PROFESIONALISME GURU ADALAH NISCAYA
Oleh: Prof. H.A. Malik Fadjar, M.Sc
Judul di atas
dikedepankan untuk membuka pembicaraan seputar tema Seminar Nasional
Pendidikan: “Optimalisasi Profesionalisme Guru melalui Pendekatan
Organisasi dan Teknologi Informasi”, dalam rangka HUT Guru ke-16/PGRI ke-64,
Tingkat Kabupaten Kuningan, 19 Nopember 2009, di GOR Dipati Ewangga Kuningan
Jawa Barat.
Sebelum memasuki pokok-pokok bahasan, ada baiknya kita mencamkan
bersama-sama apa yang tersurat dan tersirat melalui pernyataan-pernyataan
berikut ini:
1. “Guru
hendaknya memulai memperbaiki dirinya terlebih dahulu, sebab mereka (peserta
didik dan masyarakat) sangat memperhatikannya dan telinga mereka sangat peka
terhadap sekelilingnya. Sesuatu yang dianggap baik oleh guru, peserta didik dan
masyarakat pun akan memandang baik, dan sesuatu yang dianggap jelek oleh guru,
peserta didik dan masyarakat pun akan memandang jelek pula. Sebagian besar
metode pendidikannya adalah metode kasih sayang, dan menjauhkan sifat-sifat
bernada keras, serta tidak banyak tuntutan terhadap keluarga peserta didik dan
masyarakat”. (Majmu’ah al-Rasul)
2.
“Tiap-tiap orang jadi “Guru”, tiap-tiap
rumah jadi “Perguruan” (Semboyan Taman
Siswa).
3.
“Guru itu berpengaruh luas tak terbatas,
dan ia tak pernah tahu sampai kapan pengaruhnya itu berakhir” (Henry Adams).
Selanjutnya
marilah kita masuki pokok-pokok bahasannya:
1.
UU No. 14 Tahun 20055, tentang Guru dan
Dosen, menegaskan bahwa “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah” (pasal 1, ayat 1).
2. Prinsip-prinsip profesionalitas
(pasal 7) secara normative disebutkan:
a.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa,
dan idealisme;
b.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.
Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.
Memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas;
e.
Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesionalan;
f.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja;
g.
Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.
Memiliki jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.
Memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hak-hak yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
3.
Profesionalisme adalah niscaya. Artinya
tidak boleh tidak, tentu, dan pasti. Oleh karena itu perlu terus menerus
ditingkatkan dan dioptimalkan secara berkesinambungan (Peningkatan
Profesionalisme Berkesinambungan/PBB atau Continous Professional Development/ CPD),
baik lewat jalan formal, nonformal maupun informal (mandiri).
4.
Organisasi guru merupakan wadah
pembinaan profesi sekaligus komunikasi intern maupun antar guru. Sekolah pada
hakekatnya merupakan satuan organisasi sedangkan organisasi guru yang dibentuk
berdasarkan bidang studi yang diampu/dibina merupakan kekhususan untuk
kepentingan pengembangan kompetensi. Dan organisasi yang didasarkan pada
kesamaan profesi (seperti PGRI), merupakan wadah bersama secara nasional, baik
untuk memperkuat rasa corps maupun jaringan komunikasi guru.
5.
Gagasan untuk memberikan kepada setiap
guru satu “laptop”, pada hakekatnya merupakan salah satu upaya optimalisasi
profesionalisme guru berbasis teknologi informasi.
Kuningan, 19 Nopember 2009