Oleh : Iwan Sukma Nuricht
Definitions of citizenship
Dibawah ini akan saya tuliskan beberapa anotasi-anotasi Bhibliografi yang berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Multikultural, antara lain :
Definitions of citizenship
W. Kymlicka, W. Norman
Return to the Citizen: A Survey of Recent Work on Citizenship Theory. In: R. Beiner (ed.) Teorizing Citizenship,
State University of New York Press, 1995, p.301.
"Citizenship
is not just a certain status, defined by a set of rights and
responsibilities. It is also an identity, an expression of one’s
membership in a political community" (Kymlicka and Norman)
Komentar
"Kewarganegaraan bukan hanya satu status tertentu, yang digambarkan oleh satu kumpulan hak dan tanggung-jawab. Ini juga satu identitas, satu ungkapan dalam suatu keanggotaan masyarakat politis" ( Kymlicka dan Norman).
Definitions of citizenship
T. H. Marshall
Class, Citizenship and Social Development,
Chicago, University of Chicago Press, 1973.
"Citizenship
is a status bestowed on all those who are full members of a community.
All who possesses the status are equal with respect to the rights and
duties with which the status is endowed. There are not universal
principles that determine what those rights and duties shall be, but
societies in which citizenship is a developing institution create an
image of ideal citizenship against which achievement can be directed ...
Citizenship requires a direct sense of community membership based on
loyality to a civilisation which is a common possession. It is a
loyality of free men endowed with rights and protected by a common law"
(Marshall)
Komentar
"Kewarganegaraan
adalah satu status yang dianugerahkan untuk semua pada mereka adalah
anggota penuh dari satu masyarakat. Semua yang menguasai status adalah
sama berkenaan dengan tugas dan hak dimana status diberikan. Tidak ada
prinsip yang universal yang menentukan apa yang itu tugas dan hak yang
menjadi keharusan, tetapi masyarakat di mana Kewarganegaraan adalah satu
institusi yang mengembangkan, menciptakan satu gambaran dari
Kewarganegaraan ideal dibanding dengan prestasi yang dapat diarahkan….
Kewarganegaraan memerlukan satu pengertian langsung dari keanggotaan
masyarakat yang didasarkan pada kesetiaan untuk satu peradaban adalah
pemilihan umum. Ini merupakan suatu kesetiaan manusia yang hanya diwarisi dengan hak dan dilindungi oleh hukum" ( Marshall).
Definitions of citizenship
J. M. Barbalet
Citizenship: Rights, Struggle and Class Inequality,
Minneapolis, University of Minnesota Press, 1988
"Citizenship is the involvement in public affairs by those who had the rights of citizens" (Barbalet)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah keterlibatan di muka umum oleh mereka yang mempunyai hak dari warganegara. ( Barbalet).
Definitions of citizenship
O. Ichilov,
Paterns
of Citizenship in a Changing World. In: O. Ichilov (ed.) Citizenship
and Citizenship Education in a Changing World, London, The Woburg Press,
1998, p.11.
"Citizenship
is a complex and multidimensional concept. It consists of legal,
cultural, social, and political elements, and provides citizens with
defined rights and obligations, a sense of identity, and social bonds" (Ichilov )
Komentar
"Kewarganegaraan
adalah satu konsep kompleks dan multidimensional. Itu terdiri dari
hukum, sosial , budaya, dan unsur-unsur politis, dan menyediakan
warganegara dengan hak dan kewajiban yang digambarkan, satu pengertian
dari identitas, dan ikatan sosial" ( Ichilov).
Definitions of citizenship
M. Janowitz
The Reconstruction of Patriotism. Education for Civic Conciousness, Chicago, The University of Chicago Press, 1983.
"Citizenship concerns the political relations between the individual and the State" (Janowitz)
Komentar
"Kewarganegaraan berhubungan dengan hubungan politis diantaranya individu dan negara" ( Janowitz).
Definitions of citizenship
J. Habermas
The Structural Transformation of the Public Sphere,
Oxford, Polity Press, 1994.
"Citizenship is the peaceful struggle through a public sphere which is ’dialogical" (Habermas)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah perjuangan yang tenang melalui suatu lapisan publik adalah “dialogical" ( Habermas).
Definitions of citizenship
B. S. Turner
Citizenship and Social Theory, London, Sage, 1993.
"Cifizenship concerns the legalities of entitlements and their political expression in democratic polities" (Turner)
Komentar
"Kewarganegaraan berhubungan dengan legalitas pemberian judul dan ungkapan politis mereka di dalam pemerintahan demokratis" ( Turner).
Definitions of citizenship
R. Dahrendorf,
Citizenship and Beyond: The Social Dynamics of an Idea.
Social Research, 1994, vol.41.
"Citizenship
is a non-economic concept which involve the practice of both
fundamental or civil rights and enabling rights (political and social
rights)" (Dahrendorf)
Komentar
"Kewarganegaraan
adalah satu konsep non economic yang melibatkan praktek dari
kedua-duanya hak-hak warga negara atau pokok dan hak buka peluang (hak
sosial dan politis)" ( Dahrendorf).
Definitions of citizenship
F. Hayek
Studies in Philosophy, Politics and Economics,
London, Routledge, 1967.
"Citizenship
is the practice of a moral code - a code that has concern for the
interests of others - grounded in personal self-development and
voluntary co-operation rather then the repressive compulsive power of
the State intervention" (Hayek)
Komentar
"Kewarganegaraan
adalah praktek dari satu kode moral - satu kode yang sudah berhubungan
dengan untuk minat dari yang lain - pengembangan diri pribadi dan
didasarkan pada kerjasama sukarela kemudian agak represif memaksa
kehebatan Intervensi Negara" ( Hayek).
Definitions of citizenship
Cesar Birzea, 2002
Citizenship, Youth and Europe, Tool kit 7,
Council of Europe and European Commission partnership
“Citizenship
is the active membership and participation of individuals in society
who are entitled to rights and responsibilities and who have the
capacity to influence politics. Therefore citizenship has to be more
than a political and juridical status; it also is a social role.” (Cesar
Birzea, 2002)
Komentar
“Kewarganegaraan
adalah keanggotaan aktif dan partisipasi dari perorangan dalam
pergaulan yang adalah memberi judul untuk tepat dan tanggung jawab dan
yang mempunyai kapasitas ke pengaruh kebijakan. Oleh sebab itu
kewarganegaraan mempunyai untuk lebih dari sebuah politik dan status
yang berkenaan dengan hukum; itu juga adalah sebuah peran sosial.” (Cesar Birzea, 2002)
Definitions of citizenship
T. H. Marshall (1950)
CITIZENSHIP IDENTITY AND SOCIAL INEQUALITY
Gabriel de la Paz :IFE
T.
H. Marshall (1950) defined citizenship as ‘full membership of a
community’. According to him, citizenship is constituted by three
elements: civil, political and social (which are resumed in the
following scheme)
Citizenship Element
|
Definition
|
Innstitusions more closely associated
|
Civil Rights
|
Rights
necessary for individual freedom liberty of the person, freedom of
speech, thought and faith, the right to own property and to conclude
valid contracts, and the right to justice
|
Courts of justice
|
Political Rights
|
Right
to participate in the exercise of political power, as a member of a
body invested with political authority or as an elector of the members
of such a body
|
Parliament and
councils of local
government
|
Social rights
|
The right to a modicum of economic welfare
and security
|
Educational system
and social services
|
Komentar
Kewarganegaraan
yang digambarkan sebagai kaanggotaan penuh dari suatu masyarakat
,menurut dia adalah kewarganagaraan didasarkann oleh tiga unsur yaitu :
Sipil, Politik, Sosial yang dilanjutkan dengan rencana berikut :
Elemen kewarganegaraan
|
Definisi
|
Institusi yang dihubungkan
|
Hak Sipil
|
Hak
yang penting bagi kebebasan yang individu, kebebasan orang, kebebasan
untuk berbicara dan memeluk kepercayaan, hak untuk memiliki harta
benda dan untuk membuat perjajian yang sah, dan hak untuk keadilan
|
Pengadilan
|
Hak politik
|
Hak-hak
untuk mengambil bagian di dalam kekuasaan politis, sebagai anggota
dari satu badan dengan menginvestasikan otoritas politis atau sebagai
satu pemilih anggota-anggota dari badan seperti itu.
|
Parlemen dan dewan perwakilan daerah
|
Hak Sosial
|
Hak dalam jumlah kecil dari kesejahteraan ,ekonomi dan keamanan.
|
Sistem pendidikan dan pelayanan masyarakat
|
Definitions of citizenship
Gould, J. & Koib, W.L. eds. (1964).
A Dictionary of the Social Sciences.
New York: The Free Press
Gould
and KoIb (1964:88) defined citizenship as a ‘relationship existing
between a natural person and political society, known as a state, by
which the former owes allegiances and the latter protection.’
Komentar
Gould
dan KoIb menggambarkan kewarganegaraan sebagai suatu ‘hubungan yang ada
antara orang dan masyarakat politik secara alami, yang dikenal sebagai
suatu negara, dimana pembentuk berhutang kepada kesetiaan-kesetiaan dan
perlindungan.’
Definitions of citizenship
Heywood (1950)
CITIZENSHIP IDENTITY AND SOCIAL INEQUALITY
Gabriel de la Paz :IFE
A
“citizen” is a member of a political community, which is defined by a
set of rights and obligations. “Citizenship therefore represents a
relationship between the individual and the state, in which the two are
bound together by reciprocal rights and obligations” (Heywood 1994:155).
Komentar
“
warganegara” adalah satu anggota dari satu masyarakat politis, yang
digambarkan oleh satu kumpulan hak dan kewajiban. oleh karena itu
“Kewarga negaraan” merepresentasikan satu hubungan antar setiap dan
status, di mana keduanya terikat bersama-sama oleh timbal balik hak dan
kewajiban” (Heywood 1994:155).
Citizenship
Fachruddin. (2005).
Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in Indonesia.
Dissertation at University of Pittsburgh: Not published.
Citizenship
refers to an identity or an attribute that encourages individuals to
think of themselves as being part of a society or a state. Citizenship
is also a fundamental identity that helps situate individuals in society
(sense of citizenship) (Hindess, 2003; Lister, Smith & Middleton,
2003). Citizenship is also a status (full membership of a state)
conferred by nation states, which carries rights (the horizontal aspect)
and responsibilities or consequences (the vertical aspect) (Osler &
Starkey, 2002; Zilbershats, 2002: 3). Fachrudin (2005:3 1)
Komentar
Dengan
mengutip beberapa pendapat. Fachrudin mengemukakan bahwa
kewarganegaraan mengacu pada satu identitas atau atribut yang mendorong
individu untuk berpikir tentang diri mereka sebagai bagian dan suatu
masyarakat atau suatu negara. Kewarganegaraan adalah juga suatu
identitas fundamental yang membantu individu di dalam masyarakat
(perasaan kewarganegaraan). Kewarganegaraan adalah juga suatu status
(keanggotaan penuh dan suatu negara) yang dirundingkan oleh negara
bangsa, yang membawa hak-hak (aspek horisontal) dan tanggung jawab atau
konsekuensi- konsekuensi (aspek vertikal)
Active citizenship
Bryony Hoskins
Report of from the
Active Citizenship for Democracy conference
Participation
in civil society, community and or political life, characterised by
mutual respect and non-violence and in accordance with human rights and
democracy.
Komentar
Partisipasi
masyarakat sipil di dalam, komunitas dan atau kehidupan politik, oleh
karakteristik timbal balik menghormati dan tidak melakukan kekerasan di
dalam persetujuan dengan hak asasi manusia dan demokrasi (Bryony
Hoskins)
Citizenship Participation
Lister (1998:228)
John Gaventa and Camilo Valderrama
Participation,
Citizenship and Local Governance Background note prepared for workshop
on .Strengthening participation in local governance.
Institute of Development Studies, June21-24, 1999
….Citizenship
as participation can be seen as representing an expression of human
agency in the political arena, broadly defined; citizenship as rights
enables people to act as agents. (Lister 1998:228: Gaventa and Valderrama:1999;4).
Komentar
Keikutsertaan sebagai warganegara dapat
dilihat seperti mewakili satu ungkapan manusia sebagai agen di dalam
gelanggang politis yang dengan luas menggambarkan kewarganegaraan
sebagai hak memberdayakan orang-orang untuk bertindak sebagai agen.
Citizen Participation
D.Agostino, Maria J. (2006).
Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program.
Center For Civic Engagement. Park University International
Citizen
participation is fundamental to democratic governance. The problem has
been addressed in the citizen participation literature in a myriad of
ways. Including the use of technology to involve citizens in the
decision making process. (D’Agostino, 2006:2)
Komentar
Partisipasi
warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang
demokratis Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara
dalam banyak cara. Termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk
melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan.
Conceptions of Citizenship
Osborne, Kenneth et al. (1999).
“Citizenship Education: An Introduction to Citizenship Education.”
The Centre for Canadian Studies at Mount Allison University.
Most
experts agree that citizenship involves a number of interrelated
skills, beliefs and actions. Osborne identifies five elements that
constitute citizenship and that influence outcomes typically represented
in curriculum. These elements are described in the chart on the
following page. (Osborne, Kenneth et al., 1999).
Element of Citizenship
Nation consciousness or identity
|
Political literacy
|
Observance of right and duties
|
Values
|
General intellectual skills
|
· Sense of identity as a national citizen
· Awareness of multiple identieties such as regional culture, ethnis, religious, class, gender
· Sense of global or word citizenship
|
· Knowledge of the political, legal and social institutions of one’s country
· Understanding of key political and social issue
· Necessary skills and knowledge for effective political participation
|
· Understanding and belief in basic rights and duties of citizenship
· Understanding of how to deal with and if possible resolve conflicts
|
· Understanding of sociental values
· Knowledge and skills to deals with conflicting values in acceptable ways
|
· Literacy and intelctual competence
|
In
Osborne’s view, global citizenship is part of national identity, in
which students come to see themselves as members of a world community
and learn to balance the claims of nation against claims that transcend
national boundaries.
Komentar
Para
ahli setuju bahwa kewarganegaraan melibatkan sejumlah keterampilan yang
saling berhubungan, kepercayaan dan tindakan-tindakan. Osborne
mengidentifikasi lima unsur-unsur yang melembagakan kewarganegaraan dan
mempengaruhi hasil-hasil yang pada umumnya mewakili dalam kurikulum.
Unsur-unsur itu sebagaimana tergambar dalam tabel di atas.
Dalam
pandangan Osborne, kewarganegaraan global adalah bagian dan kepribadian
nasional, di mana para siswa datang untuk melihat din mereka sebagai
anggota suatu masyanakat dunia dan belajar untuk menyeimbangkan
klaim-klaim tentang bangsa terhadap klaim-klaim bangsa lintas nasional.
Citizen and Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Centry: Sefting the Context.
London: Kogan Page
A
citizen was defined as ‘a constituent member of society’. Citizenship,
on the other hand, was said to be ‘a set of characteristics of being a
citizen’. And finally, citizenship education, the underlying focal point
of the study, was defined as ‘the contribution of education to
development of those characteristics of being a citizen’. (Cogan and Derricott, 1998:13)
Komentar
Warganegara
adalah anggota suatu masyarakat. kewarganegaraan adalah seperangkat
karakteristik yang terdapat dalam warganegara. Dan pendidikan
kewarganegaraan adalah kontribusi pendidikan untuk mengembangkan
karakteristik-karakteristik untuk menjadi warganegara.
Attributes of Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context.
London: Kogan Page
The
five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the
enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding
obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs,
and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed
through a wide variety of institutions, both governmental and non
governmental, including the media, but they are usually seen as a
particular responsibility of the school. Citizenship education, in the
broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3)
Komentar
Secara konseptual, seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: 1 ) jati diri, 2) kebebasan untuk menikmati hak tertentu, 3) memenuhi kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan, 4) keterlibatan dalam urusan publik, 5 )
tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya
disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun non
pemenintahan. termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat
sebagai bagian dan tanggung jawab sekolah. Pendidikan kewarganegaraan,
dalam pengertian yang luas, adalah tugas yang penting di dalam semua
masyarakat masa ini.
Karakteristik Warganegara Abad 21
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context.
London: Kogan Page
Eight citizens characteristic
1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society
2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society
3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences
4. the capacity to think in a critical and systemic way
5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner
6. the willingness to change ones lifestyle and consumption habits to protect the environment
7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg. rights of women. ethnic minorities. etc), and
8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels (Cogan and Derricott, 1998:115)
Komentar
Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global
2. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat
3. Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya
4. Kemampuan berpikir kritis dan sistematis
5. Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb
6. Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan
7. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan
8. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional
Multidimensional Citizenship
Patricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya
Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115
Multidimensional
citizenship, this term is intended to describe the complex,
multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education
that will be needed if citizens are to cope with the challenges.
(1999:115)
Komentar
Kewarganegaraan
multudimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas,
konseptualisasi bersegi banyak dan kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dan tantangan.
Multidimensional Citizenship
Cogan, JJ.& Derricott, 1998 ;
Citizenship For The 21st Century, London: Kogan Page Limited.
Thus
the central recommendation emerging from this study is that future
education policy must be based upon a conception of what we describe as
multi dimensional citizenship appropriate to the needs and demeus of the
early part 21 century. This conception must permeate all aspects of
education, included curriculum and pedagogy, governance and
organization, and school community relationships. (Cogan&Derricot,1998:11)
Komentar
Rekomendasi
yang disampaikan oleh pusat studi adalah masa depan kebijakan Bidang
pendidikan, yaitu harus disesuaikan dengan konsepsi dan jenis yang kita
sebut multi dimensional Konsepsi ini barus menyebar keseluruh áspek
pendidikan yang mencakup kurikulum dan pengajaran, pemerintahan,
organisasi
Dimension of Multidimensional Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Sefting the Context.
London: Kogan Page
The
four dimensions embodied in our conceptualization of multidimensional
citizenship are personal, social, temporal and spatial. (Cogan and Derricott, 1998:11).
Komentar
Dalam
pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional
dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan
spatial.
Dimentions of Multidimensional Citizenship
Kubow, P. Grossman, D. & Ninomiya, A. (1998).
‘Multidimensional Citizenship: Educational Policy for the 21st Century’,
in J.J. Cogan & R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An international
Perspective on Education,
Kogan Page, London, pp. 115-1 34.
Kubow,
Grossman and Ninomiya (1998) argued that only a citizenship education
that encompasses four interrelated dimensions, namely personal, spatial,
social and temporal, will equip students to meet the challenges of the
twenty-first century.
Komentar
Kubow,
Grossman dan Ninomiya berpendapat bahwa hanya Pendidikan
Kewarganegaraan yang meliputi empat dimensi yang saling berhubungan,
yakni personal, spatial, sosial dan temporal, akan mempersiapkan siswa
dalam menghadapi tantangan abad ke-21.
Dimensions of citizenship
Citizenship (Stanford Encyclopedia of Philosophy)
(Cohen 1999; Kymlicka and Norman 2000; Carens 2000)
First published Fri 13 Oct, 2006
The
concept of citizenship is composed of three main elements or
dimensions. The first is citizenship as legal status, defined by civil,
political and social rights. Here, the citizen is the legal person free
to act according to the law and having the right to claim the law's
protection. It need not mean that the citizen takes part in the law's
formulation, nor does it require that rights be uniform between
citizens. The second considers citizens specifically as political agents, actively participating in a society's political institutions. The third refers to citizenship as membership in a political community that furnishes a distinct source of identity
Komentar
Konsep dari kewarga negaraan adalah terdiri atas tiga dimensi atau unsur-unsur utama. Pertama adalah
kewarga negaraan sebagai kedudukan hukum, yang digambarkan oleh hak
sosial, sipil dan politis. Di sini, warganegara adalah orang hukum yang
di bebaskan untuk bertindak secara hukum dan mempunyai hak untuk
menikmati pengakuan, perlindungan hukum. Itu tidak berarti
perlu bahwa warganegara ambil bagian dalam perumusan hukum, atau pun
itu memerlukan bahwa adalah hak yang seragam antara warganegara. Yang kedua
mempertimbangkan warganegara secara rinci sama agen politis, dengan
aktip mengambil bagian dalam suatu institusi-institusi politis
masyarakat. Yang ketiga mengacu pada kewarga negaraan
sebagai keanggotaan dalam suatu masyarakat politis yang melengkapi satu
sumber terpisah dari identitas. (Cohen 1999; Kymlicka dan Norman 2000; Carens 2000).
Global Citizen
Louise Douglas. (2002).
“Global Citizenship”. Citizenship Update Institute for Citizenship.
Available at: www.citizen.org.uk/education/resources/html
At
Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is
an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young
people make sense of the world and to develop not only knowledge and
understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global
citizen as someone who:
1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen
2. respects and values diversity
3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally
4. is outraged by social injustice
5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global
6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place
7. takes responsibility for their actions
Komentar
Pada
pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan
global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru
untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak
hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap.
Kita memandang warganegara global sebagai orang yang:
1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dan peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia
2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman
3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan
4. menolak ketidakadilan sosial
5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat local sampai global
6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut
7. bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka
Global Citizenship
Banks, James A. (2004).
Teaching for Multicultural Literacy, Global Citizenship, and Social Justice.
(Parts
of this paper are adapted from: James A. Banks, “Introduction:
Democratic Citizenship Education in Multicultural Societies.” In James
A. Banks (Editor). Diversity and Citizenship Education Global
Perspectives (pp. 3-15). San Francisco: Jossey-Bass, 2004; and from
James A. Banks, “Teaching Literacy for Social Justice and Global
Citizenship,” Language Arts 81(1) September2003, pp. 18-19)
Citizenship
education should help students develop thoughtful and clarified
identifications with their cultural communities and their nation-states.
It should also help them to develop clarified global identifications
and deep understandings of their roles in the world community. Students
need to understand how life in their cultural communities and nations
influences other nations and the cogent influence that international
events have on their daily lives.
Komentar
Pendidikan
Kewarganegaraan perlu membantu para siswa mengembangkan pengetahuan dan
identifikasi yang jelas tentang masyarakat, budaya dan negara bangsa
mereka. Hal tersebut diperlukan
untuk menolong mereka dalam mengembangkan identifikasi global dan
pemahaman mendalam tentang peran mereka dalam masyarakat dunia. Para
siswa perlu memahami bagaimana hidup di dalam masyarakat budaya mereka
dan pengaruh satu negara terhadap negara lain serta keyakinan bahwa
kejadian internasional itu berakibat pada hidup mereka sehari-hari
Civic Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship
or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation
of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in
particular, the role of education (through schooling, teaching and
learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2)
Komentar
Pendidikan
kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan
generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai
warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya
persekolahan, pengajaran. dan belajar dalam proses penyiapan warganegara
tersebut.
Civic Education
Branson, Margaret S. (1998).
The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position
Paper from the Communitarian Network. Washington, DC: Center for Civic Education
Civic
Education is an important component of education that cultivates
citizens to participate in the public life of a democracy, to use their
rights and to discharge their responsibilities with the necessary
knowledge and skills. American schools have advanced a distinctively
civic mission since the earliest days of this Republic. It was
immediately recognized that a free society must ultimately depend on its
citizens, and that the way to infuse the people with the necessary
qualities is through education. As one step of this education process,
higher education has been assuming the mission to foster citizens with
the spirit to lead. The literature on this contribution, and civic
education in general, is characterized by its broad time range, its
composition of diverse voices from all kinds of participating social
units (from individual to government), and the existence of rich
international and comparative studies. (Branson, 1998)
Komentar
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah satu komponen pendidikan yang penting yang
mengajarkan warganegara untuk mengambil bagian dalam kehidupan demokrasi
publik, untuk menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan
tanggungjawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan.
Sekolah-sekolah Amerika sejak awal Republik ini telah mengedepan suatu
misi kewarganegaraan dengan jelas. Suatu masyarakat yang bebas
bergantung pada para warganegaranya, dan cara untuk menghasilkan
penduduk yang berkualitas adalah pendidikan. Sebagai bagian dan tahap
proses pendidikan, pendidikan tinggi mempunyai misi untuk membantu
perkembangan para warganegara dengan semangat untuk memimpin. Literatur
yang berkontribusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum, ditandai
oleh cakupan waktu yang luas, terdini atas komposisi suara yang berbeda
dan partisipasi bermacam-macam unit sosial (dan individu ke
pemenintah), dan keberadaan sumber dan studi internasional.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Centerfor Civic Education.
Civic
education in a democratic is education in self-government.
Self-government means active participation in self-governance, not
passive acquiescence in the actions of others.(Quigley and Bahmueller,
1991 :3)
Komentar
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan dalam pemerintahan otonom,
Pemerintahan otonom (sendiri) berarti keikutsertaan aktif di dalam
pemerintahan sendiri, bukan persetujuan pasif dalam tindakan-tindakan
orang lain.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
No
one’s civic potential can be fulfilled without forming and maintaining
an intention to pursue the common good; to protect individuals from
unconstitutional abuses by government and from attacks on their rights
from any source, public or private; to seek the broad knowledge and
wisdom that informs judgment of public affairs; and to develop the skill
to use that knowledge effectively. Such values, perspectives,
knowledge, and skill in civic matters make responsible and effective
participation possible. Fostering these qualities constitutes the
mission of civic education. (Quigley and Bahmueller, 1991:3)
Komentar
Tak
satupun potensi kewarganegaraan dapat dipenuhi tanpa pembentukan dan
pemeliharaan terhadap fiat untuk mengejar kebaikan urnum: perlindungan
individu dan pelecehanpelecehan oleh pemerintah dan dan serangan atas
hak-hak mereka dan setiap sumber, publik atau pribadi; untuk mencani
pengetahuan dan kebijaksanaan yang luas yang menginformasikan penilaian
publik affairs; dan untuk mengembangkan keterampilan dalam menggunakan
pengetahuan itu secara efektif. Nilai-nilai seperti itu, perspektif,
pengetahuan, dan keterampilan dalam hal kewarganegaraan membuat
kemungkinan partisipasi yang bertanggungjawab dan efektif. Mengembangkan
kualitas ini merupakan misi Pendidikan Kewarganegaraan.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
Virtue
is the principle of republican government... Virtue in a republic is
love of one’s country, that is, love of equality. It is not a moral
virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in
Quigley and Bahmueller, 1991:11)
Komentar
Kebajikan
adalah prinsip dan pemerintahan republik. . . kebajikan dalam republik
adalah cinta dan negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu
kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
In the CIVITAS curriculum framework, civic virtue is described in terms of civic dispositions and civic commitment.
1. Civic
dispositions refer to those attitudes and habits of mind of the citizen
that are conducive to the healthy functioning and common good of the
democratic system.
2. Civic
commitments refer to the freely given, reasoned commitments of the
citizen to the fundamental values and principles of American
constitutional democracy. (Quigley and Bahmueller, 1991:11)
Komentar
Di dalam kerangka kurikulum CIVITAS, kebajikan kewarganegaraan digambarkan dalam istilah disposisi dan komitmen kewarganegaraan.
1. Disposisi
kewarganegaraan mengacu kepada sikap dan kebiasaan-kebiasaan pikiran
dan warganegara yang berfungsi bagi sistem demokrasi yang sehat dan
kebaikan umum dan.
2. Komitmen
kewarganegaraan mengacu kepada kebebasan yang diberikan, komitmen yang
rasional dan warganegara terhadap nilai fundamental dan prinsip-prinsip
demokrasi konstitutional Amerika.
Civic Education
United Nations Development Programme
Bureau for Development Policy
Democratic Governance Group
Civic Education is generally understood to comprise three elements: civic disposition, civic knowledge and civic skills.
Civic disposition involves citizens:
• Developing confidence to be able to participate in civic life
• Participating in civic life
• Assuming the roles, rights and responsibilities usually associated with citizenship* in democratic systems
• Being open, tolerant and responsible in exercising their rights and responsibilities
Civic knowledge means citizens:
• Understand their political and civic context
• Know their social and economic rights as well as their political and civil rights
• Understand the roles, rights and responsibilities of citizenship
Civic skills involve citizens:
• Acquiring the ability to explain, analyze, interact, evaluate, defend a position, and monitor processes and outcomes
• Using knowledge for informed participation in civic and political processes
Komentar
Pendidikan
kewarganegaraan adalah secara umum untuk dipahami meliputi tiga unsur:
disposisi kewarganegaraan, ketrampilan kewarganegaraan dan pengetahuan
kewarganegaraan.
Disposisi kewarganegaraan ( civic disposition ) melibatkan warganegara:
· Mengembangkan keyakinan untuk mampu mengambil bagian di dalam hidup kewarganegaraan
· Mengambil bagian di dalam hidup kewarganegaraan
· Mengumpamakan peran, hak dan tanggung-jawab yang pada umumnya berhubungan dengan kewarga negaraan di dalam sistem demokratis
· Menjadi terbuka, toleran dan bertanggung jawab dalam melatih hak dan tanggung-jawab mereka
Pengetahuan kewarganegaraan ( civic knowledge ) berarti warganegara:
· Memahami politis mereka dan konteks kewarganegaraan
· Mengetahui hak sosial dan ekonomi mereka seperti juga politis mereka dan hak-hak warga negara
· Memahami peran-peran, tanggung-jawab dan hak dari kewarga negaraan
Ketrampilan kewarganegaraan ( civic skills) melibatkan warganegara:
· Memperoleh
kemampuan untuk meneliti, menjelaskan, saling berhubungan,
mengevaluasi, mempertahankan satu posisi, dan memonitor dan memproses
hasil-hasil
· Menggunakan pengetahuan untuk keikutsertaan kewarganegaraan yang diberitahukan di dalam dan proses-proses politis
Civic Education
Jack Allen,1960,
dalam Somantri N.M. 2001: 263
“
Civic Education, property defined, as the product, of the entire
program of the school, certainly not simply of the social studies
program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has
an important function to perform, It confronts the young adolescent for
the first time in his school experience with a complete view of
citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic
context”.
Komentar :
PKN
didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan
program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran
tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting
untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik
pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh
terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam
suasana yang demokratis.
Civic Education
NCCS, 1994
Standard Curriculum for Social Studies Washington
…
the promotion of civic competence which is the knowledge, skill and
attitudes required of students to be able to assume the office of
citizen (NCCS, 1994:3)
Komentar :
Bahwa pendidikan kewarganegaraan yang secara tersurat diartikan sebagai pengemban civic competence atau kemampuan sebagai warganegara yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi
Civic Participation
Program: HUMAN RIGHTS
DEMOCRACY AND HUMAN RIGHTS FUNDS PROGRAM CRITERIA
Definition: Strengthen the legal, regulatory, institutional, and information environment which protects and enables the growth in associational life and the development of independent and sustainable civil society organizations (CSOs). Build the capacity of civil society organizations to act as agents for reform and support their participation in democratic decision-making through articulating and representing their members’ interests, engaging in service delivery, and advocating for issues which become part of the public agenda and are reflected in public policies. Encourage the strengthening of a civic culture which supports democratic institutions and processes, active participation in political and civic life, and the civic virtues of tolerance, pluralism, compromise, trust, and respect for individual rights, including gender equality.
Komentar
Definisi:
Memperkuat hukum, yang kelembagaan , pengatur, dan lingkungan informasi
yang melindungi dan memberdayakan pertumbuhan di dalam hidup hubungan
dan pengembangan bebas dan organisasi-organisasi masyarakat sipil dapat
(CSOs). Membangun kapasitas organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk
bertindak sebagai agen-agen untuk perubahan dan mendukung keikutsertaan
mereka di dalam pengambilan keputusan demokratis melalui melafalkan dan
mewakili minat anggota mereka, mulai bekerja melayani penyerahan, dan
mendukung untuk isu-isu yang menjadi bagian dari agenda publik dan
dicerminkan di muka umum melalui kebijakan-kebijakan. Mendorong
memperkuat satu kultur kewarganegaraan yang mendukung
institusi-institusi demokratis dan proses-proses, keikutsertaan aktip di
dalam politis dan hidup kewarganegaraan, dan kebaikan-kebaikan
kewarganegaraan dari toleransi, pruralisme kompromi, kepercayaan, dan
menghormati untuk hak yang individu, termasuk persamaan jenis kelamin.
The Reason and Aim Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
The
first and primary reason for civic education in a constitutional
democracy is that the health of the body politic requires the widest
possible civic participation of its citizens consistent with the public
good and the protection of individual rights. The aim of civic education
is therefore not just any kind of participation by any kind of citizen;
it is the participation of informed and responsible citizens, skilled
in the arts of deliberation and effective action. (Quigley and Bahmueller, 1991:3).
Komentar
Alasan
pertama dan utama untuk Pendidikan Kewarganegaraan dalam demokrasi
konstitutional adalah bahwa negara hukum yang sehat memerlukan
partisipasi warganegara yang luas, yang konsisten dengan warganegara
yang baik dan perlindungan hak-hak individu. Tujuan dan Pendidikan
Kewarganegaraan tidak hanya segala hal partisipasi warganegara; tetapi
keikutsertaan para warganegara secara bertanggung jawab, terampil dalam
kesabaran dan tindakan efektif.
Global Trends in Civic Education
Patrick, J.J. (1997). ‘Global Trends in Civic Education for Democracy’.
ERIC Clearing for Social StudieslSocial Science Education,
Patrick
(1997) proposed nine global trends that have broad potential for
influencing citizenship education in the constitutional democracies of
the world. They are:
(1) Conceptualising
of citizenship education in terms of the three interrelated components
of civic knowledge, civic skills and civic virtue.
(2) Systematic teaching of core concepts about democratic governance and citizenship.
(3) Analysis of case studies by students to apply core concepts or principles.
(4) Development of decision-making skills.
(5) Comparative and international analysis of government and citizenship.
(6) Development of participatory skills and civic virtues through cooperative learning activities.
(7) The use of literature to teach civic virtues.
(8) Active learning of civic knowledge, skills and virtues.
(9) The connection of content and process in teaching and learning of civic knowledge, skills and virtues.
Komentar
Patrick
(1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas
biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam
negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional.
Kecenderungan yang dimaksud adalah:
1. Konseptualisasi
pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling
berhubungan - pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan
dan kebaikan kewarganegaraan.
2. Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis.
3. Analisa dan studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsepkonsep inti.
4. Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan.
5. Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan.
6. Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif.
7. Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan.
8. Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan.
9. Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan.
Civic and Citizenship Education
Cogan, J.J. (1999).
Developing the Civic Society: The Role of Civic Education.
Bandung: CICED.
Civic Education
.. the foundation course work in school designed to prepare young
citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Citizenship Education or Education for Citizenship
“. . . both these in school experiencess as well as out of school or
non formalAn formal learning which takes place in the family, the
religious organization. community organizations, the media. etc which
help to shape the totality of the citizen”. (Cogan, 1999:4)
Komentar
Civic
Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang
untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat
berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship
digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang Iebih luas yang
mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan
lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau
keutuhan sebagai warganegara.
Citizenship Education
Cogan, J.J. (1998).
‘Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context’,
in J.J. Cogan and R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An International
Perspective on Education,
Kogan Page, London, pp. 1—20.
Citizenship
education has been described as ‘the contribution of education to the
development of those characteristics of being a citizen’ (Cogan
1998:13), and the ‘process of teaching society’s rules, institutions,
and organizations, and the role of citizens in the wellfunctioning of
society’ (Villegas-Reimer 1997:235).
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan digambarkan sebagai ‘kontribusi pendidikan untuk pengembangan
karakteristik-karakteristik warganegara (Cogan 1998:13), dan ‘proses
tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan
organisasi-organisasi, dan peran warganegara dalam masyarakat yang
berfungsi secara baik’.
The Purpose of Citizenship Education
The Purpose of Citizenship Education
Qualifications and Curriculum Authority. (1998).
Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools: Final Report of
the Advisory Group for Citizenship. (Chair: Bernard Crick).
London: QCA.
the
purpose of citizenship education in schools and colleges is to make
secure and to increase the knowledge, skills and values relevant to the
nature of participative democracy; also to enhance the awareness of
rights and duties, and the sense of responsibilities needed for the
development of pupils into active citizens.
Komentar
Tujuan
pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
adalah untuk memberikan kenyamanan dan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan-ketrampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat
demokrasi partisipatif; juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, dan perasaan tanggung jawab yang diperlukan untuk
pengembangan para siswa menjadi warganegara aktif.
A Continuum of Citizenship Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship
is conceptualised and contested along a continuum, which range from a
minimal to a maximal interpretation (Mc Laughliin, 1992). Minimal:
Thin, Exclusive, Elitist, Civics education, Formal, Content led,
Knowledge based, Didactic transmission, Easier to achieve, and measure
in practice. Maximal: Thick, Inclusive, Activist,
Citizenship education, Participative, Process led, Values based,
Interactive interpretation, More difficult to achieve, and measure in
practice. (Kerr, 1999:14)
Komentar
Pendidikan
Kewarganegaraan minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi
aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat
formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan. Menitikberatkan
pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Pendidikan
Kewarganegaraan maksimal, didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai
aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat. kombinasi pendekatan
formal dan informal, dilabeli citizenship education, menitikberatkan
pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di
dalam maupun di luar kelas. Hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur
karena kompleksnya hasil belajar.
Approaches to Citizenship Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship education comprises three approaches:
1. Education ABOUT
citizenship focuses on providing students with sufficient knowledge and
understanding of national history and the structures and processes of
government and political life.
2. Education THROUGH
citizenship involves students learning by doing, through active,
participative experiences in the school or local community and beyond.
This learning reinforces the knowledge component.
3. Education FOR
citizenship encompasses the other two strands and involves equipping
students with a set of tools (knowledge and understanding, skills and
aptitudes, values and dispositions) which enable them to participate
actively and sensibly in the roles and responsibilities they encounter
in their adult lives. This strand links citizenship education with the
whole education experience of students. (Kerr, 1999:15-16)
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan
1. Pendidikan TENTANG
kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa
dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan
struktur-struktur dan proses-proses dan pemenintah dan kehidupan
politik.
2. Pendidikan MELALUI
kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar
dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif,
berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses
belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen
pengetahuan.
3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan
mencakup kedua pendekatan (1 dan 2) yang menitikberatkan pada proses
memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman,
keterampilan dan sikap, nilai-nilai dan disposisi-disposisi) yang
memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam
peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka.
Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan
pengalaman pendidikan para siswa.
Framework for Citizenship Education
Quigley, C.N. Buchanan Jr. J.H. & Bahmueller, C.F. eds. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Center for Civic Education: Calabasas.
The
Center for Citizenship Education of the United States of America
proposed the three interrelated components of civic virtues, civic
knowledge and civic skills as the aims and/or framework for citizenship
education. (Quigley, Buchanan Jr., and Bahmueller, 1991).
1. Civic virtues
consists of the traits of character, disposition, and commitments
necessary for the preservation and improvement of democratic governance
and citizenship. Examples of civic virtues are individual
responsibility, self-discipline, integrity, patriotism, toleration of
diversity, patience and consistency, and compassion for others.
Commitments include, a dedication to human rights, equality, the common
good, and a rule of law.
2. Civic knowledge covers
fundamental ideas and information that learners must know and use to
become effective and responsible citizens of a democracy. Civic
knowledge normally includes types and systems of government, politics,
political institutions and processes and the role of citizens in
relation to the governance.
3. Civic skills
include the intellectual skills required to understand, compare,
explain and evaluate various principles and practices of government and
citizenship. They also include the participatory skills that enable
citizens to monitor and influence public policies (Quiqley 2000).
Komentar
The
Center for Citizenship education Amerika Serikat mengusulkan tiga
komponen yang saling berinterrelasi dan kebaikan kewarganegaraan,
pengetahuan kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai
tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan.
1. Kebaikan kewarganegaraan
terdiri dan ciri-ciri dan karakter, disposisi, dan komitmen yang
penting bagi pemeliharaan dan perbaikan pemerintahan dan kewarganegaraan
demokratis. Contoh-contoh dan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan
adalah tanggung jawab individu, disiplin din, integritas, patriotisme,
toleransi dalam keragaman, kesabaran dan konsistensi, dan rasa kasihan
untuk yang lain. Komitmen-komitmen termasuk, suatu pengabdian terhadap
hak azasi manusia, persamaan, kebaikan umum, dan aturan hukum.
2. Pengetahuan kewarganegaraan
meliput gagasan dan informasi pokok bahwa para pelajar harus mengetahui
dan terbiasa sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab
dalam suatu demokrasi. Pengetahuan kewarganegaraan secara normal
termasuk jenis-jenis dan sistem dan pemerintah, politik, lembaga
politik, dan proses dan peran dan para warganegara dalam hubungannya
dengan pemerintah.
3. Keterampilan kewarganegaraan
termasuk keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memahami,
membandingkan, menjelaskan dan mengevaluasi berbagai prinsip dan
praktek-praktek dan pemerinta h dan kewarganegaraan. Termasuk juga
keterampilan berpartisipasi yang memungkinkan warganegara untuk
memonitor dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik (Quiqley 2000).
The Aims andlor Framework for Citizenship Education
Quigley, Charles N, Buchanan Jr., and Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education
The
Center for Citizenship Education of the United States of America
proposed the three interrelated components of civic virtues, civic
knowledge and civic skills as the aims and/or framework for citizenship
education.(Quigley, Buchanan Jr., and Bahmueller, 1991).
Komentar
CCE
mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi — kebajikan,
pengetahuan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau
kerangka Pendidikan Kewarganegaraan.
The Purposes of Education for Citizenship
Osler, A. and Starkey, H. (1996).
Teacher Education and Human Rights.
London: David Fulton
Education
for citizenship is concerned with both the personal development of
students and the political and social development of society at local,
national and international levels. On a personal level, CE is about
integration into society. It is about overcoming structural barriers to
equality: challenging racism and sexism in institutions, for instance …
on political and social level it is about creating a social order that
will help provide security without the need for repression.
Komentar
Pendidikan
kewarganegaraan mempunyai kaitan dengan pengembangan pribadi para siswa
dan pengembangan kehidupan politik dan sosial masyarakat tingkat lokal,
nasional dan internasional. Pada tingkat personal, Pendidikan
kewarganegaraan adalah menitikberatkan pada
pengintegrasian ke dalam masyarakat. hal tersebut dimaksudkan sebagai
upaya untuk menanggulangi penghalang-penghaIang struktural ke arah
persamaan: menentang rasisme dan sexism dalam institusi-institusi,
sebagai contoh... pada tingkat sosial dan politis adalah sekitar
menciptakan suatu tatanan sosial yang dapat membantu menyediakan
kenyamanan tanpa penindasan.
Effective Education for Citizenship
Advisory Group on Education and Citizenship and the Teaching of Democracy in
Schools. (1998).
Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools.
(Crick Report). London: QCA.
The
Citizenship Advisory Group defined effective education for citizenship’
as comprising three separate but interrelated strands. These are to be
developed progressively through a young person’s education and training
experiences, from pre-schoolto adulthood (DfEE. 1998:1 1—1 3) namely:
1. social and moral responsibility: ‘… children
learning from the very beginning se/f confidence and socially and
morally responsible behaviour both in and beyond the classroom, both
towards those in authority and towards each other. This strand acts as an essential pre-condition for the other two strands;
2. community involvement: ‘… learning
about and becoming helpfully involved in the life and concerns of their
communities, including learning through community involvement and
service to the community. This, of course, like the other two strands, is by no means limited to children’s time in school;
3. political literacy: ‘… pupils learning about, and how to make themselves effective in, public life through knowledge.
skills and values’. Here the term ‘public life’ is used in its broadest
sense to encompass realistic knowledge of, and preparation for,
conflict resolution and decision making, whether involving issues at
local, national, European or global level.
Komentar
Citizenship
Advisory Group menggambarkan pendidikan kewarganegaraan efektif’
berisikan tiga hal yang terpisah namun saling berhubungan. ini adalah
untuk dikembangkan melalui suatu pendidikan dan pelatihan orang muda,
mulai pra-sekolah sampai kedewasaan. yakni:
1. Tanggung jawab sosial dan moral:
‘...anak-anak belajar mulai dan kepercayaan diri, tanggung jawab sosial
dan moral baik dalam maupun di luar kelas, kedua-duanya ditujukan ke
arah pengembangan otoritas dan yang lainnya. Tahapan ini bertindak
sebagai satu prasyarat penting untuk dua tahapan yang lainnya;
2. Keterlibatan masyarakat:
‘...belajar tentang dan menjadi dengan bermanfaat melibatkan din di
dalam kehidupan dan consern dengan masyarakat-masyarakat mereka,
termasuk belajar keterlibatan dalam masyarakat dan layanan kepada
masyarakat. Hal ini, tentu saja, seperti dua hal yang lain, sama sekali
tidak dibatasi pada waktu anak-anak di sekolah;
3. Melek politik:
‘... para murid belajar tentang, dan bagaimana membuat diri mereka
efektif di dalam, pengetahuan hidup publik, keterampilan-keterampilan
dan nilai-nilai’. Di sini istilah hidup publik digunakan dalam
pengertian yang paling luas yang meliputi pengetahuan realistis, dan
persiapan untuk, resolusi konflik dan pengambilan keputusan, dengan
menyertakan isu-isu lokal, nasional, orang Eropa atau tingkatan global.
Democracy and Citizenship
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
The
concept of democracy and citizenship are complex and can, therefore,
not be encompassed within simple definitions. There are multiple version
of democratic citizenship and even these are changing over time, in
correspondence with social, economic, and political developments on
global and local levels. Thus the concept of democratic citizenship can
be depicted as being constantly under construction’ (Veldhuis, 1997). (Fachrudin, 2004:89)
Komentar
Konsep
demokrasi dan kewarganegaraan bersifat kompleks oleh karena itu, tidak
dapat diartikan dalam definisi yang sederhana. Terdapat multiversi
tentang kewarganegaraan demokratis dan bahkan ini selalu bertukar setiap
waktu, sesuai dengan pengembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik pada tingkat lokal maupun global. Dengan demikian konsep dan
kewarganegaraan demokratis dapat dilukiskan sebagai hal yang terus
menerus underconstruction’.
Education for Democratic Citizenship
Fachruddin. (2005).
Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in
Indonesia.
Dissertation at University of Pittsburgh
The notions of education for democracy may be classified into the following:
a. Developing people’s capabilities of thoughtful and responsible participation as democratic citizens in various spheres of life.
b. Providing
a set of core values of democracy or democratic attitudes such as
respect for reasonable differences, different viewpoints, and human
dignity, respect for minority rights, a caring attitude toward others,
justice, equality, participation, freedom as requirements of citizens in
order to create a democratic society.
c. Teaching how to use the concept of democracy in terms of a form of government especially, a democratic government.
d. Making
citizens ‘political’: citizens believe in, commit to, uphold, and carry
out fundamental democratic principles and become effective citizens or
politically literate. Fachrudin (2005:40)
Komentar
Dalam
melukiskan pendidikan untuk kewarganegaraan demokratis, para penulis
memberikan penekanan terhadap poin-poin yang berbeda. Pendidikan untuk
demokrasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Mengembangkan
kemampuan orang-orang tentang pengertian dan partisipasi yang
bertanggung jawab sebagai warganegara demokratis dalam berbagai
lapisanan kehidupan.
b. Menyediakan
satu set nilai-nilai inti demokrasi atau sikap-sikap demokratis seperti
penghargaan terhadap latar belakang yang berbeda, sudut pandang yang
berbeda, dan martabat manusia, penghargaan terhadap hak-hak minoritas,
kepedulian terhadap yang lain, keadilan, persamaan, partisipasi,
kebebasan sebagai prasyarat warganegara untuk menciptakan masyarakat
demokratis.
c. Pengajaran
bagaimana cara menggunakan konsep demokrasi dalam kaitannya dengan
bentuk pemerintahan, terutama pemerintahan yang demokratis.
d. Membuat
warganegara politis: para warganegara yang percaya akan, berkomitmen
terhadap, menegakkan, dan membangun prinsip demokrasi fundamental
warganegara yang efektif atau warganegara yang melek secara politik.
Education in and for Democracy and Human Rights
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
The
UN resolution declaring the decade for human rights education,
1995-2004 state I fuman rights education should involve more than
provision of information and should constitute a comprehensive life-long
process by which people at all levels of development and in all strata
of society learn respect for the dignity of others and the means and
methods of ensuring that respect in all societies. (United Nations,
1994, General Assembly Resolution 49/184).
Komentar
Resolusi
PBB menyepakati bahwa pendidikan hak azasi manusia perlu melibatkan
lebih dan sekedar informasi tetapi perlu melembagakan proses yang
menyeluruh dimana orang-orang pada semua tingkat pengembangan dan dalam
semua strata masyarakat belajar menghargai martabat orang lain dan
penghargaan dalam semua masyarakat.
Civic Education in a democracy
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education
A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Civic
education in a democracy is education in self government. Democratic
self government means that citizens are actively involved in their own
governance; they do not just passively accept the dictums of others or
acquiesce the demands of others. (Branson, 1998:3).
Komentar
Pendidikan
kewarganegaraan dalam demokrasi adalah pendidikan untuk mengembangkan
dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government).
Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warganegara aktif terlibat
dalam pemerintahan sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang
lain atau memenuhi tuntutan orang lain.
Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
Dennis
Banks. (2000). Notes that simply put, human rights education is all
learning that develops the knowledge, skills and values of human rights
Komentar
Dennis
Banks mengemukakan bahwa pendidikan hak azasi manusia adalah semua
pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai dan hak azasi manusia
Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University
Kohi Annan, secretary general of the united nations, in this message for human rights day 2000 asks:
Why
is human rights education so important? Because, as it says in the
constitution of the united uitions educational, scientific, and cultural
organisation (UNESCO), ‘since wars begin in the minds of men (sic), it
is in the minds of men that the defence of peace must be constructed’.
The more people know their rights, and the more they respect those of
others, the beffer the chance that they will live together in peace.
Only when people are educated about human rights can we hope prevent
human uights violations, and thus prevent conflict, as well (2000).
Komentar
Mengapa
pendidikan hak azasi manusia demikian penting? Sejak
peperangan-peperangan dimulai dalam pikiran orang (maka), ada pikiran
dan orang tentang pertahanan dan perdamaian yang harus dibangun. Semakin
banyak orang-orang mengetahui hak-hak mereka, dan semakin banyak mereka
menghormati hak yang lain, semakin baik kesempatan bahwa mereka akan
hidup bersama-sama secara damai. Hanya ketika orang-orang dididik
tentang hak azasi manusia kita dapat berharap mencegah
pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia, dan seperti itu juga mencegah
konflik,
Human Rights in Civic Education
Patrick, John J. (2006).
Human Rights in Civic Education.
Presented
to the Conference on Democracy Promotion and International Cooperation,
Sponsored by the Center for Civic Education and the Bundeszentrale fur
Politische
Bildung in Denver, Colorado, September 25-29, 2006
They are among the qualities needed to teach well about human rights in civic education.
First,
teach the idea of human rights within a framework of core concepts by
which representative democracy is defined and understood
internationally.
Second,
confront the complexity and controversy associated with defining,
using, and justifying the idea of human rights in a constitutional and
representative democracy.
Third,
examine the inevitable and ongoing conflict in every genuine
constitutional and representative democracy between majority rule and
minority rights.
Fourth, teach comparatively and internationally about human rights in a constitutional and representative democracy.
Fifth,
teach the civic dispositions and virtues that enable citizens to secure
equal protection for the human rights of everyone in their community
through the institutions of constitutional and representative democracy.
(Patric, John J, 2006:12)
Komentar
Terdapat kualitas yang diperlukan untuk mengajar hak azasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik.
Pertama,
Mengajarkan gagasan tentang hak azasi manusia dalam suatu kerangka
konsep inti dimana demokrasi perwakilan digambarkan dan dipahami secara
internasional.
Kedua,
Menghadapkan kompleksitas dan kontroversi dengan penjelasan,
penggunaan, dan pembenaran gagasan hak azasi manusia dalam demokrasi
konstitutional dan perwakilan.
Ketiga,
Menguji konflik berkelanjutan dan tak bisa terelakkan dalam setiap
demokrasi konstitutional dan perwakilan antara aturan mayoritas dan
hak-hak minoritas.
Keempat, Mengajarkan secara komparatif dan internasionaf tentang hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional perwakilan.
Kelima,
Mengajarkan disposisi dan kebajikan kewarganegaraan tentang perindungan
yang sama terhadap hak asasi manusia dan setiap orang di dalam
masyarakat melaui institusi dan demokrasi konstitusional dan perwakilan.
Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
Those
promoting Human Rights Education must focus on changing the language so
that people begin to use the word ‘human rights’ in their everyday
lives. In this way, the language of human rights will be incorporated
into our culture and thoughts. ... Only then will we be able to change
what is principally ‘a legal and constitutional law culture’ to a system
of laws and a constitution based on human rights. Only then will people
. . . see the need for Human Rights Education. (O’Brien (2000), in Dobozy B, Eva. (2004:119).
Komentar
Pendidikan
hak azasi manusia harus berfokus untuk mengubah bahasa sehingga
orang-orang mulai menggunakan kata ‘hak azasi manusia’ dalam
kehidupannya sehari-hari. Dengan cara ini, bahasa hak azasi manusia akan
menyatu dalam kultur dan pemikiran kita. ... setelah itu kita akan
mampu mengubah terutama ‘hukum dan konstitusi negara’ ke arah suatu
sistem hukum dan konstitusi yang berdasar pada hak azasi manusia. Baru setelah itu orang-orang . . . melihat kebutuhan akan Pendidikan Hak Azasi Manusia.
Human Rights Education
Davies, Lynn. (2000).
Citizenship Education and Human Rights Education: Key Concepts and Debates.
England: The British Council.
Human
rights education shall be defined as training dissemination and
information efforts aimed at the building of a universal culture of
human rights through the imparting of knowledge and skills and the
moulding of attitudes. (UN Decade for Human Rights Education Plan of Action). (Davies, 2000:6).
Komentar
Pendidikan
hak azasi manusia seyogyanya didefinsikan sebagai pelatihan dan
usaha-usaha informasi yang ditujukan untuk pembangunan suatu kultur
universal dan hak azasi manusia melalui pengetahuan dan keterampilan
serta penuangan sikap-sikap.
Multicultural Education
Banks, J. A., & McGee Banks, C. A. (Eds.). (1997).
Multicultural education: Issues and Perspectives (3rd ed).
Boston: Allyn and Bacon.
Multiculturalism
can be defined as, “A philosophical position and movement that deems
that the gender, ethnic, racial, and cultural diversity of a pluralistic
society should be reflected in all of the institutionalized structures
of educational institutions, including the staff, the norms, and values,
the curriculum, and the student body” (Banks & Banks, 1997: 435).
Komentar
Multikulturalisme
dapat digambarkan sebagai, Suatu posisi dan gerakan yang filosofis yang
menganggap bahwa gender, kesukuan, rasial, dan keanekaragaman budaya
dan suatu masyarakat plural harus dicerminkan di dalam semua lembaga
pendidikan, termasuk staf, norma-norma, nilai-nilai, kurikulum, dan
siswa’.
Epistemology Civic Education
Concluding remarks
CICED, 1999
“Civic
Education both as the intellectual and educational endeavors are accete
as the main vehicle as well as the essence of education for democracy”
Komentar:
“Dapat
dinilai sebagai landasan dan sekaligus sebagai parameter dasar dalam
pengembangan epistemology pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu
system pengetahuan terpadu”
Conceptions of Character
Lickona, Thomas. (1991).
Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility.
New York, NY: Bantam Books
“Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good (Lickona, 1991:51)
Much
of the debate about whether and how to teach for character is tied into
a debate about what “character’ means. Character can refer to:
1. personality traits or virtues such as responsibility and respect for others
2. emotions such as guilt or sympathy
3. social skills such as conflict management or effective communication
4. behaviours such as sharing or helping, or
5. cognitions such as belief in equality or problem-solving strategies.
Thomas
Lickona, describes character as “a reliable inner disposition to
respond to situations in a morally good way. Character so conceived has
three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
behaviour” (Lickona, 1991 :51).
Komentar
Menurut
Lickona, karakter baik terdiri dan mengetahui yang baik, menginginkan
yang baik, dan melakukan yang baik. Sebagian besar perdebatan sekitar
apa dan bagaimana mengajar karakter terikat pada suatu debat tentang apa
makna “karakter”. Karakter dapat mengacu pada:
1. ciri kepribadian atau kebaikan seperti tanggung jawab dan rasa hormat untuk yang lain
2. emosi seperti rasa bersalah atau simpati
3. keterampilan-keterampilan sosial seperti pengendalian konflik atau komunikasi efektif
4. perilaku-perilaku seperti sharing atau membantu, atau
5. pengamatan-pengamatan seperti kepercayaan di dalam persamaan atau strategi memecahkan masalah.
Thomas
Lickona, menguraikan karakter sebagai ‘suatu bagian dan disposisi yang
dapat merespon terhadap situasi-situasi yang secara moral balk. Karakter
mengandung tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral,
perasaan moral, dan perilaku moral” (Lickona, 1991 :51).
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education
A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Learning activities such as the following tend to promote character traits needed to participate effectively. For example:
1. Civility,
courage, self-discipline, persistence, concern for the common good,
respect for others, and other traits relevant to citizenship can be
promoted through cooperative learning activities and in class meetings,
student councils, simulated public hearings, mock trials, mock
elections, and students courts.
2. Self-discipline,
respect for others, civility, punctulality, personal responsibility,
and other character traits can be fostered in school and community
service learning projects, such as tutoring younger students, caring for
the school environment, and participating in voter registration drives.
3. Recognition
of shared values and a sense of community can be encouraged through
celebration of national and state holidays, and celebration of the
achievements of classmates and local citizens.
4. Attentiveness to public affairs can be encouraged by regular discussions of significant current events.
5. Reflection
on ethical considerations can occur when studnts are asked to evaluate,
take, and defend positions on issues that involve ethical
considerations, that is, issues concerning good and bad, rights and
wrong.
6. Civic
mindedness can be increased if schools work with civic organizations,
bring community leaders into the classroom to discuss issues with
students, and provide opportunities for students to observe and/or
participate in civic organizations. (Branson, 1998:15).
Komentar
Aktivitas
belajar yang dapat meningkatkan ciri-ciri karakter, dalam hal ini
termasuk di dalamnya nation and character building, antara lain adalah:
1. Sopan
santun, keperwiraan, disiplin pribadi, ketekunan, kepedulian terhadap
kepentingan umum, menghormati orang lain, dan sifat-sifat lain yang
berhubungan dengan kewarganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan
belajar yang kooperatif dan di dalam pertemuan-pertemuan kelas, dewan
pelajar, simulasi dengan pendengar publik, simulasi pemilu, simulasi
sidang pengadilan, dan mahkamah pelajar.
2. Disiplin
pribadi, menghormati orang lain, sopan santu, tepat waktu, tanggung
jawab pribadi, dan karakter-karakter lainnya dapat dipupuk di sekolah
dan proyek-proyek belajar pelayanan masyarakat, seperti membantu
mengajari siswa yang lebih muda, merawat Iingkungan sekolah, dan
partisipasi di dalam kepanitiaan pemilu.
3. Pengenalan
terhadap nilai-nilai bersama serta kepedulian terhadap masyarakat
sekitar dapat didorong melalui perayaan han-han libur nasional dan
negara bagian, serta perayaan atas prestasi yang telah dicapai oleh
teman sekelas ata warga setempat di sekitarnya.
4. Kepedulian
terhadap urusan-urusan publik dapat didorong melalui diskusi-diskusi
teratur mengenai pentingnya kejadian-kejadian aktual yang sedang
berlangsung.
5. Perenungan
mengenai masalah-masalah etis dapat terjadi manakala siswa dirninta
untuk mengevaluasi, mengambil atau mempertahankan suatu pendapat tentang
hal-hal yang melibatkan pertimbanga-pertimbangan etis, yakni isu-isu
mengenai baik buruk, benar salah.
6. Kepekaan
kewarganegaraan dapat ditingkatkan jika sekolah-sekolah bekerjasarna
dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan, mengundang para pemuka
masyarakat masuk ke kelas untuk mendiskusikan isu-isu yang sedang
berkembang dengan para siswa, serta menyediakan peluang bagi siswa untuk
mengamati Iangsung dan!atau berpartisipasi di dalam
organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Character
is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what
we do — and so the children around us know, they absorb and take stock
of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a
certain spirit, getting on with one another in our various ways. Coles
(dalam Branson, 1998:14)
Komentar
Pada
dasarnya, karakter adalah kepada siapa kita mengekspresikan perbuatan
kita, bagaimana kita hidup, apa yang kita kerjakan — dan demikianlah
anak-anak di sekitar kita mengetahuinya, merekapun kemudian menyerap dan
menyimpan hasil pengamatan mereka, yaitu — kita para orang dewasa ini
hidup dan melakukan sesuatu dengan spirit tertentu, bergaul satu sama
lain dengan berbagai cara.
Teaching of values
Williams, Mary M. (2000).
“Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues.”
Journal of Humanistic Counseling, Education and Development 39, 1, 32—40.
“…..
it is next to impossible to separate the teaching of values from
schooling itself; it is a part of schooling whether people are willing
to acknowledge it or not. The question ... is how the educator can
influence students’ character development effectively so that the impact
is positive. (Williams 2000:34)
Komentar
Hampir
tak mungkin untuk memisahkan pengajaran nilai dan pendidikan di
sekolah; hal itu merupakan suatu bagian dan pendidikan di sekolah apakah
orang-orang memiliki kemauan untuk mengakuinya atau tidak.
Pertanyaannya ialah bagaimana pendidik dapat mempengaruhi pengembangan
karakter siswa secara efektif sehingga berdampak positif
Civic Virtue
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). “Civic Theater for Civic Education”.
In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108)
Civic
virtues are the qualities of character and personal skills necessary to
make the exercise of citizenship meaningful Civic virtues give us the
capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our
duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. 2005:86).
Komentar
Kebajikan-kebajikan
kewarganegaraan adalah kualitas dan karakter dan
keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan
latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan
kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita. mempromosikan minat
kita dan kewajiban-kewajiban kita
Civic Virtue
(Quigley, dkk,1991:11)
Udin winataputra dan dasim budimansyah
Civic Education,(2007;221)
... the willingness of the citizen to set aside private interests and personal concerns for the sake of the common good (Quigley, dkk,1991:11)
Komentar
kemauan dari warganegara untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
CIVIC COMMITMENTS
Quigley, dkk(1991:11) dalam
Budimansyah&Winataputra (2007:60)
“…the
freely-given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental
values and principles of American constitutional democracy”.
Komentar
-Komitmen warganegara yang bernalar dan diterima dengan sadar terhadap nilai dan prinsip demokrasi konstitusional Amerika-
CIVIC DISPOSITIONS
Quigley, dkk(1991:11) dlm
Budimansyah&Winataputra (2007:60)
“…those
attitudes and habit of mind of the citizen that are conducive to the
healthy functioning and common good of the democratic systems”.
Komentar
-Sikap
dan kebiasaan bepikir warganegara yang menopang berkembangnya fungsi
sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi-
Individual competencies Civic Participation
Source: M. Ulrich, F. Oser, Participatory Experience and Individual
Competence, Strasbourg, Council of Europe, 1999, p.32.
Individual competencies for civic participation
self and social competencies
|
political competence
|
- dealing with emotional stress of others;
- positive self-concept;
- trust in personal influence;
- willingness to get involved;
- moral judgement;
- subjective security in social situations;
|
- political action;
- self-concept of political abilities;
- social responsibility;
- political knowledge.
|
Komentar
Kemampuan diri dan sosial
|
Kemampuan politis
|
· berhadapan dengan tekanan-tekanan emosional dari yang lain;
· konsep diri positif;
· percaya kepada pengaruh perorangan;
· kesediaan untuk mendapatkan melibatkan;
· penghakiman moral;
· keamanan subjektif di dalam situasi-situasi sosial;
|
· tindakan politis
· konsep diri dari kemampuan
· tanggung jawab sosial
· pengetahuan politis
|
Characteristics of Competent and Responsible Participation
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
Civic
education’s unique responsibility is not simply to increase
participation rates, but to nurture competent and responsible
participation. Such participation involves more than merely influencing
or attempting to influence public policy. Competent and responsible
participation must based upon moral deliberation, knowledge, and
reflective inquiry. (Quigley and Bahmueller, 1991:40)
Komentar
Tanggung
jawab khas Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk meningkatkan
rata-rata partisipasi, tetapi untuk memelihara partisipasi yang
bertanggungjawab dan kompeten. Partisipasi seperti melibatkan lebih dan
sekedar untuk mempengaruhi atau mencoba untuk mempengaruhi kebijakan
publik. Partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten harus berdasar
pada kesabaran moral, pengetahuan. dan reflektif inkuiri.
Basic Values and Civic Education
Thorleif Pettersson
Center for Multiethnic Research
Uppsala University-Norwey
A theory of citizenship education
As an introduction, a distinction can be made between political socialization and citizenship
education. The former can be seen as “unconscious social reproduction” and the latter as
“conscious social reproduction” (Guttman 1987: 15, Ichilov 2003: 645).
Komentar
Satu teori dari pendidikan Kewarganegaraan
Sebagai suatu pengenalan, satu pembedaan dapat dibuat antara sosialisasi politis dan pendidikan kewarga negaraan. dapat dilihat ketika Pembentukan “ reproduksi sosial yang tak sadar” dan belakangan ketika “reproduksi sosial bangkit”
( Guttman 1987: 15, Ichilov 2003: 645)
Good Governace
Dr. Muchtar Buchari
In, Civic education for Society (1999:29)
A
number of institusion have issued guidelines about the meaning of good
governances. The guidlene issued by the word bank in 1993 sets forth the
following five principles : (1) a strong participatory civil society,
(2) open practicable policy making, (3) an accountable executive, (4)a
professional bureaucracy, and (5) the rule of law.
Komentar
Pemerintah yang baik meliputi lima prinsip:
1. Partisipasi yang kuat dari masyarakat sipil
2. Pembuat kebijakan yang terbuka dan terprediksi
3. Eksekutif yang bertanggung jawab
4. Birokrasi yang professional
5. Aturan hukum
Values Education
Jennings, B & et al (1996)
Values on Cmapus, liberal education, 82 (1), 26-31
Two
models of values education are values-accros-the-curriculum, wich
assumes that values education is a responsibility for the institution’s
education programs as whole; and civic education, built on a conception
of the habits required for democratic citizenship
Komentar
Dua model pendidikan nilai yaitu nilai-nilai untuk kurikulum (pendidikan nilai meupakan tanggung jawab seluruh program pendidikan) dan pendidikan civic (yang membangun konsep kebiasaan kewajiban warga negara yang demokratis)
Fokus Kurikulum PKn Indonesia 1947 – 2004
Freddy K. Kalidjernih (2007)
Postcolonial Citizenship Education :
A Critical Analysis of Production and Reproduction of the Indonesia Civic ideal ;
Cakrawala Baru Kewarganegaraan (2007:3)
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
|
Fokus
|
Rencana Pelajaran 1947
|
Warga negara sejati
|
Rencana pendidikan 1964
|
Patriot Pancasila dan Revolusi 1945
|
Kurikulum 1968
|
Pancasilais
|
Kurikulum 1975
|
Manusia pembangunan yang berPancasila
|
Kurikulum 1984
|
Manusia pembangunan yang berPancasila
|
Kurikulum 1994
|
Manusia pembangunan yang berPancasila
|
Kurikulum 2004
|
Demokrasi
|
Dimensi PKN
Udin S. Winataputra (2001:334)
Disertasi, PPS Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu sistem mempunyai tiga sub- sistem atau dimensi, yakni:
1. Sebagal suatu bldang kajian ilmiah pendidikan disiplin ilmu mengenai “civic virtue” dan “civic culture”,
2. Sebagal suatu program pendidikan demokrasi di sekolah dan Luar sekotah,
3. Sebagai
gerakan sosiat-kultural warganegara atau “socio-civic movements” dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga
dimensi tersebut secara konseptuat bersifat koheren dengan kompetensi
dasar warganegaraan untuk selanjutnya disebut kompetensi dasar atau
“civic competence” sebagai perekatnya.
Komentar
Kompetensi
dasar kewarganegaraan ini merupakan dasar ontologi dan sistem
pendidikan kewarganegaraan, yang secara fungsionat menjadi titik totak
dan muara segala kegiatan epistemotogtsnya, dan secara sosiat kulturat
merupakan rambu-rambu substantif pengembangan wawasan aksiologisnya.
Pengertian Civics Education
Rosyada,Dede, et al, (2003).
PKN (CIVED:) Demokrasi,Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani.
Tim ICCE UIN. Jakarta: Prenada Media.
Pegertian
Civic Education menurut Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah e
Citizen and Civics (1986) yaitu : “the science of citizenship, the
relation of man, the individual, to man in organized collections, the
individual in his relation to the state.”
(Rosyada, et al, 2003:5).
Komentar
Pengertian pendidikan
civics menurut Henry Randall Waite menekankan pada civics sebagai ilmu
pengetahuan kewarganegaraan, hubungan manusia, individu, manusia dalam
kumpulan organisasi dan hubungan manusia dengan negara. (Rosyada, dkk, 2003:5).
Civic eduducation : A Matter of Values
John Gore (1999:71-72)
Civic Education : A Matter Of Value. Civic Education for Civil Society
ASEAN ACADEMIC PRESS LONDON
When
we enter into discussions about values in the classroom and teaching
values, the framework presented by Edwin Fenton (1967) remains helpful.
Fenton uses a simple three-post clasisication of values:
1. Behavioral. good behavior that facilitates learning is fundamental to good teaching.
2. Procedural. Procedural values relate to a every of thinking that is central to a discipline
3. Substantive
.The global movement of people and the global nature of communication
contribute to communities that are fast becoming multi racial, multi
cultural and multi faith ere such pluralism exists, teacher must be
careful about what values they teach explicitly.
Komentar
Ada
3 klasifikasi yang sederhana dari nilai ketika memasuki diskusi
mengenai norma di dalam kelas dan pembelajaran yang dibuat oleh Edwin
Fontos, yaltu : Behavioral, Kelakuan yang baik menfasilitasi belajar adalah hal yang sangat penting dalam pembelajaran yang baik. Prosedural, Nilai prosedural berhubungan dengan cara berpikir yang sentral terhadap ranah dan Substantive,
Pengerahan global masyarakat serta sifat alami dan komunikasi
memberikan konstribusi terhadap masyarakat yang akan berubah menjadi
multi ras, multi budaya dan multi keyakinan. Apabila pluralisme muncul,
maka guru harus berhati-hati mengenai normal yang mereka ajarkan acara
explisit.
PKn dalam mencapai kompetensi warganegara
Ace Suryadi (2004) mengatakan bahwa Civic Education menekankan pada empat hal :
Pertama, Civic Education bukan sebagai Indoktrinasi politik,
Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari
pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi bidang
kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara
langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai
pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind,
pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara
yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan
perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung
jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga
negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku
demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan,
pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara
agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis
itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan
peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan
adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan,
pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam
gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih
partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika.
Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan
memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari
proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau
kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam
pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi,
sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar
demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup
berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui
penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan seceptnya memahami bahwa
demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Fundamental Values and Principles
National Standards for Civics and Government
by the Center for Civic Education
from the National Standards for Civics and Government
1. Individual rights,
2. Liberty the public or common good
3. Self government
4. Equality
5. Diversity
6. Openness and
7. Free inquiry
Komentar
Pokok nilai dan Prinsip dari Standard nasional untuk Pelajaran Kewarganegaraan dan Pemerintahan
1. Hak individu,
2. Kebebasan publik atau kebaikan umum
3. Swapraja
4. Persamaan
5. Keaneka ragaman
6. Keterbukaan dan
7. Pemeriksaan gratis
The Six Pillars of Character
from Character Counts,
by the Josephson Institute
The Six Pillars of Character
1. Trustworthiness
2. Respect
3. Responsibility
4. Fairness
5. Caring
6. Citizenship
Komentar
Enam Pilar dari karakter
1. Rasa hormat
2. Tanggung jawab
3. Kewajaran
4. Kepedulian
5. Kewarga negaraan
Faktor kontekstual yang mempengaruhi definisi dan pendekatan dalam PKn
(Kerr : 1999 : 5)
Contextual factors which influence the definition of and approaches to citizenship education are :
1. Historical tradition
2. Geographical position
3. Social-political structure
4. Economic system
5. Global trends
Faktor Struktural yang mempengaruhi PKn
(Kerr : 1999 : 7)
Detailed structure factors in citizenship education, are :
1. Organisation of and responsibilities for education
2. Educational values and aims
3. Funding and regulatory arrangements
Komentar
Faktor Struktural yang mempengaruhi PKn adalah :
1. Pengaturan dan tanggung jawab terhadap pendidikan
2. Nilai dan tujuan pendididkan
3. Pengaturan pendanaan dan perundangan
Esensi PKn Indonesia
Concluding Remark
Komperensi CICED 1999.
“ The development of democratic ideal, values, norm, knowledge, skill. Psychologically
and socialy facilitating citizens as. Well as society to perform their
respects and responsibility as intelligent and society responsible
social acters and leaders of society, (1999:4)
Komentar :
“Pengembangan
ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan keahlian politik
secara psikologi dan fasilitasi umum warganegara sebagai perwujudan rasa
hormat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial dan
pemimpin masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab”
Kurikulum CIVIC EDUCATION di Indonesia
NU’MAN SOMANTRI (1972)
Istilah Civics dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut:
(a) Kewarganegaraan (1956)
(b) Civics (1959)
(c) Kewarganegaraan (1962)
(d) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968)
(e) Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
(g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tohun 2003)
Definisi PKn
Kurikulum 2004 (Depdiknas. 2003)
Seminar Nasional dan Rakernas PKn 2005
Pendidikan
Kewarganegaraan (citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dan segi agama, sosio kultural,
bahasa usia. dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
Undang Undang Dasar
Strategi Pembelajaran PKn
Seminar Nasional don Rakernas PKn 2005
Dalam
kurikulum 2004, (2003:12) dijelaskan bahwa praktek belajar
kewarganegaraan adalah suatu. inovasi pembelajaran yang dirancang untuk
membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan metalui pengalaman
belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan
untuk belajar secara kontekstuaLSementara menurut A. Kosasih Djahiri
adalah benar-benar terkontrol-terkendali menjurus kepada proses “
Penjinakan” (domesticating) potensi dan kehidupan siswa / masyarakat,
jadi bukan kearah memberi kemudahan-kelancaran keberhasilan
(facilitating) proses internalisasi-personalisasi substansi serta
pembinaan dan pengembangan potensi diri kemampuan belajar
Citizenship Education / Education for citizenship
Cogan, 1999:4
dalam Disertasi Winataputra,MA
both
these in-school experiences as well as out-of school of non-formal /
informal learning which takes place in The family. the religious
organization, community organizations.the media, etc which help to shape
The totality of the citizen’
Komentar:
Sebagai
pengalamam belajar di sekolah dan diluar sekolah seperti di rumah,
dalam orgonisasi keagamaan. dalam organisasi kemasyarakatan, melalui
media massa dan lain-lain yang berperan membantu peoses pembentukan
totalitas atau keutuhan sebagai warganegara”
PKN yang ideaI di Indonesia
Somantri,Nu’man M.(2001 :299)
Seminar Nasional dan Rakernas PKN 2005
Menyatakan bahwa PKn yang sekiranya akan cocok dengan Indonesia adalah sebagai berikut:
“Pendidikan
Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi
politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya,
pengaruh pengaruh positip dan pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang
tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berfikir
kritis, analitis, bersikap dan bertindak dein dalam mempersiapkan hidup
demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Empat isi Pokok PKN
Sapriya & Winataputra. 2004:16 Bandung,
Rizki Offset
Empat isi Pokok Pendidikan Kewarganegaraan:
1. Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan sebagai sasaran pembentukan.
2. Standar materi kewarganegaraan sebagai muatan kurikulum.
3. Indikator pencapaiun sebagai kriteria keberhasilan pencapaian kemampuan.
4. Rambu—rambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternative bagi para guru.
Tujuan Kewarganegaraan
Somantri, Endang.
Seminar Nasional & Rakernas PKN 2005
“Tujuan
utama dan kehendak negara yang memprogramkan pendidikan kewarganegaraan
mi adalah untuk mengembangkan warganegara yang mengenal, menerima dan
menghayati serta menyadari perannya sebagai pengambil keputusan yang
bertanggung jawab yang berkenaan dengan peradaban dan moral dalam
kehidupan masyarakat yang demokratis seperti prilakunya diatur oleh
pninsip-prinsip moral dalam segala situasi.Secara singkat tujuan yang
berfokus pada status kewarganegaraannya adalah untuk mengembangkan
pribadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap pembentukan suatu
masyarakat yang adil dan mampu melindingi orang atau mahluk lain dan
kekejaman dan sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis. Dibeberapa
negara tujuan ini didukung oleh UUD, Ketetapan dan peraturan negara
masing-masing. (CICED,:73)”
Tujuan PKn dalam Kurikulum 2004
Arnie Fadjar, 2005:59
Seminar Nasional & Rakernas PKn 2005
Tujuan mata pelajaran PKn dalam kurikulum 2004, adalah memberikan kompetens kepada peserta did dalam hal:
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam rnenanggapi isu-isu kewarganegaraan;
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan secara cerdas dalam kegiatan masyarakat. berbangsa.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk dan berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia
Hakekat PKn
Amie Fadjar.(2005:56)
Seminar Nasional & Rákernas PKn 2005
Secara
filosofi, PKn adalah mengkaji bagaimana warganegara bertindak. dalam
arti melakukan sesuatu berdasar apa yang diketahui dan dipabami tentang
kewarganegaraan yang selanjutnya dapat membuat keputusan-keputusan yang
cerdas dan bertanggunq jawab dalam menghadapi berbagai masalah baik
pribadi masyarakat, bangsa dan negara. PKn pada hakekatnya adalah suatu yang
dilakukan untuk belajar disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang
telah diorganisasilcan secara timatis dan akademik dengan penekanan pada
pengetahuan dan kemampuani dan tentang hubungan warganegara yang
dlharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Strategi pembelajaran PKn
Arnie Fadjar, 2005:61
Seminar& Nasional PKn 2005
Pembelajaran PKn membekali peserta didik sebagai berikut:
- Pengetahuan tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang po1itik pemerintahan, nilai-moral budaya bangsa sebagai identitas bangsa, nasionalisme, ekonomi dan nilai-nilai masyarakat lainnya.
- Pemahaman terhadap hak dan tanggung jawab sebagai warganegara Indonesia yang memiliki identitas/ jati diri sebagai bangsa Indonesia,
- Pengayaan sumber belajar, bahwa sumber belajar tidak hanya di dalam kelas dan dan buku teks, melainkan diperkaya dengan pengalaman belajar mandiri dan peserta didik yang relevan, baik di sekolah, keluarga. maupun di masyarakat, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dan menemukan sendini bagaimana berperan serta dalam lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara dengan menggunakan berbagai media sebagai hasil teknologi.
- Keteladanan dan nilai-nilai dan prinsip yang dikembangkan dalath PKn melalui sikap dan perilaku sehari-hani, sehingga peserta didik memiliki panutan dalam mewujudkan perilaku yang diharapkan.
- Hidup bersama deagan orang lain sebagai satu bangsa, bahwa mata pelajaran PKn termasuk dalam rumpun PIPS, menekankan bagaimana manusia sebagai warganegara dapat bekerja sama dengan orang lain, saling menghormati, menghargai
Citizenship Education
David Kerr, 1999 :an International Comparison
The
citizenship education thematic study is designed to enrich our
understanding of citizenship education by examining six key aspects:
1. Curriculum aims, organizations and structure
2. Teaching and learning approaches
3. Teacher specializations and teacher training
4. Use of the textbooks and other resources
5. Assessment arrangements
6. Current and future developments
Komentar:
Kelompok
Pendidikan studi tematik dirancang untuk memperkaya pemahaman
pendidikan kewarganegaraan kita dengan pengujian enam aspek kunci:
1. kurikulum tujuan, struktur dan organisasi
2. pengajaran dan pendekatan belajar
3. pelatihan guru dan spesialisasi
4. penggunaan menyangkut buku teks dan sumber daya lain
5. pengaturan penilaian
6. pengembangan sekarang dan yang akan datang
Ciri Negara Hukum
Jimly Asshiddiqie (2005 152);
Konstitusi & Konstituante, Jakarta MKRI
Dicey rnenguraikan adanya tiga ciri penting Negara Hukum Yang di sebut The Rule of law, yaitu
1) Supremacy of law
2) Equality before law
3) Due process of law
Komentar
Tiga ciri Negara menurut AV Dicey:
1) Supremasi hukum, semua masalah diselesaikan dengan hukum
2) Persamaan dalam hukum dan pemerintahan
3) Asas legalitas, segala tindakan pemerintahan harus berdasarkan UU yang sah
Pentingnya Pendidikan Democracy
Gandal & Finn (1992:2)
Dalam Disertasi Winataputra,2001
“Democracy does not teach it self. I the strengths, benefits and responsibilities of democracy are not mode clear to citizens, they will be ill equipped to defend it
Komentar
“Demokrasi tidak bisa mengajarkan sendiri, jika kekuatan kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warganegara,”
Participation and democratic theory
Mansbridge dim Torres (1998:147)
Disertasi Winataputra. (2001)
“...the
major fuction of participation in the theory of participatory democracy
is_an educative one, educative in a very widest sense
Komentar :
Bahwa fungsi utama dan partisipasi dalam pandangan teori demokrasi partisipasi dalam arti yang sangat luas bersifat edukatif.
Pengertian Demokrasi
Abraham Lincoln & USIS, (1995 :5)
Dalam Disertasi Winatapütra. MA
The Government from the people by the people for the people
Komentar :
Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,untuk rakyat ‘
Syarat Pemerintahan yang demokratis
Drs. Mustafa Kamal Pasha, B. Ed.
Citra karsa mandiri 2002
Syarat untuk terseleggaranya pemerintahan yang demokrasi di bawah rule of the law adalah
1. Perlindungan konstitusional
2. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. pemilihan umum yang bebas
4. kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. pendidikan kewarganegaraan (civic education)
Ciri Warganegara Indonesia yang cerdas dan agamis
Udin S Winataputra
Pelatihan Kerja Calon Instruktur Guru PKn Seluruh Indonesia (1999)
Ciri Warganegara Indonesia yang cerdas dan agamis / religius adalah sebagai berikut:
- Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Berfikir kritis-argumentasi dan kreatif
- Mengemukakan pikiran dan perasaan secara Jernih dan sesuai aturan.
- Menerima ke-bhineka-an dalam kehidupan.
- Berorganisasi secara sadar dan bertanggungjawab
Pendidikan Demokrasi
Isma’un, 2001.
Dalm Pend Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan,(2006: 125)
Pendidikan demokrasi dalam PKn dilaksanakan melalui pengembangan pada tiga aspek:
- Kecerdasan dan daya nalar warganegara (civic mtelligence) baik dimensi rasional,emosional,dan spiritual,maupun social cultural.
- Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara yang bertanggungjawab (civic responsibility)
- Kemampuan berpartisipasi warganegara (civic participation) asas dasar tanggungjawab,baik secara individual,secara socia1 sebagai kader pemimpin masa depan yang lebih baik.
TIGA KOMPONEN PKN
Biggs john (2003)
Pend Nilai Moral Dalam dimensi PKn (2006 :154)
New Civics yang dikembangkan sekarang di sekolah menyongsong kurikulum KBK adalah pernantapan tiga komponen pokok yaitu:
1) Civic knowledge 2). Civic skill 3). Civic disposition.
Komentar :
Ketiga aspek diatas merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkà n dari satu aspek pada aspek lainnya.
Esensi PKn Indonesia
Concluding Remark
Komperensi CICED 1999.
“ The development of democratic ideal, values, norm, knowledge, skill. Psychologically
and socialy facilitating citizens as. Well as society to perform their
respects and responsibility as intelligent and society responsible
social acters and leaders of society, (1999:4)
Komentar :
“Pengembangan
ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan keahlian politik
secara psikologi dan fasilitasi umum warganegara sebagai perwujudan rasa
hormat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial dan
pemimpin masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab”
Inti PKN adalah Pendidikan Demokrasi
Sudarsono, 1999
Dalam Conference CICED, 1999
the
ideals and values of democracy and their implementations in daily
activities at micro as well as macro levels can be regarded as the heart
of civil society’ democracy living should be fostered in order that we
should be able to establish a good Indonesian civil society”, ...the
existing civic education both for school and for society should be
reassessed and redesigned”.
Komentar :
“dari
situ dengan tegas tampak adanya kecendrungan yang kuat untuk menetapkan
pendidikan demokrasi sebagal intinya dari pendidikan Kewarganegaraan.
Definition Civic Education
Jack Allen,1960,
dalam Somantri N.M. 2001: 263
“
Civic Education, property defined, as the product, of the entire
program of the school, certainly not simply of the social studies
program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has
an important function to perform, It confronts the young adolescent for
the first time in his school experience with a complete view of
citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic
context”.
Komentar :
PKN
didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan
program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran
tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting
untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik
pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh
terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam
suasana yang demokratis.
Pengertian PKN
Materi Latihan Kerja guru PPKn
Depdikbud, 2000: 2
“PPKn
adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang akar pada budaya bangsa
Indonesia yang dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku kehidupan
sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat, dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Juga bermaksud
membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan, dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antar warganegara yang dapat diandalkan
oleh bangsa dan negara”.
Fungsi PKN
Depdiknas, Proyek PKN & BP (2000: 21)
Fungsi PKN sebagai berikut :
- Mengembangkan dan metestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka. Dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nitai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi datam masyarakat, tampa kehitançian jati din sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat;
- Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar potitik dan konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia ditandaskan Pancasila dan UUD 1945;
- Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warganegara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warganegara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui serta mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warganegara.
Pendidikan Kewarganegaraan
Drs. Musfafa Karnal Pasha ; Citra Karsa Mandiri, 2002
Pendidikan
Kewarganegaraan yang berhasil, akan membuahkan sikap mental yang
bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dengan perilaku sebagai berikut :
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai Pancasila
- Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
- Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warganegara.
- Bersikap professional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara
- Aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta setia untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.
DEFINISI PKn
Kurikulum 2004 (bepdiknas. 2003:7)
Seminar Nasional& Rakernas PKn 2005
Pendidikan
Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dan segi agama, sosio kultural,
bahasa, usia,dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang Undang
basar 1945
Misi PKN dengan Paradigma yang direvitalisasi
Sapriya & Winataputra ;
Bindung, Rizki Offset, 2004
“Pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yaitu :
Mengembangkan kecerdasan warga negera (civic intelligency);
Membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility)’
Mendorong partisipasi warganegara (civic participation)
Watak Kewarganeraan
Branson (1999 2 V
Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Prof, Dr Hj. Ranidar Darwis, M . Pd. (2003:38)
Watak Kewarganegaraan yang utama itu adalah
- menjadi anggota masyarakat yang independent
- mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik
- menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
- berpartisipasi dalam urusan—urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana
- mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitisional secara sehat.
Tujuan “citizenship education” di UK
dalam Budimansyah & Winataputra (2007:15)
“…that
citizenship education is education for citizenship, behaving and acting
as citizen, therefore is not just knowledge of citizenship and civic
society. It also implies developing values, skills and understanding”.
Komentar :
Yakni
bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan untuk
kewarganegaraan, karena itu bukanlah hanya menekankan pada pengetahuan
kewarganegaraan dan masyarakat kewargaan, tetapi juga pada pengembangan
nilai, keterampilan dan pengertian.
HISTORIS CIVIC EDUCATION
NU’MAN SOMANTRI (1972)
Istilah Civic dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut:
(1) Kewarganegaraan (1956)
(2) Civics (1959)
(3) Kewarganegaraan (1962)
(4) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968)
(5) Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(6) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994)
(7) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No.20 Tahun 2003)
WATAK KEWARGANEGARAAN
Branson (1999:22-23) .
Dlm Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap.
Dr. Hj. Ranidar Darwis, M.Pd (2003:38)
Watak Kewarganegaraan yang utama itu adalah:
a. Menjadi anggota masyarakat yg independent
b. Mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik
c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
d. Berpartisipasi
dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan
bijaksanaMengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara
sehat.
Civil Society
Sudarsosno (1999)
dalam
Civic Education (2007:215)
Dalam
konteks Indonesia yang berlandaskan Pancasila, demikian ditegaskan oleh
Sudarsono (1999), “civil society” atau masyarakat madani Indonesia yang
baik secara kualitatif di tandai
“…true
beliefs in and sacrifice for God, respect of human rights, enforcement
of rule of law, extension of participation of citizens in publiv
decision making at varous livels, and implementation of new form of
civic education to develop smart and good citizens “
Komentar:
Yakni
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jaminan hak Azasi
manusia, penegakan prinsip “rule of law”, partisipasi yang luas dari
warganegara dalam pengambilan keputusan publik di berbagai tingkatan dan
pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan untuk mengembangkan warganegara Indonesia yang erdas dan baik.
Ciri utama Masyarakat Madani
Tilaar (1999: 159-160)
Dalam
Pendidikan, kebudayaan dan masyarakat madani Indonesia
Menekankan adanya empat ciri utama masyarakat madani, yakni:
- Kesukarelaan
- Keswasembadaan
- Kemandirian tinggi terhadap negara
- Keterkaitan kepada nilai-nilai hukum yang di sepakati bersama
Prinsip Masyarakat Madani
Sukidi (Tilaar, 1999:160)
Dalam
Pendidikan, kebudayaan dan masyarakat madani Indonesia
Sepuluh Prinsip masyarakat Madani yakni:
- Kebebasan beragama
- Persaudaraan seagama
- Persatuan politik dalam meraih cita-cita bangsa
- Salaing membantu
- Persamaan hak dan ewajiban warganegara terhadap negara
- Persamaan di depan hukum bagi setiap warganegara
- Penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu
- Pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran
- Perdamaian dan keadilan
- Pengakuan hak atas setiap orang atau individu
Pendidikan Multikultural
James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan:
· Content integration.
mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar,
generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu.
· The Knowledge Construction Process.
Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin).
· An Equity Paedagogy.
Menyesuaikan
metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi
prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun
sosial.
· Prejudice Reduction.
Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
· An empowering school culture and social structure.
Memberdayakan
dan struktur social untuk memandang sekolah sebagai system social yang
kompleks, yang mencakup reformasi semua aspek pendididikan.
Pendidikan Multikultural
Paul Gorski,
Six Critical Paradigm Shiifd For Multicultural Education and The Question We Should Be Asking,
dalam http://www . Edchange.org/multicultural.
Gorski, bahwa pendidikan multikultural harus memliki tiga jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri ( the transformation of self); (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar (the transformation of school and schooling), dan (3) transformasi masyarakat (the transformation of society).
Pendidikan Multikultural
Sonia Nietto
Affirming Diversity (1991:208)