Sumber Kutipan : http://mancililin.sch.id/content/inovasi-pembelajaran-pkn
Oleh : Ade Hidayatulloh
Oleh : Ade Hidayatulloh
Sebuah inovasi pembelajaran menurut Ibrahim (1988: 161-167)
dalam prosesnya senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
dianataranya yaitu sebagai berikut: (1) faktor kegiatan belajar-mengajar; (2) faktor internal dan eksternal; dan (3) sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan). Berkaitan
dengan faktor-faktor diatas, maka keberhasilan dan kegagalan sebuah
inovasi pembelajaran PKn pun senantiasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik faktor guru, siswa, kurikulum, fasilitas, maupun lingkup
sosial masyarakat.
Menurut Noor (2006) keberhasilan dan kegagalan inovasi
pembelajaran PKn senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
yaitu:
Guru. Guru
sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang
sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar
di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang dapat membentuk
kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan,
metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan
antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur
lain yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan
pembelajaran, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pembelajaran sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran
yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pembelajaran. Tanpa
melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pembelajaran, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru
mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai
teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright,
1987).
Siswa. Sebagai
obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar,
siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar,
siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan
intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul
dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa
juga dilibatkan dalam proses inovasi pembelajaran, walaupun hanya
dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai
dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka
lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan
konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pembelajaran tidak kalah pentingnya
dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima
pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan
bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi
pembelajaran sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau
dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi
tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan
sebelumnya.
Kurikulum. Kurikulum
pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program
pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah
dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar
mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pembelajaran,
kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program
yang ada di dalamya, maka inovasi pembelajaran tidak akan berjalan
sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam
pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan
kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan
dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
Fasilitas. Fasilitas,
termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam
dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam
inovasi pembelajaran PKn, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut
mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya
fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pembelajaran akan bisa dipastikan
tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar
mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan
pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu
inovasi pembelajaran, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya
ketersediaan media pembelajaran, buku ajar yang layak dan sebagainya.
Lingkup Sosial Masyarakat. Dalam
menerapkan inovasi pembelajaran, ada hal yang tidak secara langsung
terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif
maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat
secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak,
terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam
pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama
masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya, inovasi pembelajaran tentu akan terganggu, bahkan
bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan.
Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pembelajaran sebaliknya akan
membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi
pembelajaran.
Dalam proses perkembangannya inovasi pembelajaran PKn senantiasa
menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Tantangan dan hambatan
tersebut menurut Budimansyah (2000, 2001) adalah:
(1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan
(2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis.
Dengan demikian, pelaksanaan PKn tidak mengarah pada misi sebagaimana
seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
· Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery)
atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja.
Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan
psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
· Pengelolaan kelas belum mampu
menyiptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman
belajar kepada siswa/mahasiswa melalui perlibatannya secara proaktif dan
interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
(intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya
pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa/mahasiswa.
· Pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience”
juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan
antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan
dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum.
Indikasi-indikasi tersebut diatas melukiskan bahwa begitu banyaknya tantangan kurikuler dan sosial-kultural (internal)
bagi PKn untuk menghasilkan suatu totalitas hasil belajar yang
mencerminkan pencapaian secara komprehensif (menyeluruh) dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang koheren dan konfluen. Hasil
belajar PKn yang belum mencapai keseluruhan dimensi secara optimal
seperti digagaskan itu berarti menunjukkan bahwa tujuan kurikuler PKn
belum dapat dicapai sepenuhnya.
Di lain pihak PKn juga senatiasa menghadapi tantangan eksternal
yaitu kritikan dan tuntutan dari berbagai lapisan masyarakat berkaitan
dengan semangat demokratisasi yang semakin meningkat dengan segala
eksesnya. PKn yang secara paradigmatik sarat dengan muatan afektif namun
dilaksanakan secara kognitif telah disikapi secara keliru sebagai
satu-satunya obat mujarab (panacea) untuk mengatasi persoalan
kehidupan para siswa khususnya yang menyangkut perilaku dan moral. Namun
demikian, kritikan dan tuntutan tersebut sudah seharusnya direspons dan
diakomodasikan secara proporsional karena memang pendidikan secara umum
dan PKn secara khusus bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi
juga tanggung jawab seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia. Tanggung jawab bersama untuk menyelenggarakan pendidikan yang
berkualitas pada hakikatnya merupakan perwujudan dari amanat nasional.
Selain itu pendidikan di Indonesia juga senantiasa dihadapkan pada
berbagai persoalan dan situasi global yang berkembang cepat setiap waktu
baik yang bermuatan positif maupun yang bermuatan negatif atau
bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ketidakmampuan bangsa
Indonesia dalam merancang program pendidikan yang mengakomodasikan
kecenderungan dan persoalan global tersebut berarti akan menghilangkan
kesempatan untuk mengejar ketertinggalan guna mensejajarkan dirinya
dengan bangsa-bangsa yang sudah maju dalam bidang pendidikannya. Selain
menghadapi tantangan, ada beberapa permasalahan kurikuler yang mendasar
dan menjadi hambaan dalam peningkatan kualitas Pendidikan
Kewarganegaraan, yang meliputi:
a. Penggunaan alokasi waktu yang
tercantum dalam Struktur Kurikulum Pendidikan dijabarkan secara kaku dan
konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka terjadwal sehingga
kegiatan pembelajaran PKn dengan cara tatap muka di kelas menjadi sangat
dominan. Hal itu mengakibatkan guru atau dosen tidak dapat
berimprovisasi secara kreatif untuk melakukan aktivitas lainnya selain
dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat.
b. Pelaksanaan pembelajaran PKn yang
lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi kognitif
mengakibatkan porsi peningkatan dimensi lainnya menjadi terbengkalai. Di
samping itu, pelaksanaan pembelajaran diperparah lagi dengan
keterbatasan fasilitas media pembelajaran.
c. Pembelajaran yang terlalu
menekankan pada dimensi kognitif itu berimplikasi pada penilaian yang
juga menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja sehingga
mengakibatkan guru/dosen harus selalu mengejar target pencapaian materi.
Gambaran diatas merupakan kondisi faktual bahwa dalam perkembangannya
inovasi pembelajaran di persekolahan senantiasa mengalami tantangan dan
hambatan, oleh karena itu maka perlu diadakan upaya sebagai alternatif
pemecahan agar inovasi pembelajaran dapat diwujudkan dengan baik. Adapun
upaya yang dapat dilakukan guna menghadapi tantangan dan hambatan yang
menyelimuti perkembangan inovasi pembelajaran PKn, yaitu dengan:
a. Penyelenggaraan pelatihan secara
berkala untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajar guru dan dosen
PKn. Namun pelatihan tersebut masih perlu terus ditingkatkan kualitasnya
agar mampu menunjukkan hasil yang optimal;
b. Penataan kembali materi PKn agar
lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan bagi kehidupan masyarakat yang
demokratis. Namun, upaya penataan tersebut dirasakan belum menghasilkan
perubahan yang signifikan dalam pembelajaran PKn seperti yang
diharapkan;
c. Perubahan sistem belajar di
persekolahan, dari catur wulan ke semester, dan di perguruan tinggi
menjadi sistem kredit semester (SKS), yang diyakini akan lebih
memungkinkan guru/dosen untuk dapat merancang alokasi waktu dan strategi
pembelajaran secara fleksibel dalam rangka upaya peningkatan kualitas
pembelajarannya, belum memperlihatkan hasil yang memadai.
d. Guru sebagai pengembang kurikulum sudah waktunya peka dan responsif terhadap tuntutan perkembangan sistem pendidikan.
e. Kebijakan pemerintah Indonesia
dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan akses pendidikan, mutu dan
relevansi, serta efisiensi pengelolaan hendaknya dijadikan dasar
semangat untuk kemajuan bersama.
f. Sekolah sebagai unit terkecil
pengelolaan pendidikan hendaknya secara konsisten memperhatikan
rambu-rambu prioritas pembangunan pendidikan yang diwujudkan dalam
proses pembelajaran di kelas, misalnya secara kreatif mengembangkan
metode yang efektif, penyediaan media dan sumber belajar yang memadai
dan mengembangkan teknik evaluasi yang tepat.
Pengembangan terhadap model-model pembelajaran khususnya PKn
hendaknya lebih ditingkatkan kembali. Dimana pemilihan model dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa
merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh
seorang guru
Referensi
Abdulkarim, Aim. (2004). Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI Jilid 2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Budimansyah, Dasim, dkk. (2000). Studi Eksperimental Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio di SMU Negeri 8 Bandung. Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian IKIP Bandung.
-------. (2001). “Apa dan Mengapa Model Pembelajaran Berbasis Portofolio?”. Makalah disampaikan pada Diklat Guru-guru PKN SLTP Jawa Barat di Lembang.
Budimansyah, Dasim dan Karim Suryadi. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan-Sekolah Pascasarjana-Universitas Pendidikan Indonesia.
Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From the Communitarian Network. Calabassas: CIVICED.
Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21st Century and International Perspective on Education . London: Kogan, Page.
Hendrayana, Sumar, dkk. (2007). Lesson Study; Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: FPMIPA-UPI dan JICA.
Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Jocye, Bruce dan Weil, M. (1980). Models of Teaching. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc
Noor, Idris HM.. (2007). Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. Html [27 November 2007]
Suriakusumah dan Sundawa ,D (2008). Bahan Pelatihan Pendidikan Latihan Propesi Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Guru / SMK/MA. Bandung:UPI
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ritzer.G (2007) Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Winataputra, Udin S. (2001). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi PPS UPI.
-------. (2004). “Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Perspektif Pencerdasan Kehidupan Bangsa”. Pointers
Talk Show disampaikan pada Temu Sambut Guru Besar FKIT UT, 18 Agustus
2004. Jakarta: FKIT UT.
-------. (2005). “Pengembangan Civic
Culture dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
dan Menengah”. Jakarta: PPs Universitas Terbuka.
-------. (2007). “Inovasi dalam
Pendidikan Kewarganegaraan: Menjawab Problema Realitas, dan Tantangan
Instrumental serta Praksis PKn di Sekolah dan Luar Sekolah”. Jakarta:
PPs Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin Saripudin dan Dasim Budimansyah. (2007). Civic Education; Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional.Kewarganegaraan-SPs-UPI.