Perilaku
Kepemimpinan
Pengertian
kepemimpinan sebagaimana diungkapkan oleh John M. Pfifner dan Robert Presthus
dalam bukunya Public Administration (1967 : 88) antara lain : “Leadership is
the art of coordinating and motivating individuals and groups to achieve
desired ends”. Selanjutnya Keith Davis dalam bukunya Human Behavior at Work
mengatakan bahwa “ Leadership is the ability to persuade others to seek defined
objectives enthusiastically”. Suatu rumusan lain adalah dari James M. Black
dalam bukunya Assignment : Management, A Guide to Executive Command (1961 : 5)
“Leadership is the capability of persuading others to work together under their
directions as a team to accomplish certain designated objectives”. Atau seperti
dirumuskan oleh Theo Heimann dan William
G. Scott dalam bukunya Management in Modern Organization (1974 : 349) “ A process by which peopele
are directed, guided, and influenced in choosing and achieving goals” .
Berikutnya
diungkapkan oleh Prayudi Atmosudirdjo dalam bukunya “Beberapa Pandangan Umum
tentang Pengambilan Keputusan” (1976 : 55 - 58) bahwa :
(1)
Kepemimpinan dapat dipandang sebagai pangkal penyebab
daripada kegiatan-kegiatan, proses, atau kesediaan untuk berubah pandangan atau
sikap (mental/fisik) daripada sekelompok orang-orang, baik dalam hubungan
organisasi formil maupun informil ;
(2)
Kepemimpinan dapat pula dirumuskan sebagai suatu
“Kepribadian” (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan pada
sekelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang
memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, sesuatu “kekuatan” atau “wibawa”,
yang sedemikian rupa sehingga membuat sekelompok orang-orang mau melakukan apa
yang dikehendakinya ;
(3)
Kepemimpinan adalah pula suatu “seni” (art),
“kesanggupan” (ability), atau “tehnik” (technique) untuk membuat sekelompok
orang-orang (bawahan dalam organisasi formil) atau para pengikut atau
(simpatisan dalam organisasi yang informil)
mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka
begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya, bahkan ada yang sanggup
berkorban ;
(4)
Kepemimpinan adalah memprodusir dan memancarkan
“pengaruh” (influence) terhadap sekelompok orang-orang tertentu, sehingga
mereka bersedia (willing) untuk berubah pikiran, pandangan, sikap, kepercayaan,
dan sebagainya ; di dalam suatu organisasi formil, maka Leadership itu
merupakan suatu proses yang terus menerus, yang membuat semua anggota
organisasi bergiat dan berdaya upaya untuk memahami dan mencapai tujuan-tujuan
yang ditentukan oleh pimpinan ;
(5)
Kepemimpinan dapat pula merupakan suatu “sikap”
(attitude) atau “sikap kelakuan” atau “tingkah laku” atau “perilaku” (behavior)
yang sedemikian agungnya, atau “gagah”nya atau “mengagumkan”nya, sehingga
mendatangkan kepercayaan, perasaan aman terlindung, dan merupakan suatu
“teladan” (example) bagi sekelompok orang-orang tertentu, baik dalam hubungan
organisasi formil maupun informil, sehingga mereka mau diatur, dibina dan diarahkan
kegiatan-kegiatan dalam lingkungan organisasi formil dan informil, maka sikap
kelakuan itu dapat berupa sikap yang correct (tertib, adil, wajar), zakelijk
(menurut duduk dan proporsi perkara), tetapi tetap luwes dan penuh sifat-sifat
kemanusiaan, walaupun memakai peraturan-peraturan (regulations),
pedoman-pedoman tertulis (manuals), instruksi-instruksi, deskripsi jabatan (job
description), standar-standar, dan tindakan-tindakan disiplin, dan sebagainya,
yang mendatangkan rasa aman, adil, dan ada rasa “kepastian nasib”, pada para
anggota organisasi ;
(6)
Kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai suatu “bentuk
persuasi” Form of persuasion), suatu seni pembinaan sekelompok orang-orang
tertentu, biasanya melalui “Human Relations” dan “Motivasi” (Motivation) yang
tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerjasama dan membanting
tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan-tujuan
organisasi ; pandangan ini terutama disukai oleh mereka yang tidak suka kepada
cara-cara paksaan, tekanan halus atau kasar, tidak suka kepada “drivership”
(penggiringan, pengerahan) atau sikap “otoriter” (sikap cari benarnya atau
menangnya sendiri) ;
(7)
Kepemimpinan bisa juga dipandang sebagai suatu
“Sarana”, suatu instumen atau alat , untuk membuat sekelompok orang-orang mau
bekerjasama dan berdaya upaya, mentaati sgala sesuatunya, untuk mencapai
tujuan-tujuan yang ditentukan ; dalam rangka pandangan ini, maka Leadership
dipandang sebagai “dinamika” daripada suatu organisasi, yang membuat
orang-orang bergerak, bergiat, berdaya upaya bersama secara “kesatuan
organisasi” untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi ;
(8)
Kepemimpinan dapat pula disorot dari segi “kekuatan”
(power) yang dikembangkan untuk mengatasi dan mengendalikan kekuatan-kekuatan
yang dikembangkan oleh bawahan, secara perorangan atau berkelompok, yang disebabkan oleh “hukum
alam” untuk “menentang atau melawan” setiap kekuatan yang dirasakan sebagai
“tekanan” terhadap diri seorang untuk berubah sikap mental atau jasmaniah (law
of resistance to power or change) ; memang di dalam kehidupan kemasyarakatan
selalu terdapat semacam “pergulatan” atau “persaingan” dalam hal kekuatan dan
kekuasaan, demikian pula di dalam suatu organisasi formil dan informil ;
(9)
Kepemimpinan merupakan suatu hasil atau efek , resultat
atau resultante, daripada berbagai macam interaksi sosial yang terjadi antara
seorang “Pemimpin” dan orang-orang yang “dipimpin”; terhadap setiap stimulus
atau aksi atau pernyataan kehendak daripada seseorang termasuk seorang
Pemimpin, selalu akan terjadi suatu respon atau reaksi atau jawaban, baik
negatif (konflik persaingan) maupun positif (kerjasama, ketaatan), sedangkan
Kepemimpinan adalah interaksi sosial yang positif, artinya segala perbuatan
(stimuli) daripada si pemeimpin mendatangkan tanggapan atau reaksi yang positif
berupa ketaatan dan kemauan untuk berdaya upaya mencapai segala apa yang
dikehendaki oleh si pemimpin ;
(10)
Kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai suatu
“peranan” (role) yang harus
dimainkan/dijalankan oleh seorang yang berperan, berkedudukan sebagai pemimpin.
Di dalam menjalankan suatu peranan, kita selalu harus berhubungan dengan
orang-orang lain yang berkedudukan dan berperan tertentu pula. Kepemimpinan
dalam hal ini merupakan peranan yang harus dijalankan sedemikian rupa sehingga
setiap orang mau menjalankan peranan masing-masing dengan sebaik-baiknya menuju
ke tercapainya tujuan-tujuan organisasi yang ditentukan ;
(11)
Kepemimpinan, terutama dalam memimpin suatu organisasi
yang terdiri atas unsur-unsur (a) Struktur, (b) Orang-orang yang masing-masing
memegang dan menjalankan jabatan-jabatan, dan (c) Sistema (Systems) yang
merupakan tatacara kerjasama antara para pemegang jabatan (sekaligus anggota
organisasi), adalah suatu keseluruhan daripada kegiatan-kegiatan yang membuat
organisasi menjadi “hidup”, dan orang-orang melakukan segala sesuatunya menurut
jabatan dan posisi (kedudukan) masing-masing, bekerjasama menurut sistema (yang
diatur dalam berbagai peraturan, rencana, instruksi, kebijaksanaan, dan
sebagainya) dan struktur, menuju ke tercapainya segala macam tujuan organisasi
yang telah ditentukan.
Perilaku
kepemimpinan biasanya nampak dari cara seseorang administrator mengembangkan
pola hubungan dengan bawahannya, terutama pola penggunaan kekuasaan jabatan yang dimilikinya serta dalam menata
struktur pekerjaan yang harus dilakukan atau dikerjakan oleh para pelaksananya.
Hal ini sesuai dengan pandangan Richard M. Steers (Steers, 1977, h. 153-154)
yang antara lain menyatakan “Bahwa tanggung jawab dan aktivitas pokok para
manager adalah menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan diantara
aturan-aturan dan prosedur-prosedur resmi organisasinya, yang seringkali sangat
kaku dan tidak tanggap terhadap kebutuhan bawahan secara individual.
Kebijakan
memberikan atau memegang fungsi-fungsi tertentu yang berguna bagi kehidupan
organisasi, karena :
(a)
Kebijakan memberikan petunjuk dan pegangan untuk
pembuatan keputusan rutin yang dapat dilakukan oleh para pelaksana tanpa
meneliti lagi aturan-aturan resmi dan pula memungkinkan adanya keseragaman
dalam kualitas keputusan serta dalam perilaku bawahan.
(b)
Kebijakan memungkinkan terjadinya fleksibilitas
tindakan dan mempertinggi kemampuan adaptasi terhadap situasi lingkungan yang
cenderung untuk berubah.
(c)
Kebijakan memperkecil kemungkinan berulangnya kesukaran
yang sama sebagai akibat dari kekakuan aturan-aturan resmi.
Namun di
samping kebaikan-kebaikan dan manfaat tersebut, Steers juga mengingatkan kepada
kita adanya bahaya dari kebijakan yang ditempuh pimpinan. Kebijakan yang
diambil pemimpin memungkinkan terjadinya pengulangan tindakan-tindakan yang
menyalahi peraturan-peraturan resmi”.
Di lain pihak, Rensis Likert
dalam bukunya yang berjudul “New Patterns of Management” (Likert, 1961, h.
103-105) menyarankan bahwa pemimpin yang baik hendaknya menerapkan tiga prinsip
dasar sebagai berikut :
(a)
The principle of supportive relationship,
(b)
Group decision making,
(c)
High performance goals.
Untuk
menerapkan prinsip “supportive relationship”, dipersyaratkan agar kepemimpinan
dengan segala proses yang terjadi dalam organisasi harus mampu menjamin
terjadinya peluang yang seluas-luasnya bagi tumbuhnya interaksi dan
hubungan-hubungan antar individu yang mempunyai latar belakang, nilai-nilai,
keinginan dan harapan-harapan yang berbeda-beda. Anggota-anggota organisasi
hendaknya merasa bahwa apa yang terjadi dan dialaminya dalam organisasi
merupakan pendorong dan menjadikan rasa dirinya berharga dan penting.
Prinsip kedua, adalah “group decision making”, menurut Likert dapat
dikembangkan melalui azas “overlapping group structure”. Azas ini menempatkan
seseorang pejabat pimpinan pada suatu posisi seolah-olah dia berada dalam suatu
ruang (linking pin) antara ruang lingkup pejabat atasannya dengan para pejabat
di bawahnya.