OPINI | 14 May 2012 | 08:30
Kompasiana - Kolom "Humaniora-Sosbud"
Kompasiana - Kolom "Humaniora-Sosbud"
Irshad Manji, nama yang baru saya kenal, bisa kenal gara-gara FPI dan tentu cover media Indonesia yang lebay. Saya cari bukunya dan karyanya di perpustakaan ANU, ajaib tidak ada, artinya Irshad Manji bukanlah orang yang diakui secara akademik. Tidak bisa berbahasa arab, tidak pernah menulis jurnal ilmiah hanya menulis buku curhat dan tentu saja blow up media seperti CNN, tetapi berani bicara tenatang Islam, kok bisa dirinya diundang oleh kampus tempat saya kuliah dulu, UGM.
Pemikiran Irshad Manji yang mengakui dirinya lesbian dan mencari dalil dari alQur’an menjadikan tema sentral penolakan atas dirinya. Betul umat Islam seluruh dunia ijma bahwa lesbian adalah haram, dilarang oleh AlQur’an secara tegas. “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka:` Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. Al A’raaf Ayat 80). Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.(QS. Al A’raaf Ayat 81). Bahkan fatwa Imam Syafiee terhadap pelaku gay dan lesbian adalah dirajam bahkan Imam Ahmad dibakar hidup-hidup.
Yang kemudian menjadi persolan adalah apakah betul Irshad Manji bebas bicara dengan alasan kebebasan akademik dan demokrasi? Yang perlu kita garisbawahi adalah Indonesia memang negara demokrasi tetapi tidak ada kesepakatan tegas bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi liberal dimana orang bebas bicara walaupun bertentangan dengan syariat agama. Di baratpun dimana saya tinggal gay dan lesbian bebas hidup tetapi mereka masih dilarang menikah dan tidak pernah mengakui bahwa gay dan lesbian adalah bagaian dari ajaran kristen atau Yahudi. Yang sudah jelas Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa pasal 29 UUD 1945 dan sila pertama Pancasila. Itu artinya demokrasi di Indonesia dibatasi atas ketuhanan yang maha esa. Orang bebas bicara selama tidak melanggar nilai ushul ajaran Islam. Kita bebas berdebat apalah zakat profesi itu ada atau tidak kerena itu masalah ijtihadiah. Namun, kita tidak boleh berdebat tentang ajaran pokok atau ushul agama seperti Nabi Muhammad Rasul terakhir, sholat fardhu itu ada lima, babi itu haram dan lesbian dan gay itu dilarang. Jika ada yg mengatakan gay itu boleh silakan dia berkata tetapi jangan mengatakan itu ajaran Islam. Sama kiranya jika ada yang mengaku kristen, namun mempercayayai bahwa Jesus itu adalah wanita dan dia adalah titisan Jesus. Boleh berkata seperti itu namun harus juga berani bilang bahwa saya bukan kristen tetapi saya agama x. Jika hal ini diberi sebuah kebebasan, tanpa ada pembatasan, jangan heran nantinya akan ada ajaran yang mengakui kucing adalah tuhan dan dirinya adalah rasul namun mengaku Islam.
Lalu apa yang salah dengan FPI atau MMI, menurut saya jika ajaran lesbian ala Irsad Manji ini terkenal luas di Indonesia, maka yang pertama kali harus disalahkan adalah FPI. Setiap tidak tanduknya FPI ini tidak pernah memperhitungkan manfaat dan kemungkaran yang timbul dari cara nahi munkarnya. Alih-alih menegakkan syariat, yang terjadi sebenarnya dengan cara kekerasan, justru subhat dan pemikiran Irshad Manji menjadi terkenal luas dan bukunya didownload oleh banyak orang. Coba yang baca orang awam, bisa jadi tambahlah pengikut ajaran Irshad Manji. FPI tidak pernahkah memperhatikan ayat al qur’an “Serulah (manusia) kpd jalan Rabbmu dgn hikmah dan pelajaran yg baik dan bantahlah mereka dgn cara yg lebih baik.” [An-Nahl: 125]. Pernahkah FPI atau MMI memperhatian bagaimana perintah Allah kepada Musa dan Harun ketika berdakwah kepada Fir’aun, Firaun itu bahkan kemaksiatannya lebih parah dari sekedar lesbi, dia mengambil hak Allah dengan mengaku Tuhan, tetapi apa perintah Allah kepada Musa dan Harun : Maka berbicalah kamu berdua kpdnya dengan kata-kata yg lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaha: 44]
Semangat agama saja tidak cukup, perlu berlajar dan pemahaman yang benar tentang manfaat dan mudarat yang timbul dari tindakan nahi munkar., coba perhatikan bagaimana pertimbangan Ibnu Taimiyah, ketika melihat maksiatnya tentara tar-tar. Ketika IbnuTaimiyah berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan.Sebagian sahabatIbnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melaranh khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat.Jadi, biarkan saja mereka”. Coba kita perhatikan cuplikan sejarah diatas. Orang mabuk dibiarkan saja, padahal itu maksiat, karena pertimbangan jika mereka tidak mabuk maka akan banyak darah yang tertumpah maka maksiat tadi dibiarkan. Kembali ke Isrhad Manji, coba didiamkan saja, paling yang hadir di diskusi Irshad Manji yang jumlahnya terbatas yang termakan subhat Irshad Manji, saya pun mungkin akan tidak tahu ada lesbi yang bernama Irshad Manji.
Akhirnya semoga kita berlindung dari Allah dari sifat merubah dan mengakali syariat Allah seperti cara beragama orang yang Allah murkai (liberal tanpa batas), dan bergama hanya dengan semangat tanpa ilmu dan pemahaman seperti orang yang Allah sebut dengan sesat. Itulah tafsir surat Al Fatihah ayat 7, ayat yang kita baca setiap sholat kita.
Wallahu’alam
Canberra minus 4 ;)
Sumber Kutipan : http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/14/irshad-manji-dan-fpi-perspektif-jalan-tengah/, diakses tanggal 16 Mei 2012, pukul 8:40