa
penulis yang mengkomposisikan rencana penelitian secara sempit, terdapat pula
penulis yang mengkomponenisasikannya secara luas masing-masing dengan
keunggulan dan kelemahannya.
Beberapa nama serupa bagi rencana penelitian:
1) Rencana peneltian
terkadang disebut dengan rancangan penelitian. Kedua-duanya lebih lazim
diterjemahkan dengan research desaign daripada research plan.
2) Research desaign
terkadang dianggap menjadi bagian dari usul proyek penelitian (project
proposal, project statement, research proposal)
3) Research design
terkadang disamakan dengan research method (metode penelitian).
4) Pegangan pokok
penelitian (term of reference) sering pula disamakan dengan usul proyek
penelitian atau rancangan penelitian.
Oleh karena itu diperlukan penjernihan, yang penting
bagi penyusunan rencana penelitian pada umumnya, maupun bagi penyusunan rencana
dan pelaksanaan penelitian dalam rangka kenaikan pangkat pada khususnya.
Fungsi Rencana terhadap Penelitian Terpilih
Penelitian, khususnya penelitian lapangan survey,
akan dapat mencapai tujuan bila didahului dengan perencanaan yang benar.
Pengorbanan dalam pembuatan rencana penelitian ini akan ditukar dengan kepuasan,
karena penelitian yang dilakukan berhasil dengan baik.
Isyarat-isyarat dalam Penyusunan Rencana Penelitian
Penyusunan rencana penelitian mengenal norma-norma tertentu yang perlu ditaati agar:
Penyusunan rencana penelitian mengenal norma-norma tertentu yang perlu ditaati agar:
1) kualitas ilmiahnya
tercapai, khususnya sebagaimana tercermin dalam tujuan penelitian yang
direncanakan.
2) Harapan mendapat
persetujuan dari sponsor atau instansi bersangkutan terpenuhi.
3) Tidak terjadi
pemborosan energi.
4) Tidak terjadi
kesalahan/penyalahgunaan anggaran
K. Penutup
Demikian makalah ringkas tentang metodologi
penelitian kualitatif dan penerapannyya dalam penelitian, sekedar sebagai
pengantar diskusi. Semoga bermanfaat dan dapat menjambantu sebagai acuan dalam
penelitian.
L. Pustaka
Agus Salim (ed.), Teori dan Paradigma Penelitian
Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2001.
Guba, Egon G. & Lincoln, Yvonna S. (1981).
Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey- Bass Publishers
Kirk, J. & Miller, M.I. (1986). Reability and
Validity in Qualitative Research, Vol.1, Beverly Hills: Sage Publication
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.
13, bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2000
Lincoln, Yvonna S. & Guba, Egon G. (1985).
Naturalistic Inquiry. California, Beverly Hills: Sage Publications
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif,
edisi IV, Jogjakarta, Penerbit Rake Sarasin, 2000.
Sarasin· Noeng Muhadjir. (2001). Filsafat Ilmu,
Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme. Edisi II. Yogyakarta
Sayekti P.S. (2001). Metodologi Penelitian
Kualitatif (Diktat). Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.