Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

4/12/2012

Pengertian Belajar dan Hasil Belajar



Pengertian Belajar – Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Lebih–lebih setelah dicanangkannya wajib belajar. Namun, apa sebenarnya belajar itu, rasanya masing–masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas belajar. Oleh karena itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akitivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenarnya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar. Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ ritual–ritual” belajar.
Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang dapat dibedakan dengan kegiatan – kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya didentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.
Pengertian belajar demikian, secara konseptual tampaknya sudah mulai ditinggalkan orang. Guru tidak dipandang sebagai satu – satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli–ahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda mengenai apa belajar itu. Dalam pandangan psikologis, menurut Ali Imron (1996:2 – 14), ada 4 pandangan mengenai belajar, yaitu :
1. Pandangan Psikologi Behavioristik.
Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor–faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Tokoh–tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson. Setelah mengadakan eksperimentasi, Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dan atau diri sendiri seseorang dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi atas stimulus – stimulus yang dialami.
Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba– coba (trial and error). Mencoba – coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba – coba ini seseorang mungkin akan menemukan respons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
2. Pandangan Psikologi Kognitif
Menurut psikologi kognitif, belajar adalah suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon – respon lainnya guna mencapai tujuan.
3. Pandangan Psikologi Humanistik
Pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Menurut pandangan psikologi humanistik, belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar – besarnya kepada individu.
Salah seorang tokoh psikologi humanistic Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. Ia mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang ia ambil atau pilih.
4. Pandangan Psikologi Gestalt
Tokoh psikologi Gestalt adalah Kohler, Koffkar dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi Gestalt, belajar adalah terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berpikir. Dalam belajar ditanamkan pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman.Belajar selalu melibatkan perubahan pada dirinya dan melalui pengalaman yang dilaluinya oleh interaksi antar dirinya dan lingkungannya baik sengaja maupun tidak disengaja. Perubahan yang semata–mata karena kematangan seperti anak kecil mulai tumbuh dan berjalan tidak termasuk perubahan akibat belajar, karena biasanya perubahan yang terjadi akibat belajar adanya perubahan tingkah laku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan ”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.
Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.
Sementara itu, Slamento (2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) juga memiliki pendapat bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tigkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar.
Dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kemauan dan minat siswa turut menentukan keberhasilan belajarnya. Perbedaan kemampuan siswa mengakibatkan perbedaan waktu untuk menguasai materi pembelajaran.
Sementara itu Ischak dan Warji R seperti dikutp oleh Supriadin (2002: 14) mengemukakan bahwa ” apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor ketahuan, kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran maka setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan”.
Dari teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terus–menerus dan tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “ hasil “ dan “ belajar “ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian “ hasil “ dan “ belajar”.
Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.
Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan dapat diukur”. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui plroses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut:
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa
2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.
4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan dirinya terutaman adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya
Hasil belajar adalam kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar.
Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.
Hasil penillaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil dari belajar adalah sebagai aberikut:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
2. Maksudnya adalah bahwa individu yang menyadari dan merasakan telah terjadi adanya perubahan yang terjadi pada dirinya.
3. Perubahan yang terjadi relative lama. Perubahan yang terjadi akibat belajar atau hasil belajar yang bersifat menetap atau permanen, m aksudnya adalah bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
4. Perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek tingkah laku.
5. Perubahan yang diperoleh individu dari hasil belajar adalah meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku baik dalam sikap kebiasaan, keterampilan dan pengetahuan.



PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI

A. PENGERTIAN NILAI

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.
Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai
ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4
dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental.
Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya
nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum
operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang
sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu
sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai
Instrumental.

Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang
dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batas
yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
B. CIRI-CIRI NILAI
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang
bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang
bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,
tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah
kejujuran itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita,
dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai
diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku
yang mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung
nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong
untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.

C. MACAM-MACAM NILAI

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a. Nilai logika adalah nilai benar salah
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah (jelek)
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Berdasarkan klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam kehidupan.
Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika.
Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan
siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan
pada tempatnya kita mengatakan demikian.
Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton
sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat
subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan
melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin
tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan itu
indah.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak
semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.
Notonegoro dalam kaelan (2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut.
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian meliputi
1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan
(emotion) manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,
Will) manusia.
Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

D. PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI

Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa
nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

1. Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan
Makmur secara lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai
dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi
dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar
bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum
nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu
bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila
berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma
fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan.
Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan sebagai
berikut.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
e. Peraturan Pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan Daerah
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan presiden
e. Peraturan daerah.
Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya
sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945
Alinea IV.
3. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma
moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat
diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik sebagai
pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut bersumber
pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut
tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,
Bernegara, dan Bermasyarakat.
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat
a. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas
dengan itu juga menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan
dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Untuk itu, perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus
dimulai dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan
lapisan masyarakat.
b. Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan
efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai
perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang
lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para
pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem
nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan
negara.
c. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik
oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat
melahirkan kiondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,
berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan
kemampuan bersaing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan
ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Hal itu
bertujuan menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang bernuansa KKN ataupun rasial yang berdampak negatif
terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan; serta menghindarkan perilaku
menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan keasadaran
bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat
diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada.
Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan
menuju kepada pemenuha rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat.
e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tingghi nilai-nilai ilmu pengetahuan
dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika
ini etika ini ditampilkan secara pribadi dan ataupun kolektif dalam perilaku
gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas, dan kreatif dalam
menciptakan karya-karya baru, serta secara bersama-sama menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang tercermin dalamnorma-norma
etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita amalkan. Untuk berhasilnya
perilaku bersandarkan pada norma-norm aetik kehidupan berbangsa dan bernegara,
ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut.
a. Proses penanaman dan pembudayaan etika tersebut hendaknya menggunakan bahasa
agama dan bahasa budaya sehingga menyentuh hati nurani dan mengundang simpati
dan dukungan seluruh masyarakat. Apabila sanksi moral tidak lagi efektif,
langkah-langkah penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan konsisten.
b. Proses penanaman dan pembudayaan etika dilakukan melalui pendekatan
komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak melalui pendekatan cara
indoktrinasi.
c. Pelaksanaan gerakan nasional etika berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
secara sinergik dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh potensi bangsa,
pemerintah ataupun masyarakat.
d. Perlu dikembangkan etika-etika profesi, seperti etika profesi hukum, profesi
kedokteran, profesi ekonomi, dan profesi politik yang dilandasi oleh pokok-pokok
etika ini yang perlu ditaati oleh segenap anggotanya melalui kode etik profesi
masing-masing.
e. Mengaitkan pembudayaan etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat sebagai bagian dari sikap keberagaman, yang menempatkan
nilai-nilai etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di samping
tanggung jawab kemanusiaan juga sebagai bagian pengabdian pada Tuhan Yang Maha
Esa.
Kesimpulan :
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.
Pancasila memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat diantaranya Nilai itu suatu
realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia, Nilai memiliki sifat normatif,
dan Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator.
Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang
fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan
Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia.

4/10/2012

PANDUAN PENCEGAHAN PLAGIAT

PANDUAN PENCEGAHAN PLAGIAT
PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


Definisi Plagiat
Plagiat merupakan perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah orang lain, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai (Permendiknas No 17 tahun 2010, Pasal 1 Ayat 1).

Jenis-jenis plagiat
1) Plagiat yang disengaja terjadi apabila seorang mahasiswa:
(1) salah pengertian mengenai tatacara penulisan rujukan,
(2) terlalu bergantung atas sumber rujukan,
(3) mengikuti kebiasaan salah yang telah dilakukan sebelumnya,
(4) tidak benar-benar memahami kapan sebuah karya kelompok orang tertentu berhenti dan kapan karya sendiri mulai,
(5) kemampuan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing yang lemah, dan
(6) kecerobohan dalam melakukan pencatatan.
2) Plagiat yang disengaja dapat terjadi karena seorang mahasiswa:
(1) mengerjakan tugas hingga detik-detik terakhir batas pengumpulan,
(2) keinginan untuk berhasil,
(3) kepanikan,
(4) berpikir bahwa tindakan plagiatnya tidak akan ketahuan,
(5) tidak mampu mengatur beban kerja secara baik,
(6) menggunakan prinsip bahwa menyalin pekerjaan orang lain lebih mudah daripada bekerja sendiri, dan
(7) menganggap dosen tidak akan mengenali apa yang dilakukannya

Alasan melakukan plagiat
Beberapa alasan mengapa seorang mahasiswa melakukan plagiat adalah:
1) Tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kutipan dan parafrase dan bagaimana mengutip secara benar,
2) Menunda tugas hingga detik-detik terakhir,
3) Percaya bahwa melakukan plagiat merupakan cara tercepat untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan
4) Merasa yakin bahwa dosen tak akan mendeteksi apa yang dilakukan mahasiswa.
5) Tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan tugas karena lemahnya pengelolaan waktu, suka menunda-nunda pekerjaan, ingin sempurna (perfectionist) dan karena kondisi di luar kontrol.
6) Plagiat juga dapat terjadi karena mahasiswa merasa tertekan untuk mendapatkan hasil yang baik dalam sebuah tugas. Tekanan itu dapat muncul karena begitu pentingnya tugas yang diberikan, tuntutan keluarga, keinginan untuk memperoleh yang terbaik atau persaingan masuk universitas atau mendapatkan beasiswa yang ketat.
7) Plagiat dapat pula terjadi bila tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mengerjakan tugas yang diberikan, terutama dalam mencari artikel yang relevan, mengevalausi sumber-sumber Internet, memahami istilah-istilah teknis, mengetahui dan menggunakan format dan model pengutipan tertentu, melakukan pencatatan secara baik, atau tugas yang diberikan dosen kurang jelas.
8) Terjadinya plagiat juga disebabkan karena mahasiswa tidak memahami perbedaan antara parafrase dan plagiat, tidak menguasai teknik pengutipan secara benar, perbedaan utama antara pengetahuan umum, ranah publik dan hak akan kekayaan intelektual, atau tidak mengetahui bahwa sumber-sumber yang dapat diakses secara online bukan merupakan ranah publik atau pengetahuan umum.

Tindakan yang termasuk plagiat
Tindakan plagiat mencakupi, tapi tidak terbatas pada:
1) mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai,
2) mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai,
3) menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai,
4) merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari sumber kata-kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai, dan
5) menyerahkan sebuah karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumbernya secara memadai.
6) mengakui karya orang lain sebagai karya sendiri,
7) mengambil kata-kata atau gagasan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya,
8) tidak memberikan sumber kutipan pada tanda kutip,
9) mengubah kata-kata namun menyalin struktur kalimat dari sebuah sumber tanpa menyebutkan rujukannya,
10) menyalin banyak kata atau gagasan dari sebuah sumber yang membangun sebagian besar sebuah karya walau menyebutkan rujukannya,
11) memarafrase sebuah sumber tanpa menyebutkan rujukannya secara benar,
12) mengumpulkan tugas yang nampak seperti diparafrase (dan berisi referensi) tetapi sebenarnya merupakan contekan langsung dari sumber aslinya,
13) mengambil materi dari sebuah sumber dan menjadikannya sebagai materi sendiri, dan
14) penyalinan kalimat, frase, atau paragraf persis seperti sumber aslinya, penyalinan kalimat dan menyusunnya kembali dalam urutan yang berbeda, penyalinan kalimat dan menggantikan beberapa kata dengan sinonimnya, serta
penyalinan kalimat dan menambahkan beberapa kata baru bila tanpa menyebutkan rujukan termasuk plagiat
15) membeli, meminjam, atau menggunakan makalah, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi karya orang lain atas nama plagiator,
16) meminta orang lain untuk mengerjakan esei, makalah, skripsi, tesis, disertasi atau karya lainnya untuk kepentingan plagiator,
17) menggunakan satu atau lebih karya orang lain dengan cara mengambil sebagian besar teks hanya dengan mengaitkannya satu sama lain dengan hanya membubuhkan sedikit kata-kata sendiri,
18) menggunakan sebuah tugas yang sudah diserahkan dan dinilai oleh dosen untuk tugas mata kuliah yang lain,
19) mengambil pikiran atau pendapat orang lain yang dirujuk dalam sebuah makalah, artikel, skripsi, tesis, disertasi, walau dengan memasukan semua rujukan yang ada di dalam karya-karya tersebut, dan
20) menggunakan kritikan atau pendapat orang lain dan menganggapnya sebagai pendapat atau kritikan plagiator.

Teknik mendeteksi plagiat
1) adanya perbedaan internal dalam isi teks, seperti dalam gaya, ejaan, tanda baca, penggunaan font, cetak miring, bahasa, tata bahasa dan konstruksinya,
2) tugas yang diserahkan kualitasnya lebih baik atau bentuknya berbeda (misalnya ujaran bahasanya) dengan apa yang biasanya mahasiswa yang bersangkutan hasilkan,
3) terdapat ketidakkonsistenan internal dalam hal perujukan apakah diteks utama, pustaka acuan atau keduanya.
4) Adanya penghilangan sumber tertentu yang mestinya harus muncul,
5) pernyataan yang tidak didukung oleh bagian teks lainnya, misalnya, “seperti kita dapat amati dalam tabel di bawah ini” sementara tabelnya sendiri tidak ada,
6) tugas yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang ditugaskan, kualitasnya lebih rendah dari apa yang diminta, dan
7) perujukan yang tidak memadai atau tak sejalan dengan rincian yang muncul di dalam naskah.

Pencegahan plagiat
1) Ketika kerja kelompok atau belajar bersama diharuskan atau bekerja sama diijinkan, pastikan mengenali kerja sama dalam hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan apa yang diharapkan dapat disumbangkan atas proyek tersebut.
2) Jika belum jelas, segera klarifikasi harapan serta persyaratan atas tugas yang diberikan.
3) Jika ada informasi tambahan di laman web, segera cek agar pemahaman menjadi lebih baik.
4) Perhatikan dengan baik ketika dosen memberi penjelasan mengenai plagiat dan konsekuensinya sehingga dapat diketahui definisi plagiat beserta rinciannya.
5) Ikuti penjelasan pustakawan mengenai bahan pustaka yang tersedia dan bagaimana memanfaatkannya.
6) Pelajari secara rinci model atau format penulisan yang dikehendaki secara benar, juga perbedaan antara plagiat dan parafrase, pengetahuan umum, ranah publik dan hak akan kekayaan intelektual sehingga tidak melakukan plagiat yang tak disengaja.
7) Perhatikan dan sadari bahwa bila informasi bibliografi hilang dari sumber-sumber elektronik, upaya yang harus dilakukan untuk mengidentifikasinya membutuhkan upaya yang lebih keras.
8) Upayakan agar tugas yang besar dipecah-pecah ke dalam tugas yang lebih kecil. Misalnya, jika ada tugas yang harus diselesaikan akhir semester, mulailah digarap di awal semester dengan mengumpulkan kajian pustaka dan data serta melakukan analisis dan melaporkannya secara terjadwal.
9) Ketika mengumpulkan bahan pustaka, buatlah catatan yang rinci dan cermat. Jangan menggarisbawahi atau mewarnai bagian-bagian yang dianggap penting. Gunakan kartu berukuran 3 x 5 (3 R) untuk menuliskan kata-kata yang asli dari sumber yang digunakan. Berikan tanda kutip di sekitar bahan itu dan catat halamannya, walaupun hanya 1 atau 2 kata yang di kutip.
10) Ketika memarafrase sebuah gagasan, pastikan keseluruhan gagasan itu dinyatakan kembali dalam kata-kata sendiri.
11) Jika informasi yang diperoleh merupakan parafrase, beri tanda P pada kartu tersebut.
12) Jika menuliskan gagasan sendiri, berikan catatan MI atau gagasan sendiri pada kartu.
13) Ketika menggunakan catatan dalam kartu, catat semua informasi bibliografi dari sumber yang digunakan secara lengkap.
14) Ketika menulis draf pertama tulisan, berikan perujukan secara benar akan pikiran dan kata-kata yang bukan milik kita sendiri dalam teks yang kita tulis.
15) Berikan pula informasi bibliografi yang lengkap baik dalam karya-karya yang dikutip maupun pustaka acuan untuk setiap karya yang dikutip.
16) Ketika menulis makalah, kendalikan cara kita menyajikan dan mengembangkan topik dengan hanya menggunakan informasi dalam sumber rujukan untuk mendukung gagasan kita dan jangan membiarkan sumber rujukan mengarahkan arah argumen kita.
17) Lakukan parafrase sebanyak mungkin dengan menggunakan gaya penulisan yang benar.
18) Ketika melakukan parafrase, ungkapkan kembali semua kata-kata dan pikiran sumber menggunakan kata-kata dan kalimat sendiri secara keseluruhan.
19) Lakukan perujukan atas sumber-sumber yang digunakan, kata-kata, struktur kalimat, dan pola pengorganisasian menggunakan model dan format yang benar.
20) Gunakan kata-kata asli dari sumber yang dirujuk hanya ketika kata-kata dari sumber itu dapat menambah bobot dari apa yang akan disampaikan atau ketika benar-benar kata yang digunakan itu diperlukan dan efektif.
21) Ketika mengutip kalimat, berikan tanda kutip untuk setiap kata-kata atau kalimata asli sumber dan gunakan tatacara pengutipan yang benar.
22) Sebelum menyerahkan tugas, lakukan pengecekan atas kutipan kita dengan sumber aslinya.
23) Pastikan bahwa kita telah melakukan parafrase secara benar, telah menulis kutipan untuk semua sumber yang digunakan, pola pengorganisasian, gagasan dan kata-kata orang lain.
24) Lakukan pengecekan atas penyusunan kutipan dan pustaka acuan agar kedunya sinkron.
25) Selalu menuliskan sumber rujukan atas setiap kontribusi, pendapat, gagasan atau pemikiran orang lain.
26) Setiap teks yang disalin apa adanya harus dituliskan dalam tanda kutip.
27) Selalu menuliskan sumber rujukan atas setiap sumber yang digunakan, baik berupa parafrase, ringkasan atau kutipan langsung.
28) Ketika meringkas, bahan yang substansial dipadatkan menggunakan bahasa sendiri dalam bentuk paragraf pendek atau kalimat.
29) Ketika meringkas atau memarafrase, sumber informasi harus tetap diidentifikasi.
30) Ketika memarafrase dan/atau meringkas, makna yang sama dengan fakta atau gagasan penulis harus dihasilkan menggunakan kata-kata atau kalimat sendiri.
31) Agar menghasilkan perubahan yang substansial dari teks asli menggunakan parafrase yang benar, pemahaman yang memadai atas gagasan dan peristilahan yang digunakan harus dimiliki.
32) Seorang penulis memiliki tanggung jawab etis atas pembacanya dan atas penulis lain yang gagasannya dipinjam, menghormati gagasan dan kata-kata orang lain dengan menuliskan rujukannya, serta menggunakan kata-kata sendiri saat melakukan parafrase.
33) Jika ragu apakah sebuah konsep atau fakta merupakan pengetahuan umum atau bukan, rujukan harus dicantumkan.
34) Penulis yang mengirimkan naskah yang berisi data, pembahasan, kesimpulan, dll. yang telah disebarluaskan sebelumnya (misalnya: diterbitkan dalam artikel sebuah jurnal, disajikan di dalam konferensi, diunggah di laman web), harus secara jelas menunjukkan kepada editor dan pembaca bentuk penyebarluasan yang telah dilakukan.
35) Jika meneliti sejumlah variabel yang kompleks dan dianggap sebagai satu kesatuan, seorang peneliti harus memublikasikan hasil penelitiannya ke dalam satu artikel saja. Jika akan diterbitkan ke dalam lebih dari satu artikel, penulis harus mengemukakan tulisan lain (baik yang dipublikasikan atau tidak) yang mungkin merupakan bagian dari artikel yang sedang siapkan.
36) Karena beberapa tindakan plagiat, otoplagiat, dan beberapa praktik penulisan yang mungkin dapat diterima (misalnya, melakukan parafrase atau menuliskan kata-kata kunci dalam jumlah yang cukup besar dari sebuah buku) dapat melanggar hak cipta, penulis sangat disarankan untuk mengenali dasar-dasar undang-undang hak cipta.
37) Penulis harus menghindari upaya menggunakan kembali tulisan sendiri yang telah diterbitkan sebelumnya kecuali disertai pencantuman rujukan dan parafrase.
38) Penulis disarankan untuk mengecek ulang kutipan yang dibuatnya, serta memastikan bahwa kutipan yang ada di dalam teks sejalan dengan referensi yang ada dalam pustaka acuan dan setiap rujukan yang ada di dalam pustaka acuan tercantum di dalam teks. Pastikan pula bahwa tidak ada kesalahan elemen kutipan seperti nama penulis, volume dan nomor jurnal, halaman, tahun dan
elemen lainnya. Selain itu, harus dipastikan pula agar perujukan diberikan kepada penulis yang pertama menyajikan persoalan yang dibicarakan.
39) Referensi yang disajikan harus benar-benar relevan dengan materi yang dibahas. Tidak dibenarkan mencantumkan rujukan hanya untuk memanipulasi impact factor dari sebuah artikel.
40) Penulis senantiasa berusaha memperoleh bahan rujukan yang telah dipublikasikan. Jika tak tersedia, penulis harus mengutip versi rinci dari artikel itu, apakah berbentuk presentasi konferensi, abstrak atau naskah yang tidak dipublikasikan.
41) Ketika mendeskripsikan karya orang lain, jangan mengandalkan ringkasan sekunder karena merupakan praktik penipuan, merefleksikan standar akademik yang rendah serta dapat menimbulkan kesalahan dalam mendeskripsikan karya yang dimaksud.
42) Ketika mengutip begitu banyak dari sebuah sumber, penulis harus membuat jelas mana gagasan sendiri dan mana gagasan atau pikiran orang lain.
43) Penulis berkewajiban menyampaikan bukti-bukti atau pendapat yang bertentangan dengan pandangannya. Gagasan atau pendapat yang digunakan untuk mendukung pendapat penulis secara metodologis harus benar. Bila ada kajian atau data pendukung yang memiliki keterbatasan metodologi, statistik, atau lainnya, kekurangan itu harus dikemukakan kepada pembaca.
44) Penulis berkewajiban melaporkan semua aspek yang berkaitan dengan penelitian yang dapat mempengaruhi replikasi ulang kajian tersebut.
45) Peneliti memiliki kewajiban etis untuk melaporkan hasil penelitiannya berdasarkan rencana yang telah ditetapkan. Setiap manipulasi setelah penelitian dilakukan yang dapat mengubah hasil yang diperoleh sebelumnya, seperti penghilangan outliers atau pengubahan analisis statistik harus digambarkan secara jelas disertai dengan alasannya
46) Penentuan kepenulisan harus dibicarakan sebelum penelitian bersama dilakukan dan harus berdasarkan pedoman yang ditetapkan.
47) Hanya pihak yang telah memberikan kontribusi signifikan atas penelitian yang namanya berhak dicantumkan sebagai penulis.
48) Penentuan kepenulisan untuk artikel hasil penelitian bersama antara dosen dan mahasiswa dilakukan berdasarkan kesepakatan. Dosen yang tidak memberikan kontribusi signifikan tidak berhak dicantumkan namanya dalam tulisan mahasiswa.
49) Penulis harus menyadari kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam penelitiannya dan harus berusaha mengemukakan kondisi yang dapat menimbulkan atau berpotensi untuk menimbulkan adanya konflik kepentingan.

PENULISAN RUJUKAN BERDASARKAN MODEL APA
(American Pyschological Association)
Perujukan adalah cara terstandar untuk mengakui sumber informasi dan gagasan atau pikiran yang telah digunakan dalam sebuah karya tulis yang memungkinkan sumber itu teridentifikasi. Perujukan dipandang penting untuk menghindari plagiat, untuk mengecek ulang kutipan dan untuk memungkinkan pembaca menindaklanjuti apa yang telah ditulis dan lebih memahami karya yang telah dikutip penulis. Berikut ini model penulisan rujukan menurut American Pyschological Association (APA) yang telah diadaptasi sesuai kondisi Universitas Pendidikan Indonesia.

JENIS RUJUKAN
DI DALAM TEKS
DI DALAM PUSTAKA ACUAN/REFERENSI/BIBLIOGRAFI
Seorang penulis
A symbol is connected to its referent in the world by our sense of organs (Pinker, 2009 p.80)
atau
Pinker (2009, p. 80) claimed that a symbol ...
Pinker, S. (2009). How the mind works. New York, NY: W.W. Norton & Company, Inc.
Dua orang penulis
A set of verbs with individually similar meanings can be juxtaposed with a set of nouns with individually similar meanings ... (Hunston & Oakey, 2010)
atau
Hunston dan Oakey (1991) mengklaim bahwa …
Hunston, S. & Oakey, D. (2010). Introducing applied linguistics: Concepts and skills. New York, NY: Routledge.
Tiga s.d. 5 penulis
Penjelasan (Coyle, Hood, & Marsh, 2010) menyimpulkan bahwa ...
Kutipan berikutnya dalam teks:
(Coyle et al., 2001)
Coyle, D., Hood, P. And Marsh, D. (2010). CLIL: Content and language integrated learning. Cambridge: Cambridge University Press.
Enam penulis atau lebih
It was argued that…(Johnson et al., 2005)
atau
Johnson et al. (2005) talks about…
Johnson, L., Lewis, K., Peters, M., Harris, Y., Moreton, G., Morgan, B. et al. (2005). How far is far? London: McMillan.
Sumber tanpa penulis
The spinal column (Dorland’s Illustrated, 2000) has ...
Bila merujuk judul buku, brosur, atau laporan yang tanpa penulis, beberapa kata dari judul buku atau laporan tersebut harus cetak miring
Dorland’s illustrated medical dictionary (29th ed.). (2000). Philadelphia: Saunders.
Penulis sebagai penerbit
(Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan [Balitbang Depdiknas], 2010)
Atau
Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan [Balitbang Depdiknas], (2010) menunjukan bahwa ....
Kutipan berikutnya:
(Balitbang Depdiknas, 2010)
Badan Penelitian dan Pengembangan [Balitbang] (2007). The assessment of curriculum policy of language subjects: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.
Balitbang. (2008). The assessment of curriculum policies in secondary education: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.
Balitbang. ....
Buku ber editor
(Waugh & Monville-Burston, 1990)
Waugh, L.R., & Monville-Burston, M. (eds.). (1990). On language: Roman Jakobson. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Beberapa karya dipublikasikan oleh seorang penulis pada tahun yang sama
(Sukyadi, 2011a, 2011b)
Sukyadi, D., Setyarini, S. & Junida, A.I. (2011a). A Semiotic Analysis of Cyber Emoticons (A Case Study of Kaskus Emoticons in The Lounge Forum at Kaskus-the Largest Indonesian Community. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 37-50,
Sukyadi, D. & Mardiani, R. (2011b). The Washback Effect of National Examination (ENE) on English teachers’ Classroom Teaching and Students’ Learning. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 96-111,
(susun secara alfabetis berdasarkan judul)
Buku yang disusun oleh sebuah lembaga atau institusi
Badan Standar Nasional Pendidikan (2012) merekomendasikan bahwa ...
(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2012)
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2010). Pedoman penulisan buku ajar untuk perguruan tinggi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
(Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia, BHMN, 2009)
Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia, Badan Hukum Milik Negara. (2009).Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia BHMN.
Buku dengan edisi berbeda
(Cox, 1999)
Cox (1995) mengemukakan gagasan bahwa …
Cox, C. (1999). Teaching language arts: A student-and response-centered classroom (3th ed.). Needam Heights, MA: Allyn & Bacon.
Buku berseri
(Clapham, 1996)
Clapham (1996) berpendapat bahwa …
Clapham, C. (1996). The development of IELTS: A study of the effect of background knowledge on reading comprehension. Studies in language testing 4. Cambridge: Cambridge University Press.
Buku elektronik
Most authors begin their articles by explaining what caused them to conduct their empirical investigations (Huck, 2012).
Huck, S.W. (2012). Reading statistics and research. Boston, MA: Pearson Education, Inc. Available from NetLibrary database.
Buku terjemahan
(Young & Rang, 2005)
Young, Y. S. & Rang, K. I. (2005). Semua yang jorok ada di sini: Buku pengetahuan paling jorok sedunia (M. Ayudiah, Trans.). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Bab dalam sebuah buku
(Richards, 2002)
Gunakan penulis Bab, bukan editor buku tersebut
Richards, J. C. (2002) Theories of Teaching in Language Teaching. In Richards, J.C. and Renandya, W.A. (Eds.). (2002). Methodology in language teaching: An anthology of current practice. Cambridge: Cambridge University Press.
Kutipan lebih dari 1 halaman
Kutipan pertama:
(Rush, Waldrop, Mitchell, & Dyches, 2005, pp. 283-284)
Kutipan berikutnya dar sumber yang sama:
(Rush et al., 2005, p. 291)
Rush, K. L., Waldrop, S., Mitchell, C., & Dyches, C. (2005). The RN-BSN distance education experience: From educational limbo to more than an elusive degree. Journal of Professional Nursing, 21, 283-292.
Bab dari e-book
(Coleman, 2011)
Mitchell (1913)
(Mitchell, 1913)
Coleman, H. (2011). Allocating resources for English: The case of Indonesia’s English medium international standard schools. In Coleman, H. (ed.), Dreams and realities: Developing countries and the English language, pp. 89-113. London: British Council. Retrieved March 5, 2012, from: http://www.teachingenglish. org.uk/transform /books/dreams-realities-developing-countries-english-language.
Mitchell, H. W. (1913). Alcoholism and the alcoholic psychoses. In W. A. White & S. E. Jelliffe (eds.), The modern treatment of nervous and mental diseases (Vol. 1, pp. 287–330). Retrieved from PsycBOOKS database.
Dari ensiklopedia
(Crystal, 1987)
Crystal, D. (1987). The Cambridge encyclopedia of language). Cambridge: Cambridge University Press.
Jika ada beberapa edisi dan volume, tuliskan volumenya setelah edisi. Misalnya (2nd ed., Vols. 1-5).
Dari artikel majalah
(Aisy, 2012)
Aisy, R. (2012, Maret 8-14). Jalma kufur, jadi mamala keur dirina. Mangle, 2364, pp.14-15.
Dari artikel koran cetak dengan penulis
(Kunaefi, 2012)
Kunaefi, R. Mengidamkan postur polisi ideal. (2012, January 4). The Republika, p. 4.
Dokumen dari basis data ERIC
Shyyan, V., Thurlow, M., & Liu, K. (2005). Student perceptions of instructional strategies: Voices of English language learners with disabilities. Minneapolis, MN: National Center on Educational Outcomes, University of Minnesota. Retrieved from the ERIC database.(ED495903).
Artikel dari koran online tanpa penulis
(Kemendiknas: RSBI tak wajib gunakan Bahasa Inggris, 2011)
Kemendiknas: RSBI tak wajib gunakan Bahasa Inggris. (2011, April 14). Today Online. Retrieved March 5, 2012, from: www.today.co.id. April 14, 2011.
Laporan online tanpa penulis dan tanpa tahun
The head of Board of Research and Development (BSNP), Mansyur Ramly, (Today Online, 2011, March 14) stated that ...
Kemendiknas: RSBI tak wajib gunakan Bahasa Inggris. (2011, April 14). Today Online. Retrieved March 5, 2012, from: www.today.co.id. April 14, 2011.
Dokumen pemerintah
Jalal, Samani, Chang, Stevenson, Ragats, and Negara (2009) report that despite the positive contributions of MGMP, there are also ...
Jalal, F., Samani, M., Chang, M. C., Stevenson, R., Ragats, A.B. and Negara, S.D. (2009). Teacher certification in Indonesia: A strategy for teacher quality improvement. Jakarta: Ministry of National Education and World bank. Retrived March 6, 2012, from: http://ddp-ext.worldbank.org/EdStats/ IDNprwp09c.pdf
Undang-undang
Law of the Republic of Indonesia Number 2, 1989 on National Education System, Article 5, Verse 1, states that ...
Law of the Republic of Indonesia, Number 2, 1989, on National Education System.
Makalah seminar atau konferensi atau prosiding
(Sukyadi, 2011)
Pemakalah, A. A., & Pemakalah, B. B. (tahun). Judul Makalah atau prosiding. Dalam A. Editor (Ed.), Judul simposium atau konferensi pp. x-x). tempat: Penerbit.
Penyaji, A. A. (Tahun, Bulan). Judul Makalah. Makalah disajikan dalam pertemuan nama organisasi, tempat
Sukyadi, D. (2011). The metaphorical use of English address terms in indonesian blog comments (A pragmatic analysis of Indonesian bloggers). Disajikan pada Conference on English Studies (CONEST) 8, Unika Atma Jaya, Jakarta.
(Sukyadi, 2007)
Sukyadi, D. (2007). Coreferences in English and Indonesian detached participle clauses. Paper presented at Conference on English Studies 4 (Connest 4). Jakarta: Unika Atma Jaya
Artikel jurnal dengan satu penulis
(Karjo, 201)
Atau
Karjo (2011) berpendapat bahwa ….
Karjo, C.H. (2011). Investigation of scalar implicature of Binus University students. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 56-75,
Artikel jurnal dengan dua penulis
(Sukyadi & Mardiani, 2011)
Sukyadi, D. & Mardiani, R. (2011). The washback effect of national examination (ENE) on English teachers’ classroom teaching and students’ learning. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 96-111,
Artikel jurnal dengan 3-6 penulis
(Sukyadi, Setyarini, & Junida, 2011)
Sukyadi, D., Setyarini, S. & Junida, A.I. (2011). A semiotic analysis of cyber emoticons (A case study of kaskus emoticons in The Lounge Forum at Kaskus-the Largest Indonesian Community. K@ta: A Biannual Publication on
the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 37-50,
Artikel jurnal dengan lebih dari 6 penulis
(Galea et al., 2008)
Galea, L.A., Uban, K. A., Epp, J.R., Brummelte, S., Barha, C.K., Wilson, W. L. et al. (2008). Endocrine regulation of cognition and neuroplasticity: Our pursuit to unveil the complex interaction between hormones, the brain, and behaviour. Canadian Journal of Experimental Psychology/Revue Canadienne de Psychologie Expérimentale, 62, 247-260.
Artikel jurnal yang masih dalam proses penerbitan
(Palmer, in press)
Atau
(Palmer, dalam proses penerbitan)
Palmer, R. (in press). A third way: online labs integrated with print materials. Indonesian Journal of Applied Linguistics.
Artikel elektronik dengan Digital Object Identifier (DOI)
(Sklair, 2010)
Sklair argues that .... (2009)
Sklair, L. (2010). Iconic Architecture and the Culture-ideology of Consumerism. Theory Culture Society, 27(135), 135-159. DOI: 10.1177/0263276410374634
(Nomor volume dicetak miring)
Artikel web dengan DOI
(Ormel,Hermans, Knoors, Verhoeven, 2009)
Ormel, E., Hermans, D., Knoors, H., & Verhoeven, L. (2009). The role of sign phonology and iconicity during sign processing: The case of deaf children. Journal of Deaf Studies and Deaf Education 14(4), pp. 437-448. DOI 10.1093/deafed/enp021
Artikel tanpa DOI dan tersedia bebas di Internet
(Lakoff & Johnson, 1980)
Lakoff, G. & Johnson, M. (1980). Conceptual metaphor in everday language. The Journal of Philosophy, 77(8), 453-486. Retrieved from http://www.cse.buffalo.edu/~rapaport/575/F01/lakoff.johnson80.pdf
Bahan yang diterbitkan online sebelum dicetak
Philippsen, Hahn, Schwabe, Richter, Drewe, & Schachinger, 2007).
Philippsen, C., Hahn, M., Schwabe, L., Richter, S., Drewe, J., & Schachinger, H. (2007). Cardiovascular reactivity to mental stress is not affected by alpha2-adrenoreceptor activation or inhibition. Psychopharmacology, 190, 181–188. Advance online publication. Retrieved January 22, 2007. doi:10.1007/s00213-006-0597-7
Artikel yang telah diterima untuk dipublikasikan oleh sebuah jurnal tetapi diunggah online oleh penulisnya
Shanahan, M. (in press).
Shanahan, M. (in press). Perception as abduction: Turning sensor data into meaningful representation. Cognitive Science. Retrieved August 25, 2004, from http://www.cs.utexas.edu/users/kuipers/readings/Shanahan-cogsci-05.pdf
Jika artikel sudah dipublikasikan, pustaka acuan harus diperbaiki menjadi:
Shanahan, M. (2005). Perception as abduction: Turning sensor data into meaningful representation. Cognitive Science, 29, 103–134. doi:10.1207/s15516709cog2901_5
Berasal dari tesis individu atau institusi
(Amalia, 2012)
Amalia, A. (2012). The use of video in teaching writing procedural text: A quasi-experimental study in one of Senior High Schools in Bandung (Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2012, Tidak diterbitkan).
Skripsi/tesis/disertasi dari database
McNiel (2006)
(MCNiel, 2006)
McNiel, D. S. (2006). Meaning through narrative: A personal narrative discussing growing up with an alcoholic mother. Retrieved from ProQuest Digital Dissertations. (AAT 1434728)
Abstrak dari basis data
(Morrissey, 2004)
Morrissey, J. P. (2004). Medicaid benefits and recidivism of mentally ill persons released from jail (NCJ No. 214169) [Abstract]. Retrieved from National Criminal Justice Reference Service abstracts database.
Abstrak seminar atau simposisum
Brier, Pandelaere, Dewitte, & Warlop (2006)
Briers, B., Pandelaere, M., Dewitte, S., & Warlop, L. (2006, June). Hungry for money: The desire for caloric resources increases the desire for financial resources and vice versa. In S. Dewitte (Chair), Food & eating. Symposium conducted at the 18th annual meeting of the Human Behavior and Evolution Society. Abstract retrieved from http://www.hbes .com/HBES/abst2006.pdf
Skripsi/tesis/disertasi dari Repositori
(Amalia, 2012)
Amalia, A. (2012). The use of video in teaching writing procedural text: A quasi-experimental study in one of Senior High Schools in Bandung (Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2012). Retrieved from http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=11587
Book review (Telaah Buku)
Cramond (2007)
Cramond, B. (2007). Enriching the brain? Probably not for psychologists [Review of the book Enriching the brain: How to maximize every learner’s potential]. PsycCRITIQUES, 52(4), Article 2. Retrieved from http://www.apa.org/psyccritiques/
Laman web dengan penulis
(Ljungberg, 2012)
Ljungberg, C.( 2012). Shadows, mirrors, and smoke screens: zooming on iconicity. Retrieved March 22, 2012, from http://www.iconicity.ch/en/iconicity/index.php
Laman web tanpa penulis
(Using Sound Symbolism for Competitive Advantage, 2012)
Using sound symbolism for competitive advantage. (2012). Retrieved March 22, 2012, from http://www.lexiconbranding.com/BrandNamingProcess/SoundSymbolism/
Laman web tanpa tahun
(Sound Symbolism Checksheet, n.d.)
Ling 131: Language & Style. (n.d.) Sound symbolism checksheet. Retrieved March 22, 2012, from http://www.lancs.ac.uk/fass/projects/stylistics/topic5a/7soundchecksheet.htm
Bila kutipan dari laman web sebuah institusi
(Perpustakaan UPI, 2011)
Sebagaimana dikatakan oleh Perpustakaan UPI (2011),
Perpustakaan UPI. (2011). Menyimak fungsi perpustakaan. Retrieved March 26, 2012, from http://perpustakaan.upi.edu/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=1.
(Sekolah Pascasarjana UPI, n.d.)
Sekolah Pascasarjana UPI. (n.d.). Sejarah. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012 dari: http://sps.upi.edu/tentang-sps/sejarah/
Gambar dari Web
Photo Paris Van Java-Bandung-Indonesia (ID: 5081183ID, n.d.)
Paris Van Java-Bandung-Indonesia [Photo] (n.d.). Retrieved March 25, 2012 from http://www.panoramio.com/photo/5081183
Email atau komunikasi pribadi
A. Saukah (personal communication, February 12, 2012)
atau
(F.A. Abdulhamied, komunikasi pribadi, 5 Februari, 2010)
Tidak dimasukan ke dalam daftar pustaka. Hanya dikutip di dalam teks
Pesan yang diunggah ke dalam forum diskusi
(Gaskell, 1998)
Gaskell, G. (1998, August 20). The phonological clusters of semantically similar words [Msg 1]. Message posted to http://linguistlist.org/issues/9/9-1171.html
Posting blog
(Wuryanto, 2011)
Wuryanto, A. (2011, September 13). Rubrik penilaian pembelajaran Bahasa Inggris. Message posted to http://aguswuryanto.wordpress.com/2011/09/13/rubrik-penilaian-pembelajaran-bahasa-inggris/
Diskusi lewat email atau arsip Web
(Rostati, 2011)
Rostati (2011, July 17). ESP and EFL. Message post to vflt-seameo@yahoogroups.com electronic mailing list, archived at http://by156w.bay156.mail.live.com/default.aspx#!/mail/InboxLight.aspx?fltid=5&n=745128654!n=1016137892&st=vflt-seameo%40yahoogroups.com
Brosur
(Universitas Pendidikan Indonesia, Balai Bahasa, The third international conference on applied linguistics, CONAPLIN 3, 2011)
(Universitas Pendidikan Indonesia, Balai Bahasa, TOEFL Preparation Course)
Universitas Pendidikan Indonesia, Balai Bahasa, The third international conference on applied linguistics, CONAPLIN 3 [Brochure]. Bandung: Penulis.
(Universitas Pendidikan Indonesia, Balai Bahasa, TOEFL Preparation Course) [Brochure]. Bandung: Penulis.
Bahan Kuliah
(Suherdi, 2010)
Suherdi, D. (2010). Week three: Analyzing structure [Powerpoint slides]. Unpublished manuscript, IG502, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia.
Bahan kuliah online
(Lukmana, 2008)
Lukmana, I. (2008). Minggu ke II: Introduction to systemic and functional grammar [Slide Powerpoint]. Diakses dari LMS, Universitas Pendidikan Indonesia Online, PS603: http://www.lms.upi.edu/
Video/DVD
(Costner & Blake, 1990)
Costner, K. (Director), & Blake, M. (Writer). (1990). Dances With Wolves [Motion picture]. United States: Majestic Film/Tig Productions.
Acara televisi
(Ilyas, 2012)
Ilyas, K. (Penulis) (2012, Maret 20). Indonesian Lawyers’ Club [Television Broadcast]. Jakarta: Public Broadcasting Service.
Mengutip dari kutipan
Murray (dikutip dalam Emilia, 2008) mengatakan bahwa menulis pendahuluan ...
Menulis pendahuluan merupakan salah satu cara untuk mengetahui apa yang ingin kita katakan (Murray, dikutip dalam Emilia, 2008)
Emilia, E. (2008). Menulis tesis dan disertasi. Bandung: Alfabeta.
Mengutip langsung dengan tanda kutip, “ .......”
According to Jones (1998), "Students often had difficulty using APA style, especially when it was their first time" (p. 199). Jones (1998) found "students often had difficulty using APA style" (p. 199); what implications does this have for teachers?
She stated, "Students often had difficulty using APA style" (Jones, 1998, p. 199), but she did not offer an explanation as to why.
Halaman wajib dicantumkan
Kutipan untuk hasil ringkasan atau parafrase
According to Jones (1998), APA style is a difficult citation format for first-time learners.
APA style is a difficult citation format for first-time learners (Jones, 1998, p. 199).
Biasanya tanpa halaman, tapi kalau mencantumkan halaman lebih baik