Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

3/28/2012

Analisis Komperatif Teori Perkembangan Moral Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg


Analisis Komperatif Teori Perkembangan Moral Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg
Oleh : Iwan Sukma Nuricht

·         Teori Jean Piaget
Piaget melandaskan teorinya pada hasil penelitian yang ia lakukan mengenai struktur kognitif dan kajian moral anak selama 40 tahun. Penelitiannya itu didasarkan pada sikap verbal anak (children verbal attitudes) terhadap berbagai aturan permainan, perilaku sehari-hari, mencuri, dan membohong. Selain itu, penelitiannya tersebut  bertolak dari postulat atau asumsi dasar bahwa "moralitas berada dalam suatu sistem aturan, oleh karena itu hakikat moralitas seyogyanya dilihat dari sudut bagaimana individu menyadari kebutuhannya akan aturan itu". Untuk itu ia meneliti bagaimana anak menyadari adanya aturan dan bagaimana ia menerapkan aturan itu dalam suatu permainan.
Dari hasil studinya itu ia mengidentifikasi bahwa ada dua tingkat perkembangan moral pada anak usia antara 6- 12 tahun yakni:
(1)      Tingkatan heteronomi. Pada tingkatan heteronomi, segala aturan oleh anak dipandang sebagai hal yang datang dari luar jadi bersifat eksternal dan dianggap sakral karena aturan itu merupakan hasil pemikiran orang dewasa. Sifat heteronomi anak disebabkan oleh faktor kematangan struktur kognitif yang ditandai sifat egosentrisme dan hubungan interaktif dengan orang dewasa dimana anak merasa kurang berkuasa dibanding orang dewasa.
(2)      Tingkatan autonomi. Pada tingkatan autonomi anak mulai menyadari adanya kebebasan untuk tidak sepenuhnva menerima aturan itu sebagai hal yang datang dari luar dirinya. Pada tingkatan ini anak menunjukkan kemampuan untuk mengkritisi aturan dan memilih aturan yang tepat atas dasar kesepakatan dan kerjasama dengan lingkungannya. Sifat autonomi dipengaruhi oleh kematangan struktur kognitif yang ditandai oleh kemampuan mengkaji aturan secara kritis dan menerapkannya secara selektif yang muncul dari sikap resiprositas dan kerjasama.
Secara teoretik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia, Piaget (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:172-173; Makmun, 2001:102-103) merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan sebagai berikut:
Tahapan pada domain Kesadaran mengenai Aturan:
-       Usia 0-2 tahun: Aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa;
-       Usia 2-8 tahun: Aturan disikapi bersifat sakral dan diterima tanpa pemikiran;
-       Usia 8-12 tahun : Aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Tahapan pada domain Pelaksanaan Aturan:
-       Usia 0-2 tahun : Aturan dilakukan hanya bersifat motorik saja;
-       Usia 2-6 tahun :Aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri;
-       Usia 6-10 tahun: Aturan dilakukan sesuai kesepakatan;
-       Usia 10-12 tahun:Aturan dilakukan karena sudah dihimpun.
Bertolak dari teorinya itu Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut para peserta didik untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan/kepatutan (fairness). Dengan kata lain pendidikan nilai berdasarkan teori Piaget adalah pendidikan nilai moral atau nilai etis yang dikembangkan berdasarkan pendekatan psikologi perkembangan moral kognitif. Disitulah pendidikan nilai dititikberatkan pada pengembangan perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam konteks kehidupan masyarakat.
·         Teori Lawrence Kohlberg
Selama 18 tahun Lawrence Kohlberg mengadakan penelitian mengenai perkembangan moral yang berlandaskan pada teori perkembangan kognitif Piaget. Kohlberg mengajukan postulat atau anggapan dasar bahwa anak membangun cara berpikir mereka melalui pengalaman termasuk pengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan manusia. Penelitian yang dilakukannya memusatkan perhatian pada kelompok usia di atas usia yang diteliti oleh Piaget. Dari penelitiannya itu Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat (level) yang terdiri atas enam tahap (stage) perkembangan moral berikut:

TINGKAT I : PRA-KONVENSIONAL (PRECONVENTIONAL)
Tahap 1
Orientasi hukuman dan kepatuhan (Apapun yang mendapat pujian atau dihadiahi adalah baik, dan apapun yang dikenai hukuman adalah buruk).
Tahap 2
Orientasi instrumental nisbi (Berbuat baik apabila orang lain, berbuat baik padanya, dan yang baik itu adalah bila satu sama lain berbuat hal yang sama).
TINGKAT II KONVENSIONAL (CONVENTIONAL)
Tahap 3
Orientasi kesepakatan timbal balik (Sesuatu dipandang baik untuk memenuhi anggapan orang lain atau baik karena disepakati)
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban (Sesuatu yang baik itu adalah yang diatur oleh hukum dalam masyarakat dan dikerjakan sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan norma hukum tersebut).
TINGKAT III PASCA-KONVENSIONAL (POSTCONVENTIONAL)
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistik (Sesuatu dianggap baik bila sesuai dengan kesepakatan umum dan diterima oleh masyarakat sebagai kebenaran konsensual).
Tahap 6
Orientasi prinsip etika universal (Sesuatu dianggap baik bila telah menjadi prinsip etika yang bersifat universal dari mana norma dan aturan ditawarkan).

Dalam teorinya tersebut Kohlberg menolak konsepsi pendidikan nilai/karakter tradisional yang berpijak pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan/keadaban (bag of virtues) seperti kejujuran, budi baik, kesabaran, ketegaran yang menjadi landasan perilaku moral. Oleh karena itu ditegaskannya bahwa tugas guru adalah membelajarkan kebajikan itu melalui percontohan dan komunikasi langsung keyakinan serta memfasilitasi peserta didik untuk melaksanakan kebajikan itu dengan memberinya penguatan. Konsepsi dan pendekatan tradisional pendidikan nilai ini dinilai tidak memberi prinsip yang memandu untuk mendefinisikan kebajikan mana yang sungguh berharga untuk diikuti. Dalam kenyataannya para guru pada akhirnya berujung pada proses penanaman nilai yang tergantung pada kepercayaan sosial, kultural dan personal. Untuk mengatasi hal tersebut Kohlberg mengajukan pendekatan pendidikan nilai dengan menggunakan pendekatan klarifikasi nilai (value clarification approach) yang bertolak dari asumsi bahwa tidak ada jawaban benar satu-satunya terhadap suatu dilema moral tetapi di situ ada nilai yang dipegang sebagai dasar berpikir dan berbuat. 

Sumber Buku: 
Prof. Dr .Dasim Budimansyah, Msi, 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional (Konteks, Teori dan dan Profil Pembelajaran). Bandung, Widya Aksara Press