Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

2/05/2012

Inovasi Pembelajaran PKn

Sumber Kutipan : http://mancililin.sch.id/content/inovasi-pembelajaran-pkn
Oleh : Ade Hidayatulloh
          Sebuah inovasi pembelajaran menurut Ibrahim (1988: 161-167) dalam prosesnya senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, dianataranya yaitu sebagai berikut: (1) faktor kegiatan belajar-mengajar; (2) faktor internal dan eksternal; dan (3) sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan). Berkaitan dengan faktor-faktor diatas, maka keberhasilan dan kegagalan sebuah inovasi pembelajaran PKn pun senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor guru, siswa, kurikulum, fasilitas, maupun lingkup sosial masyarakat.
          Menurut Noor (2006) keberhasilan  dan kegagalan inovasi pembelajaran PKn senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yaitu:
*             Guru. Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pembelajaran, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pembelajaran sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pembelajaran. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pembelajaran, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright, 1987).
*             Siswa. Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pembelajaran, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pembelajaran tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pembelajaran sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
*             Kurikulum. Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pembelajaran, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pembelajaran tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
*             Fasilitas. Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam inovasi pembelajaran PKn, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pembelajaran akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pembelajaran, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan media pembelajaran, buku ajar yang layak dan sebagainya.
*             Lingkup Sosial Masyarakat. Dalam menerapkan inovasi pembelajaran, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pembelajaran tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pembelajaran sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pembelajaran.
Dalam proses perkembangannya inovasi pembelajaran PKn senantiasa menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Tantangan dan hambatan tersebut menurut Budimansyah (2000, 2001) adalah:
(1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan
(2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis.
Dengan demikian, pelaksanaan PKn tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
·         Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
·         Pengelolaan kelas belum mampu menyiptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa/mahasiswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa/mahasiswa.
·         Pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum.
          Indikasi-indikasi tersebut diatas melukiskan bahwa begitu banyaknya tantangan kurikuler dan sosial-kultural (internal) bagi PKn untuk menghasilkan suatu totalitas hasil belajar yang mencerminkan pencapaian secara komprehensif (menyeluruh) dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang koheren dan konfluen. Hasil belajar PKn yang belum mencapai keseluruhan dimensi secara optimal seperti digagaskan itu berarti menunjukkan bahwa tujuan kurikuler PKn belum dapat dicapai sepenuhnya.
Di lain pihak PKn juga senatiasa menghadapi tantangan eksternal yaitu kritikan dan tuntutan dari berbagai lapisan masyarakat berkaitan dengan semangat demokratisasi yang semakin meningkat dengan segala eksesnya. PKn yang secara paradigmatik sarat dengan muatan afektif namun dilaksanakan secara kognitif telah disikapi secara keliru sebagai satu-satunya obat mujarab (panacea) untuk mengatasi persoalan kehidupan para siswa khususnya yang menyangkut perilaku dan moral. Namun demikian, kritikan dan tuntutan tersebut sudah seharusnya direspons dan diakomodasikan secara proporsional karena memang pendidikan secara umum dan PKn secara khusus bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga tanggung jawab seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Tanggung jawab bersama untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas pada hakikatnya merupakan perwujudan dari amanat nasional.
Selain itu pendidikan di Indonesia juga senantiasa dihadapkan pada berbagai persoalan dan situasi global yang berkembang cepat setiap waktu baik yang bermuatan positif maupun yang bermuatan negatif atau bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam merancang program pendidikan yang mengakomodasikan kecenderungan dan persoalan global tersebut berarti akan menghilangkan kesempatan untuk mengejar ketertinggalan guna mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa yang sudah maju dalam bidang pendidikannya. Selain menghadapi tantangan, ada beberapa permasalahan kurikuler yang mendasar dan menjadi hambaan dalam peningkatan kualitas Pendidikan Kewarganegaraan, yang meliputi:
a.    Penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam Struktur Kurikulum Pendidikan dijabarkan secara kaku dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka terjadwal sehingga kegiatan pembelajaran PKn dengan cara tatap muka di kelas menjadi sangat dominan. Hal itu mengakibatkan guru atau dosen tidak dapat berimprovisasi secara kreatif untuk melakukan aktivitas lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat.
b.    Pelaksanaan pembelajaran PKn yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi kognitif mengakibatkan porsi peningkatan dimensi lainnya menjadi terbengkalai. Di samping itu, pelaksanaan pembelajaran diperparah lagi dengan keterbatasan fasilitas media pembelajaran.
c.    Pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif itu berimplikasi pada penilaian yang juga  menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja sehingga mengakibatkan guru/dosen harus selalu mengejar target pencapaian materi.
Gambaran diatas merupakan kondisi faktual bahwa dalam perkembangannya inovasi pembelajaran di persekolahan senantiasa mengalami tantangan dan hambatan, oleh karena itu maka perlu diadakan upaya sebagai alternatif pemecahan agar inovasi pembelajaran dapat diwujudkan dengan baik. Adapun upaya yang dapat dilakukan guna menghadapi tantangan dan hambatan yang menyelimuti perkembangan inovasi pembelajaran PKn, yaitu dengan:
a.    Penyelenggaraan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajar guru dan dosen PKn. Namun pelatihan tersebut masih perlu terus ditingkatkan kualitasnya agar mampu menunjukkan hasil yang optimal;
b.    Penataan kembali materi PKn agar lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan bagi kehidupan masyarakat yang demokratis. Namun, upaya penataan tersebut dirasakan belum menghasilkan perubahan yang signifikan dalam pembelajaran PKn seperti yang diharapkan;
c.    Perubahan sistem belajar di persekolahan, dari catur wulan ke semester, dan di perguruan tinggi menjadi sistem kredit semester (SKS), yang diyakini akan lebih memungkinkan guru/dosen untuk dapat merancang alokasi waktu dan strategi pembelajaran secara fleksibel dalam rangka upaya peningkatan kualitas pembelajarannya, belum memperlihatkan hasil yang memadai.
d.   Guru sebagai pengembang kurikulum sudah waktunya peka dan responsif terhadap tuntutan perkembangan sistem pendidikan.
e.    Kebijakan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan akses pendidikan, mutu dan relevansi, serta efisiensi pengelolaan hendaknya dijadikan dasar semangat untuk kemajuan bersama.
f.     Sekolah sebagai unit terkecil pengelolaan pendidikan hendaknya secara konsisten memperhatikan rambu-rambu prioritas pembangunan pendidikan yang diwujudkan dalam proses pembelajaran di kelas, misalnya secara kreatif mengembangkan metode yang efektif, penyediaan media dan sumber belajar yang memadai dan mengembangkan teknik evaluasi yang tepat.
Pengembangan terhadap model-model pembelajaran khususnya PKn hendaknya lebih ditingkatkan kembali. Dimana pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru


Referensi
Abdulkarim, Aim. (2004). Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI Jilid 2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Budimansyah, Dasim, dkk. (2000). Studi Eksperimental Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio di SMU Negeri 8 Bandung. Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian IKIP Bandung.
-------. (2001). “Apa dan Mengapa Model Pembelajaran Berbasis Portofolio?”. Makalah disampaikan pada Diklat Guru-guru PKN SLTP Jawa Barat di Lembang.
Budimansyah, Dasim dan Karim Suryadi. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan-Sekolah Pascasarjana-Universitas Pendidikan Indonesia.
Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From the Communitarian Network. Calabassas: CIVICED.
Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21st Century and International Perspective on Education . London: Kogan, Page.
Hendrayana, Sumar, dkk. (2007). Lesson Study; Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: FPMIPA-UPI dan JICA.
Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Jocye, Bruce dan Weil, M. (1980).  Models of Teaching. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc
Noor, Idris HM.. (2007). Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. Html [27 November 2007]
Suriakusumah dan Sundawa ,D (2008). Bahan Pelatihan Pendidikan Latihan Propesi Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Guru / SMK/MA. Bandung:UPI
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ritzer.G  (2007) Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Winataputra, Udin S. (2001). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi PPS UPI.
-------. (2004). “Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pencerdasan Kehidupan Bangsa”. Pointers Talk Show disampaikan pada Temu Sambut Guru Besar FKIT UT, 18 Agustus 2004. Jakarta: FKIT UT.
-------. (2005). “Pengembangan Civic Culture dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar dan Menengah”. Jakarta: PPs Universitas Terbuka.
-------. (2007). “Inovasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan: Menjawab Problema Realitas, dan Tantangan Instrumental serta Praksis PKn di Sekolah dan Luar Sekolah”. Jakarta: PPs Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin Saripudin dan Dasim Budimansyah. (2007). Civic Education; Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional.Kewarganegaraan-SPs-UPI.