Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

2/04/2012

ANALISIS KOMUNITAS POLITIK


Oleh :
Iwan Sukma Nuricht

Manusia dalam kehidupannya memiliki fungsi ganda, Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial. Thomas Hobes mengungkapkan bahwa sebagai seorang individu, manusia cenderung untuk memikirkan kepentingannya sendiri. Akan tetapi pada tataran selanjutnya, manusia tidak mampu bertahan sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu orang lain yang dapat menutupi kekurangan yang diperlukannya. Hal ini pula seperti apa  yang diungkapkan oleh John Lock, dimana manusia itu bersifat sosial, jarang sekali manusia yang hanya memikirkan tentang dirinya sendiri, kalaupun ada itu dalam jumlah yang terbatas.
Dalam konteks sosial yang disebut masyarakat, setiap orang akan mengenal orang lain, karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain. Perilaku manusia dipengaruhi orang lain, ia melakukan sesuatu dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya, seperti tunduk pada aturan, tunduk pada norma masyarakat, dan keinginan mendapat respon positif dari orang lain (Effendi dan Malihah. 2007:31).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, individu berkumpul dan bersama untuk membentuk suatu komunitas yang bergerak dalam menentukan arah bangsa, merumuskan cita-cita yang akan menjadi acuan pelaksanaan dan penyelenggaraan bernegara serta bersama untuk menentukan hak dan kewajiban dari setiap warga negaranya.
Hak dan kewajiban yang telah disepakati berlaku hanya pada orang-orang yang telah ikut serta dalam pembuatan kesepakatan dan tidak berlaku bagi kelompok atau orang lain yang ada diluarnya. Hak itu sendiri terdiri atas dua macam yaitu Hak Umum yang merupakan hasil pemikiran etis yang sebenar-benarnya. Hak ini memberikan basis untuk mengkritisi ketetapan aktual yang sifatnya memihak. Hak tersebut tidak dapat dikesampingkan oleh Hak Khusus, namun dapat diabaikan. Sedangkan Hak khusus berkaitan dengan bagaimana seseorang seharusnya diperlakukan, bukan mengenai bagaimana seseorang biasanya diperlakukan. Dalam konteks seperti itu, hak tersebut bukanlah suatu hak sama sekali melainkan suatu aturan moral (Brownhill & Smart; 1989).
Dalam tataran bernegara, sebuah komunitas politik menjadi gambaran pembentukan  penyelenggaraan Negara. Dimana tugas Utama Komunitas Politik ini ialah untuk menghasilkan aturan yang pelaksanaanya bersifat mengatur dan juga membatasi area kebebasan itu sendiri. Dalam buku Robert Brown Hill dan Patrisia Smart di ceritakan beberapa gambaran tentang sebuah komunitas politik. Karakteristik Komunitas politik itu ialah:
a.         Terbentuk oleh sejumlah warga Negara. Komunitas ini, dibentuk karena timbulnya perasaan/ latarbelakang yang sama diantara individu dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu perkumpulan yang berusaha untuk mempertahankan dan mengajukan cita-cita, harapan atau bahkan kritik terhadap pemerintah yang ada.
b.        Sebagai suatu asosiasi.
c.         Berkiprah dengan kepentingan publik. Komunitas ini berawal dari publik, dan misi yang diemban pun bertujuan untuk kepentingan publik.
d.        Mengatur dan berwenang. Komunitas ini memiliki kekuatan, karena memiliki wewenang yang legal serta diperbolehkan untuk mengatur jalannya pemerintahan. 
e.         Disahkannya badan pembuat, pelaksana dan penguasa.
Apabila kita analisis, dari beberapa syarat diatas maka Negara Indonesia merupakan sebuah komunitas politik pula. Karena apabila kita telusuri dari awal pembentukan Negara ini ialah dibentuk oleh sejumlah warga Negara dengan adanya perasaan/latar belakang yang sama dalam menghadapi penjajah kemudian melakukan gerakan-gerakan yang mendukung pada kepentingan publik, yaitu mendapatkan kemerdekaan. Setelah mendapatkannya komunitas ini memiliki berbagai perlengkapan Negara dimulai dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. 
Diawal pemerintahannya, Negara ini dibentuk sedemikian demokratis, pemerintahan dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat. Akan tetapi seiring dengan perkembangan, saat memasuki era orde lama kemudian orde baru, ternyata kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah tidak dijalankan dengan sebaik mungkin, banyak hal yang melemahkan Negara dan merugikan rakyat. Demokrasi yang merupakan alat atau sarana untuk mencapai cita-cita ideal bangsa, dimasa itu menunjukkan keadaan yang sangat buruk. Rezim Soeharto memperlihatkan gaya kepemimpinan yang sangat otoriterisik dan militeristik. Pada masa itu, kebebasan hanya diberikan kepada segelintir orang saja yang pro terhadap rezim penguasa, sedangkan bagi mereka yang melakukan kritis konstruktif terhadap rezim, tidak memperoleh kebebasan dan keyakinan dalam mengajukan suatu pendapat.
Salah satu hal yang paling sentral dari masa 32 tahun kepemerintahan tersebut ialah terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang telah membudaya dikalangan masyarakat Indonesia. Budaya KKN telah ditanamkan selama hampir 32 tahun sehingga sangat sulit untuk dihilangkan. Pernyataan reformasi total dalam semua bidang, ekonomi, hankam, pendidikan,  hukum, politik, dsb, belum sepenuhnya berubah, bahkan hanya menjadi utopia (impian) belaka. Sulitnya budaya ini untuk dihilangkan karena beberapa hal, yaitu: 1) budaya politik tersebut sudah menjadi sebuah perilaku kolektif, bahkan bersifat struktural; 2) telah terkontaminasi lembaga-lembaga penegak hukum yang semestinya berperan dalam melegitimasi kejahatan politik tersebut; 3) budaya politik yang nampak hari ini tidak lain adalah sebuah proses panjang pendidikan politik yang dilakukan oleh penguasa selama orde baru (Darmawan, 2009: 93-94).
Selain adanya KKN, masih banyak penyelewengan yang terjadi yaitu peraturan yang tidak adil. Penyelesaian suatu masalah lebih memihak pada pihak tertentu sehingga pihak yang lainnya dirugikan. Kekuatan peraturan yang berguna untuk melindungi masyarakat, ternyata digunakan untuk melakukan kekerasan. Padahal seharusnya dalam mengambil suatu tindakan, para penyelenggara negara telah dibatasi oleh kepercayaan yang dipasang di dalamnya. Mereka memiliki kewajiban untuk tidak pergi terlalu jauh melampaui pengertian tentang Farness, keadilan, dan retribusi yang terkandung di dalam konvensi dan tradisi masyarakat yang mereka wakili. Jika mereka sebagai wakil rakyat maka tindakan mereka tidak tercela, karena ketika tercela maka akan berakibat pada rusaknya tradisi-tradisi cara hidup masyarakat, yang kemudian seyogyanya telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka. Contoh pemerintahan Adolf Hitler yang membawa rakyat Jerman ke dalam situasi yang sangat buruk.
Untuk melihat di mana posisi suatu pemerintahan, Robert Brown Hill dan Patricia Smart mengemukakan ciri-ciri dari sebuah komunitas politik yang jauh dari sifat ideal yaitu sebagai berikut:
1.    Peraturan-diatur: memihak kelompok tertentu
2.    Otoritatif: dipelihara oleh kekuatan dan ancaman kekerasan, dengan kekuatan
3.    Legitimasi terkait untuk memaksa
4.    Sebuah masyarakat tertutup: diskusi kecil diperbolehkan
5.    Sebuah etika basa: kepentingan diri sendiri atau interst suatu kelompok putusan
6.    Keadilan dalam kepentingan kuat
7.    Kekerasan; keputusan dilakukan melalui penggunaan kekuatan
8.    Sebuah tugas untuk mematuhi hanya jika ada yang dalam rentang kemampuan pemogokan penguasa
9.    Kepercayaan 
Dari ciri-ciri komunitas tersebut, maka kita bisa menilai posisi Negara Indonesia. Negara ini dapat dinilai belum masuk pada kategori sebagai sebuah komunitas politik yang ideal. Karena kenyataannya, sebuah peraturan yang dibuat belum mampu mewakili semua aspirasi rakyat, dan  hanya golongan tertentu saja yang dapat merasakan kebaikan dari peraturan tersebut. Misalnya pembuatan peraturan pemerintah tentang perminyakan di negeri ini yang hanya memihak kepada asing, sedangkan bagi pemilik kekayaan alam tanah tersebut juga belum mampu sejahtera. Contoh di daerah Papua, dimana perusahaan Freport sebagai perusahaan yang mengelola hasil alam Papua yang memperoleh keuntungan yang sangat besar. Harusnya dengan keuntungan tersebut, juga harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Tapi kenyataannya hingga detik ini, masih banyak masyarakat Papua yang hidup dibawah garis kemiskinan. Fakta lain ialah peraturan pemerintah tentang tata lingkungan, yang sifatnya masih belum ajek, sehingga daerah-daerah yang seharusnya menjadi kawasan resapan air yang dianggarkan sebagai paru-paru kota, telah berubah menjadi vila-vila megah milik para milyader. Sehingga dampak yang ditimbulkan ialah banjir, longsor dan pemanasan global yang merugikan tidak hanya masyarakat kita, akan tetapi merugikan pula bagi masyarakat dunia.
Apabila hal ini dibiarkan tanpa adanya tindakan yang nyata dari pemerintah, maka bukan tidak mungkin kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat akan diambil kembali dan dialihkan pada kelompok politik yang lainnya. Lock berpendapat bahwa tindakan kepercayaan adalah tindakan konstitusional fundamental dari masyarakat politik karena mendefinisikan persyaratan pemerintah. Ini menetapkan hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Menrut Lock bahwa hak eksekutif hanya dipercayakan kepada pemerintah dengan cara yang bersyarat. Oleh karena itu, apabila Pemerintah  bertindak di luar ketentuan kepercayaan yang telah diberikan, maka pemerintah tersebut juga dapat dihapus. Mengenai hal ini Locke menyatakan:
Untuk semua kekuatan diberikan dengan kepercayaan untuk mencapai sebuah akhir, dibatasi oleh akhir, kapan akhir yang nyata akan dibatalkan, dan kekuasaan berpindah ke tangan orang-orang yang memberi, yang mungkin tempat itu baru di mana mereka akan berpikir terbaik untuk keselamatan mereka dan keamanan.

Konsep terpenting menurut Locke diantara pemerintah dengan Warga Negaranya ialah kepercayaan. Semua kekuatan yang diberikan dengan kepercayaan untuk mencapai suatu hasil akhir, akan dibatasi oleh hasil akhir tersebut. Kapanpun hasil akhir tersebut diabaikan dengan jelas, maka kepercayaan harus ditebus, dan kekuatannya akan berpindah kemana saja.  Perlu adanya suatu ukuran yang dapat menjadi landasan bagi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya selain peratuan yang ada, hal tersebut ialah nilia-nilai moral. Nilai ini akan menjadi tolak ukur dalam menilai seberapa jauh pemerintah tersebut mampu melaksanakan amanahnya dan seberapa jauh pemerintah tersebut mengingkari kekuasaan yang diembankan padanya. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Kant, yaitu;
Selain kepercayaan terdapat nilai moral yang akan menjadi tolak ukur suatu pemerintahan, dikatakan pemerintahan tersebut mampu untuk mengemban tugas bila kepercayaan rakyat dapat dijalankan dengan baik dan tidak keluar dari moral yang telah ditentukan oleh masyarakat sendiri.

Konsep moral yang diajukan oleh Kant sangat berdampak sekali terhadap parameter suatu pemerintahan yang sedang berkuasa. Karena baik atau tidaknya suatu pemerintahan dapat dilihat dari moral yang dijunjung serta moral pemerintahan tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai pelaksana Undang-Undang yang ada. Sebagai contoh runtuhnya rezim orde baru, dikarenakan tindakan pemerintah yang sudah benar-benar keluar dari konstiusi yang ada serta keluar dari norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dalam menghentikannyapun, semua elemen dimulai dari rakyat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan semua elemen bersama untuk meruntuhkan rezim ini.
Oleh Karena itu, pemerintah hari ini harus berkaca atas apa yang tejadi di masa lampau, sehingga dengan hal tersebut dapat menjadikannya sebagai suatu pemerintahan yang ideal, yang mampu memajukan bangsa dan Negara serta mampu melindungi masyarakat dari keterpurukan dan mampu menyetarakan bangsa ini sejajar dengan bangsa lainnya di kancah Internasional