SOAL-SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER
TAHUN AKADEMIK
2011/2012
Mata
Kuliah : Penelitian Kualitatif
Program
Studi : PKN (S2) SPs UPI
Dosen : Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, SH, M.Si
Waktu : Take Home
Nama
Mahasiswa : Den Bagus Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
SOAL
1.
Kemukakan
minimal 5 alasan yang memperkuat perlunya pendekatan penelitian kualitatif
dalam upaya peningkatan mutu PKn (alasan
filosofik, alasan Teoritik dan Implementasi).
2.
Kemukakan
minimal 10 karakter masalah dan perilaku warganegara yang menunjukan bahwa
warganegara semestinya dipandang sebagai subyek penelitian bukan obyek
penelitian.
3.
Bagaimana
pendapat anda terhadap pandangan bahwa proposisi dalam penelitian harus
dibuktikan melalui eksperimen, seperti halnya bahwa dalam tradisi ilmiah, dan
bagaimana implikasinya terhadap epistemologi ilmu kewarganegaraan (Civics),
berikan argumentasinya.
4.
Kemukakan
alasan mengapa terjadi kelangkaan teori-teori ilmu sosial termasuk dalam
lapangan Pendidikan Kewarganegaraan negara kita, dan bagaimana implikasinya
terhadap upaya memperkuat tradisi penelitian ilmu tersebut.
5.
Lakukan
studi banding pendekatan Kualitatif dengan Kuantitaif, kemukakan sejumlah
perbedaan makna dari sejumlah konsep penelitian (gunakan matrik).
6.
Berikan
komentar Anda terhadap pernyataan di bawah ini
a.
Induktive
untuk menemukan dan membangun teori
b.
Tidak
didasarkan atas salah satu teori
c.
Peneliti
sebagai instrument penelitian
d.
Tidak
dalam bentuk generalisasi akan tetapi menggunakan prinsip transferbilitas
e.
Situs
penelitian bukan lokasi penelitian
f.
Kajian
teoritik bukan landasan teori
g.
Bersifat
terbuka tidak tertutup proposal tentative
h.
Hubungan
rasional sebagai subyek pendidikan
i.
Intutif
subyetif dan tidak bebas nilai
JAWABAN NO. 1
Pendekatan-pendekatan penelitian kualitatif sangat diperlukan
dalam penilitian yang meneliti peningkatan mutu PKn, maka di bawah ini saya akan menyebutkan 5 (lima) alasan yang
memperkuat perlunya pendekatan penelitian kualitatif dalam upaya peningkatan
mutu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
1) Menurut Creswell (2003), salah satu
pendekatan kualitatif yaitu membangun pernyataan suatu pengetahuan berdasarkan
perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman
individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori
atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan perspektif partisipatori
(misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau perubahan), atau
keduanya. (dalam Hadi Wahyono, 2009).
Upaya terhadap peningkatan mutu PKn yaitu bahwa PKn haruslah dibangun
dengan pendekatan diatas. Sebab PKn adalah ilmu sosial yang tentunya terikat
dengan masalah pengalaman masyarakat, nilai-nilai, dan partispasi masyarakat.
2) Creswell menjelaskan bahwa di dalam
penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi terhadap
multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang terlibat di
dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya
bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman
individu, dan sejarah. (dalam Hadi
Wahyono, 2009).
Karena PKn merupakan mata pelajaran yang membincangkan masalah
kewarganegaraan maka penelitiannya harus ada perpaduan antara kajian teori
dengan perilaku masyarakat. Sehingga keilmuannya dapat dikatakan bersifat
kontekstual.
3) Penelitian kualitatif bermaksud menggali
makna perilaku yang berada dibalik tindakan manusia. Interpretasi makna
terhadap perilaku ini tidak dapat digali melalui verifikasi teori sebagai
generalisasi empirik, seperti yang dilakukan pada panelitian kuantitatif.
Dengan kata lain, penelitian kualitatif bermaksud memahami obyeknya, tetapi
tidak untuk membuat generalisasi melainkan membuat ekstrapolasi atas makna di
balik obyeknya tersebut. Para peneliti kualitatif mengungkapkan dan menjelaskan
kenyataan adanya makna yang menyeluruh dibalik obyek yang ditelitinya, yang
terbentuk dari keterhubungan berbagai nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan,
bukan dari ekstrasi atau turunan dari konteks pengertiannya yang menyeluruh.
(dalam Hadi Wahyono, 2009).
Salah satu upaya terhadap peningkatan mutu PKn bahwa PKn harus lebih
banyak mempelajari berbagai makna perilaku masyarakat. Dengan mempelajarinya
maka setiap masalah harus diselesaikan dengan memiliki makna pula. Contoh
masalah keadilan tidak bisa diselesaikan secara kuantitatif atau hanya berpatokan
yang tersurat saja atau hukum tertulis, tetapi harus dimaknai secara tersirat
pada hukum tersebut.
4) Penelitian kualitatif lebih menekankan
pada bahasa atau linguistik sebagai sarana penelitiannya. Sarana bahasa lebih
mampu untuk mengungkapkan perasaan, nilai-nilai yang berada dibalik perilaku
manusia (Lawson dan Garrod dalam Daivid dan Sutton, 2004). Keunikan manusia
sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak
pada kemampuannya berbahasa (Suriasumantri, 2007). Bahasa merupakan cerminan
ungkapan perasaan dan nilai-nilai manusia. (dalam Hadi Wahyono, 2009).
Upaya terhadap peningkatan mutu PKn yaitu bahwa PKn harus memiliki kaya
bahasa atau linguistik. Sebab makna bahasa yang digunakan suatu masyarakat mencerminkan konteks budaya dan
lingkungannya. Perilaku tindakan dan penggunaan bahasa merupakan satu kesatuan
yang membentuk norma-norma yang diciptakan untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat.
5) Agar mendapatkan pemahaman yang mendalam
tentang makna yang berada dibalik obyek yang diteliti, Denzin dan Lincoln
(1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus dilaksanakan pada kondisi
alami. Guba dan Lincoln (1985) menyebut pendekatan penelitian yang demikian
sebagai pendekatan naturalistik. Menurut pendekatan ini, data penelitian harus
diperoleh pada kondisi dan situasi yang sebenarnya, atau bukan di laboratorium.
Pengamatan pada lingkungan alami akan menunjukkan hubungan antara tindakan dan
linguistik digunakan dalam kondisi yang sebenarnya secara alamiah, dengan
konteks lingkungan yang mempengaruhinya.
Terkait untuk
penguatan PKn, bahwa setiap pengembangan keilmuan dan kebutuhan praksis maka
PKn harus diambil dari pendekatan naturalistik. Maksudnya data-data yang
diperoleh untuk pengembangan keilmuan, harus diambil pada kondisi dan situasi
yang sebenarnya.
JAWABAN NO. 2
Jika melihat kondisi bangsa dewasa ini sangatlah memprihatinkan.
Kita dapat menyaksikan sendiri bahwa akhir-akhir ini begitu banyak sosok
manusia Indonesia yang memiliki karakter-karakter buruk. Karakter ini termanisfestasikan pada perilaku
antara lain:
1.
Suka
menyalahkan orang lain;
2.
Senang
menghujat;
3.
Tidak
dapat dipegang janjinya;
4.
Menjadi
sosok yang pemarah;
5.
Pendendam;
6.
Tidak
toleran;
7.
Praktik
korupsi;
8.
Premanisme;
9.
Perang
antar kampung dan suku dengan tingkat kekejaman yang sangat biadab;
10. Menurunnya penghargaan kepada para
pemimpin.
(Budimansyah,
2010: 2)
Dari berbagai karakter buruk yang amat merugikan, maka ini
merupakan tugas daripada pendidikan kewarganegaraan (PKn) untuk dapat berperan
strategis untuk mengatasinya. PKn sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian untuk mencapai hal diatas, maka saatnya peran PKn
dalam melihat warganegara tidak dijadikan sebagai obyek penelitian, melainkan
subyek penelitian. Maksudnya saatnya warganegara harus juga terlibat
bersama-sama dengan pemerintah guna mengatasi masalah yang ada. Sebab selama
ini, pemerintah hanya melihat bahwa untuk mengatasi masalah negara itu hanya
merupakan tanggungjawab pemerintah saja sementara warganegara tidak dilibatkan
yang pada akhirnya muncul sikap apatis dan skeptis dari warganegara itu
sendiri.
JAWABAN NO. 3
Menurut Mohohamad Nazir (2005: 18-19) proposisi adalah pernyataan
tentang sifat dari realita. Proposisi tersebut dapat diuji kebenarannya. Jika
proposisi sudah dirumuskan sedemikian rupa dan sementara diterima untuk diuji
kebenarannya, proposisi tersebut disebut hipotesis. Dalam ilmu sosial,
proposisi biasanya pernyataan antara dua atau lebih konsep. Sebagai contoh,
lihatlah dua proposisi sebagai berikut :
1)
Tingkat
modernitas suami istri adalah salah satu faktor penentu perilaku kontraseptif
mereka.
2)
Penerimaan
kontrasepsi modern dipengaruhi oleh persepsi tentang nilai ekonomis anak.
Kedua pernyataan diatas
adalah proposisi. Proposisi tersebut menghubungkan dua faktor yaitu faktor
penyebab dari faktor lainnya. Proposisi ini jika dirumuskan untuk diuji
kebenarannya, ia akan menjadi hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang
diterima secara sementara untuk diuji kebenarannya.
Proposisi yang sudah mempunyai jangkauan cukup luas dan telah
didukung oleh data empiris dinamakan dalil (scientific
law). Dengan perkataan lain, dalil adalah singkatan dari suatu pengetahuan
tentang hubungan sifat-sifat tertentu, yang bentuknya lebih umum jika
dibandingkan dengan penemuan-penemuan empiris pada mana dalil tersebut
didasarkan.
Nah, ketika proposisi harus dibuktika dengan eksperimen, itu tidak
dikenal dalam penelitian kualitatif. Sebab konsep penelitian kualitatif
sebenarnya menunjuk dan menekankan pada proses, dan berarti tidak diteliti
secara ketat atau terukur ( jika memang dapat diukur), dilihat dari kualitas,
jumlah, intensitas atau frekuensi. Penelitian kualitatif menekankan sifat
realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang intim antara peneliti
dengan yang diteliti dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan.
Penelitian kualitatif menekan bahwa sifat peneliti itu penuh dengan nilai (value-laden).
Mereka mencoba menjawab pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial
diciptakan dan diberi arti. (dalam rif’an : 2011)
Implikasinya terhadap epistemology ilmu kewarganegaraan (Civics),
bahwa akan terjadi kekeringan keilmuan jika keilmuannya harus melalui
eksperimen. Dengan demikian akan menyebabkan semakin bertambah masalah-masalah
kewarganegaraan itu sendiri.
JAWABAN NO. 4
Alasan mengapa terjadi kelangkaan
teori-teori ilmu sosial termasuk dalam lapangan PKn di Indonesia adalah karena selama ini, penelitian
di bidang kajian PKn menurut saya lebih banyak dilakukan dalam perspektif positivisme
dengan menggunakan model matematik dan analisis statistik. Namun demikian,
banyak yang tidak mengetahui bahwa pada dasarnya penelitian yang dilakukan
tidak semata‐mata terfokus pada alat yang digunakan dalam penelitian tetapi
tergantung pada landasan filsafat yang melatar belakangi penelitian yang
dilakukan. Dalam perspektif filsafat ilmu, validitas pengetahuan yang dihasilkan
melalui penelitian sangat tergantung pada koherensi antara ontology, epistemology dan methodology yang digunakan oleh
peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti yang baik adalah peneliti yang paham
betul landasan filsafat yang digunakan dalam proses penelitian. Sehingga dalam
melakukan proses eksperimen kelapangan dapat dengan jelas sesuai dengan
kenyataan yang ada dilapangan.
Ilmu pengetahuan,
merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan penemuan dan
pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda. Dari sini
dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka cabang
studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan pengorganisasian, yang
meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan, prinsip-prinsip
serta metoda-metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini disebut sebagai
aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan peneliti di dalam
mencari kebenaran melalui kegiatan penelitian.
Implikasi terhadap upaya memperkuat
tradisi penelitian ilmu Kewarganegaraan tentunya akan semakin
melemah, terutama dari segi teori. Karena menurut saya teori dalam Ilmu
Kewarganegaraan dibangun dari realitas masyarakat, ada dan keberadaannya
sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan makhluk yang selalu bergandengan dengan
alam. Sudah seharusnya kita sebagai ilmuan sosial kembali lagi ke jalurnya
yaitu memakai metode penelitian kualitatif. Maka dengan metode ini keniscayaan
membangun teori akan terwujud. Menurut Muhammad AbdulHalim (http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-teori-sosial-dari-ilmu-sosial-sekuleristik-menuju-ilmu-sosial-intergralistik), ilmu sosial dinamakan demikian, karena
ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang
dipelajari. Ilmu ilmu sosial belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana
oleh bagian yang terbesar masyarakat, Oleh karena itu ilmu sosial belum lama
berkembang, sadangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat
masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara
tuntas hubungan antara unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih
mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang,
sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh
masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu sosial yang masih muda
usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam dataran
tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar).
Ditengah kehidupan masyarakat, banyak sumber pengetahuan yang
bersifat taken for granted, sumber tanpa perlu diolah lagi tetapi diyakini akan
membantu memahami realitas kehidupan ini. Masyarakat dapat langsung begitu saja
memakai pengetahuan taken for granted tersebut sebagai sebuah pegangan yang
diyakini benar atau berguna untuk memahami dunia dimana ia hidup. Jenis
pengetahuan tanpa diolah lagi tentu saja banyak dan tersebar, mulai dari system
keyakinan, tradisi agama, pandangan hidup ideology, paradigma dan juga teori,
dan termasuk didalamnya teori sosial. Dalam masyarakat intelektual, terutama
dalam tradisi positivisme lazim untuk mengambil sumber pengetahuan taken for
granted tersebut dari ranah paradigma dan teori. Kendati demikian, teori
sebenarnnya bukan hanya untuk kalangan intelektual atau kalangan expert, mesti
tidak sedikit yang berpandangan hanya kalangan intelektual atau akademisi saja
yang membaca realitas sosial tidak dengan telanjang, melainkan dengan kacamata
teori tertentu. Memang telah menjadi tradisi dikalangan intelektual dalam
membaca realitas sosial dengan menggunakan kacamata atau teori tertentu.
(Zainuddin Maliki, Narasi Agung). SedanganKuntowijoyo (http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Sosial_Profetik), Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat
ISP adalah salah satu gagasan penting. Baginya, ilmu sosial tidak boleh berpuas
diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian
memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban
tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian
merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu:
humanisasi, liberasi dan transendensi. Ide ini kini mulai banyak dikaji. Di
bidang sosiologi misalnya muncul gagasan Sosiologi Profetik yang dimaksudkan sebagai sosiologi berparadigma ISP.
Setidaknya ada tiga pengandaian dalam ilmu-ilmu sosial positivis.
Pertama, prosedur-prosedur metodologis dari ilmu-ilmu alam dapat langsung
diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial. Kedua, hasil-hasil penelitian dapat
dirumuskan dalam bentuk hukum-hukum seperti dalam ilmu-ilmu alam. Ketiga,
ilmu-ilmu sosial itu harus bersifat teknis, yaitu menyediakan pengetahuan yang
bersifat instrumental murni, netral dan bebas nilai.
Ketiga dasar positivisme itu pun kemudian terbukti rapuh. Fenomena
sosial tidak sama dengan fenomena alam sehingga pemakaian metode ilmu alam
untuk mengkaji fenomena sosial adalah salah arah. Teori-teori yang tercipta
juga tidak universal sebagaimana klaim positivis, tapi sangat terkait dengan
dimensi lokal dan temporal di mana teori itu muncul. Demikian pula, dalam kenyataannya,
ilmu sosial ternyata tidak pernah mampu melepaskan diri dari keberpihakan
terhadap nilai-nilai tertentu. Klaim bebas nilai tak lebih dari sebentuk
hipokrasi intelektual. Inilah gugatan-gugatan yang dilontarkan sebagian ilmuwan
sosial, baik Barat maupun Timur, terhadap positivisme.
Klaim bebas nilai menyebabkan ilmu-ilmu sosial hanya berusaha
menjelaskan realitas (erklaren) secara apa adanya tanpa melakukan pemihakan,
atau memahami realitas (verstehen) kemudian memaafkannya. Teori-teori sosial
melulu ingin menyalin fakta masa kini. Dengan cara itu, ilmu sosial diam-diam
melestarikan masa kini, sehingga, dengan kedok tidak memihak, netral, bebas
nilai, teori-teori itu menutupi kemungkinan perubahan ke masa depan. Karena itu
teori yang mengklaim dirinya bebas nilai pada hakekatnya juga memihak, memihak
kemapanan.
Salah satu perlawanan sengit terhadap logika positivisme datang
dari para penganut teori ktiris. Teori Kritis hendak mengkritik keadaan-keadaan
aktual dengan referensi pada tujuannya. Karenanya, di dalam teori kritis,
terkandung muatan utopia tertentu yang menyebabkan pemikiran-pemikiran yang
terkandung di dalamnya tidak netral.
Dengan semangat yang sama, Kuntowijoyo lalu melontarkan ide
tentang Ilmu Sosial Profetik. Ilmu Sosial Profetik tidak hanya menolak klaim
bebas nilai dalam positivisme tapi lebih jauh juga mengharuskan ilmu sosial
untuk secara sadar memiliki pijakan nilai sebagai tujuannya. Ilmu Sosial
Profetik tidak hanya berhenti pada usaha menjelaskan dan memahami realitas apa
adanya tapi lebih dari itu mentransformasikannya menuju cita-cita yang
diidamkan masyarakatnya. Ilmu Sosial Profetik kemudian merumuskan tiga nilai
penting sebagai pijakan yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang akan membentuk
karakter paradigmatiknya, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi.
Perkembangan ilmu kewarganegaraan (civics) dan PKn di Indonesia banyak dipengaruhi oleh perkembangan civics dan civic education di dunia baik dalam aspek content maupun metode pembelajaran. Dalam konteks system
penyampaian pembelajaran (instructional
delivery system) pun tidak dipungkiri hingga muncul kesan bahan sebagai
doktrin. Hal seperti itu adalah wajar karena bahan pelajaran sudah dianggap
baik dan benar oleh sebagian besar penduduk. Lebih lanjut, proses belajar mengajar
menggunakan motode indoktrinasi. Selain bahan-bahan pelajaran yang bersifat
doktrin seperti itu ada bahan-bahan yang dianggap telah diterima oleh umumnya
warga Negara atau penduduk di Negara tersebut. Bagi Bangsa Indonesia hal yang
serupa itu adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang juga sering
disebut “The Great Oughts”.
Nilai-nilai yang terkadung di dalamnya “telah dianggap benar” yang kebenarannya
secara umum telah dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan bahkan
telah diakui oleh bangsa-bangsa lain yang telah mendukung dan bahkan membantu
perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan menegakkan kebenaran dan
kemerdekaannya.( Abdul A. Wahab dan Sapriya, 2011 : 6)
Oleh karena itu, cara untuk memperkuat Pendidikan Kewarganegaraan
yaitu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian yang
mengembal misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui
koridor “value-based education”.
Kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma yaitu: a). PKn secara
kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu agar menjadi warganegara Indonesia yang
berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab; b). PKn secara
teoritik dirancang sebagai subjek pembalajaran yang memuat dimensi-dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat koannflen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks
substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila kewarganegaraan yang
demokratis, dan bela Negara; dan c). PKn secara programatik dirancang sebagai
subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan
pengalaman belajar (learning experiences)
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari
ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan
bela Negara (Winataputra S dan Budimansyah D, 2007: 86).
JAWABAN NO. 5
Perbedaan yang
prinsipil antara pendekatan dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif :
Quantitative and
Qualitative Research : Alternative Labels
Quantitative
|
Qualitative
|
Authors
|
Rasionallistic
|
Naturalistic
|
Guba &Lincoln (1982)
|
Inquiry from the Outside
|
Inquiry from the inside
|
Evered & Louis (1981)
|
Functionalist
|
Interpretative
|
Burrel & Morgan (1979)
|
Positivist
|
Constructivist
|
Guba (1990)
|
Positivist
|
Naturalistic-ethnographic
|
Hoshmand (1989)
|
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Perbedaan Metode
Kuantitatif dengan Kualitatif
No
|
Metode Kuantitatif
|
Metode Kualitatif
|
1
|
Menggunakan
hiopotesis yang ditentukan sejak awal
penelitian
|
Hipotesis
dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
|
2
|
Definisi
yang jelas dinyatakan sejak awal
|
Definisi
sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
|
3
|
Reduksi
data menjadi angka-angka
|
Deskripsi
naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
|
4
|
Lebih
memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian
|
Lebih
suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
|
5
|
Penilaian
validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistic
|
Penilaian
validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
|
6
|
Mengunakan
deskripsi prosedur yang jelas (terinci)
|
Menggunakan
deskripsi prosedur secara naratif
|
7
|
sampling
random
|
Sampling
purposive
|
8
|
Desain/kontrol
statistik atas variabel eksternal
|
Menggunakan
analisis logis dalam mengontrol
variabel ekstern
|
9
|
Menggunakan
desain khusus untuk mengontrol bias prosedur
|
Mengandalkan
peneliti dalam mengontrol bias
|
10
|
Menyimpulkan
hasil menggunakan statistic
|
Menyimpulkan
hasil secara naratif/kata-kata
|
11
|
Memecah
gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis
|
Gejala-gejala
yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
|
12
|
Memanipulasi
aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks
|
Tidak
merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan
aslinya
|
(diadaptasi
dari Jack R. Fraenkel & Norman E.
Wallen. 1993 : 380)
JAWABAN NO. 6
a. Induktive
untuk menemukan dan membangun teori
Peneliti
kualitatif tidak mencari data atau fakta untuk kepentingan pembuktian atau
penolakan terhadap teori atau konsep yang seperti tertuang dalam statement
hipotesis penelitian. Penelitian kualitatif menemukan fakta-fakta yang banyak
dan beragam. Fakta-fakta tersebut dalam konteksnya ditelaah peneliti dan
menghasilkan suatu kesimpulan yang berarti. Menurut bahasa Bogdan dan Biklen
(1990:36), cara kerja induktif tidak seperti menyusun mozaik yang bentuk
akhirnya sudah diketahui, tetapi menemukan bentuk utuh dan bermakna hasil dari
gambar-gambar yang ditemukan pada saat mengumpulkan data. Peneliti menemukan
data atau fakta-fakta secara khusus atau bagian-bagian yang setelah dianalisis
dan disintesiskan menghasilkan suatu kesimpulan. Dalam bahasa pikir adalah
berpikir dari khusus untuk menuju pada suatu yang umum atau dimulai dari yang
khusus atau kenyataan menuju hal-hal umum atau teori. (Dzaman Satori dan Aaan
Komariah, 2010 : 28)
Komentar saya
pada intinya bahwa penelitian kualitatif menemukan fakta-fakta secara khusus
kemudian menghasilkan suatu kesimpulan (generalisasi).
b. Tidak
didasarkan atas salah satu teori
Banyak
penelitian di perguruan tinggi yang bertujuan menguji dan membuktikan teori
mulai dari penelitian dasar sampai penelitian kompetitif. Sesungguhnya keterbatasan
melakukan penelitian untuk grounded
theory dapat mengakibatkan stagnasi perkembangan ilmu terutama penemuan
teori-teori baru. Oleh karena itu, dosen-dosen di Perguruan Tinggi sebagai
dapurnya ilmu pengetahuan perlu didorong untuk tertarik melakukan studi grounded theory.
Penelitian
kualitatif menjadi solusi untuk menemukan teori-teori baru yang berangkat dari
pengalaman empirik/praktik terbaik yang dimiliki lapangan yang diangkat dalam
hasil penelitian kualitatif. Untuk menjadi suatu teori diperlukan analisis yang
tajam terhadap data/fakta lapangan dan penganalisis yang tajam sangat
tergantung pada kredibilitas peneliti yang bukan orang sembarangan atau bukan
peneliti pemula yang baru mencoba melakukan penelitian.
Tujuan utama
penelitian yang menggunakan penedekatan kualitatif ialah mengembangkan
pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal
sebagai grounded theory research.
Adapun salah
satu karakteristiknya dalam hal ini teori yang digunakan yaitu referensi untuk
rujukan teori tidak mutlak harus teori, tetapi bisa berupa paradigma. Tujuannya
tidak menguji teori/ membuktikan kebenaran suatu teori.
(Dzaman Satori
dan Aaan Komariah, 2010 : 32-33)
Komentar saya
pada intinya bahwa penelitian kualitatif bukan membuktikan sebuah teori,
melainkan melahirkan teori. Teori yang ada hanya dijadikan sebagai patokan
untuk penelitian yang ada. Sehingga demikian, dalam penelitian kualitatif hanya
dikenal kajian pustaka, bukan landasan teori.
c. Peneliti
sebagai instrument penelitian
Salah satu
karakteristik penelitian kualitatif dalam hal ini instrument penelitian yaitu Human Instrument. Maksudnya peneliti
sebagai Key Instrument (instrument kunci)
yang kapabel melakukan penelitian kualitatif dengan alat bantu buku catatan,
tape recorder, handycam untuk menangkap situasi sosial dari orang-orang yang
menjadi informan yang bisa berkedudukan sebagai guru bagi peneliti yang mampu
mendeskripsikan focus studi. (Dzaman Satori dan Aaan Komariah, 2010 : 33)
Komentar saya
pada intinya, karena penelitian kualitatif bertujuan untuk memaknai suatu
kejadian maka peneliti harus terlibat langsung dalam pengumpulan data tersebut
atau sebagai instrument penelitian.
d. Tidak
dalam bentuk generalisasi akan tetapi
menggunakan prinsip transferbilitas
Posotivistik
bekerja dengan pola pikir deduktif, yaitu berangkat dari generalisasi untuk
ditemukan data empiriknya yang mendukung dan membuktikan teori. Data diambil
dalam populasi yang luas untuk dapat diperlakukan secara universal. Suatu
penelitian menjadi terpercaya karena generalisasi yang diambil dalam populasi
yang luas dan dapat diuji ulang dengan hasil yang relative sama.
Pospositivistik
bekerja dengan pola pikir induktif, yaitu berangkat dari harapan dapat
menemukan teori untuk menjelaskan data/fakta yang ditemuinya. Data/fakta
merupakan bahan untuk dikaji dan dianalisis pola pikir relfektif. Data yang
dimaknai dengan pola pikir reflektif dan menghasilkan suatu evidensi yang
bermakna bagi modifikasi teori atau bahkan mengembangkan teori. Yang disebut
sebagai grounded theory.
Generalisasi
penelitian kualitatif dari aliran postpositivistik tidak berasal dari populasi
yang besar dan diambil secara acak, akan tetapi data diungkap dari key person
dengan sample purposive dengan tujuan agar hasil penelitiannya memiliki nilai
komparabilitas dan transferbilitas sehingga dapat direkonstruksi untuk
kepentingan praktik terbaik di tempat lain yang memiliki konteks atau karakteristik
yang relative sama. Nilai transferability yaitu dapat ditransfer atau
diaplikasikan di tempat lain. (Dzaman Satori dan Aaan Komariah, 2010 : 16)
Komentar saya
pada intinya, karena penelitian kualitatif
untuk memaknai suatu kejadian secara utuh maka responden harus terikat
nilai. Oleh karena itu, setiap sample harus dipilih berdasarkan kepentingan
penelitian (purposive sample).
e. Situs
penelitian bukan lokasi penelitian
Situs
penelitian dipilih dalam penelitian kualitatif karena peneliti tidak terpisahkan
lagi dengan lokasi tersebut. Sedangkan lokasi penelitian, peneliti kadang bisa
tidak berada ditempat penelitian yang digunakan hanya untuk penelitian
kuantitatif.
f. Kajian
teoritik bukan landasan teori
Karena dalam
penelitian kualitatif, penggunaan teori bukan dijadikan sebagai imam, , tetapi
dijadikan hanya dijadikan alat untuk membangun sebuah teori baru.
g. Bersifat
terbuka tidak tertutup proposal tentative
Desain
penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara baku dan kaku. Kebakuannya
tergantung pada tujuan pencarian data dan fokus studi yang dieksplorasi. Tidak
heran apabila sistematika proposalnya bisa sangat beragam. Namun demikian,
untuk memenuhi syarat akademik formal, setiap perguruan tinggi atau dosen
pembimbing memiliki format tertentu sebagai pedoman yang dijadikan standar
penulisan.
Kesulitan
menetapkan rancangan secara baku semenjak awal disebabkan karena penelitian ini
mementingkan proses dibandingkan dengan hasil akhir dan peneliti tidak dapat
menebak secara pasti apa yang akan terjadi oleh karena itu baik urut-urutan
kegiatan maupun batasan masalah dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan
banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. (Dzaman Satori dan Aaan Komariah, 2010
: 31)
Komentar saya
pada intinya bahwa desain penelitian kualitatif tidak bersifat baku, karena
data yang didapatkan tergantung pada tujuan dan fokus penelitian tersebut.
h. Hubungan
relasional sebagai subyek penelitian
Aliran
postpositivistik memandang dunia sebagai suatu keutuhan dan dibalik kenyataan
terkandung adanya unsur emosi, perasaan dan perilaku tersembunyi yang dapat
dimengerti, dipahami dan dirasakan apabila peneliti baur dalam suasana yang
sebenarnya. Postpositivistik menuntut bersatunya subjek peneliti dengan objek
yang diteliti serta subjek pendukungnya. Penelitian kualitatif mengetengahkan
peneliti sebagai human instrument yang mampu mengungkap data sesungguhnya dan
menangkap makna yang terdapat dibalik fenomena. Usaha mengungkap data dan
memahami makna kenyataan yang ada dilakukan dengan masuk pada sumber langsung
dari data melalui observasi partisipasi, interview langsung dan mendalam atau
studi terhadap dokumen primer dan sekunder. Dalam hal ini, peneliti tidak
terpisahkan dengan yang diteliti sebagai sumber data dan peneliti berinteraksi
secara intensif dengan sumber data. (Dzaman Satori dan Aaan Komariah, 2010 :
15-16)
Komentar saya
pada intinya bahwa untuk mengharapkan data yang valid, maka peneliti harus
mampu mengungkap data sesungguhnya secara langsung melalui observasi dan
interview yang mendalam.
i. Intuitif
subyetif dan tidak bebas nilai
Intuitif
subyektif karena dalam pengumpulan data terkandung adanya unsur emosi, perasaan
dan perilaku tersembunyi yang dapat dimengerti, dipahami dan dirasakan apabila
peneliti membaur dalam suasana yang sebenarnya. (Dzaman Satori dan Aaan
Komariah, 2010 : 15)
Dalam
positivistik menuntut penelitian kuantitatif mengejar objektivitas yang tinggi
dalam melakukan penelitian. Peneliti memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi
fakta sesungguhnya berdasarkan batas-batas teori bukan berdasarkan batas-batas
nilai yang ada. Sebaliknya, pada pemahaman posposititivistik yang dianut
peneliti naturalist dalam pencarian fakta meminta penyesuaian-penyesuaian dalam
teknis pencariannya yang mengadaptasi dengan tata nilai yang ada. (Dzaman
Satori dan Aaan Komariah, 2010 : 7)
Komentar saya
pada intinya bahwa penelitian kualitatif sangat dakat dengan unsur
subyektifitas. Oleh karena untuk mencapai hasil penelitian yang berkualitas
maka sample yang diambil harus dipilih (sample
purposife), dimana sangat terikat dengan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Dzam’an Satori dan
Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Budimansyah, Dasim. 2010. Penguatan
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung : Widya
Aksara Press
Fraenkel R. F and
Norman E. Wallen. 1990. How to Design and
Evaluate Research in Education, Sixty edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc.
New York.
Moleong, Lexi. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi
Revisi). Bandung : Rosda Karya.
Somantri R, Gumilar. 2005. Memahami
Metode Kualitatif. Tersedia
di E-mail: (gsomantri@yahoo.com) [21 Mei 2011]
Halim A. Muhammad. 2007. Teori-Teori Sosial;
Dari Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Intergralistik. Email: (http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-teori-sosial-dari-ilmu-sosial-sekuleristik-menuju-ilmu-sosial-intergralistik).
Kuntowijoyo. 2007. Kegelisahan Keilmuan. Di Email:
(http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Sosial_Profetik) [13 mei 2011]
Nazir. Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia
Rif’an. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Di email: http://rifqiemaulana.wordpress.com/2009/02/10/metode-penelitian-kualitatif/
Yvonna S. Lincoln dan Egon G. Guba. 2007. Naturalistic Inquiry. Tersedia di Email:
(http./www.sagepublication.com) [13 mei 2011]
Wahab A. Abdul dan Sapriya. 2011. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Alfabeta
Wahyono. Hadi 2009. Penelitian Studi Kasus. Di Email:
(http://penelitianstudikasus.blogspot.com/2009/03/pengertian-penelitian-kualitatif.html)
Winataputra S. Udin dan Budimansyah D. 2007. Civic Education Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas.
Bandung : SPs UPI Bandung