Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran. Ada 4 bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Ke-4 bagian/komponen penting kurikulum ini saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai perilaku yang diinginkan/dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum.
Hierarki perumusan tujuan kurikulum dimulai dari tujuan umum pendidikan, kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
Materi/isi kurikulum menurut Saylor dan Alexander adalah fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk konsep, generalisasi, prinsip, dan pemecahan masalah.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi/materi kurikulum agar tujuan tercapai dan komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak.
Kurikulum adalah apa yang akan diajarkan sedangkan pembelajaran adalah bagaimana menyampaikan apa yang diajarkan. Menurut McDonald & Leeper kegiatan kurikulum adalah memproduksi rencana kegiatan, sedangkan pembelajaran adalah kegiatan melaksanakan rencana tersebut. Kurikulum dan pembelajaran pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu sistem persekolahan. Kurikulum dan pembelajaran adalah dua sistem yang saling terkait satu sama lain secara terus-menerus dalam suatu siklus.
Menurut Gagne dan Briggs pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mempengaruhi proses belajar dalam diri siswa. Menurut Gredler proses perubahan sikap dan tingkah laku siswa pada dasarnya terjadi dalam satu lingkungan buatan dan sangat sedikit bergantung pada situasi alami, ini artinya agar proses belajar siswa berlangsung optimal guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Proses menciptakan lingkungan belajar yang kondusif ini disebut pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola kegiatan pembelajaran adalah:
harus berpusat pada siswa yang belajar
belajar dengan melakukan,
mengembangkan kemampuan sosial,
mengembangkan keingintahuan,
imajinasi dan fitrah anak
mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
mengembangkan kreativitas siswa,
mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan
Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum, yaitu sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa. Kegiatan pengembangan kurikulum ini perlu dilakukan untuk menghadapi dan mengantisipasi keadaan berikut, yaitu merespons perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial di luar sistem pendidikan, memenuhi kebutuhan siswa dan merespons kemajuan-kemajuan dalam pendidikan.
Masalah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum biasanya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana memilih materi yang diajarkan, apa yang harus dilakukan bila ada pandangan yang bertolak belakang dengan pengembang dan bagaimana menerapkan kurikulum secara meyakinkan.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.
Kegiatan Belajar 2:Prinsip, Pendekatan, dan Langkah-langkah dalam Pengembangan Kurikulum
Setiap pengembangan kurikulum, selain harus berpijak pada sejumlah landasan, juga harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, serta efisiensi dan efektivitas.
Prinsip relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara komponen tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antarberbagai jenis dan jenjang sekolah serta antartingkatan kelas. Prinsip efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan pendayagunaan semua sumber secara optimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Sementara itu, prinsip khusus yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, antara lain: prinsip keimanan, nilai dan budi pekerti luhur, penguasaan integrasi nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, berpusat pada anak, serta pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Apabila dianalisis secara mendalam beberapa prinsip khusus yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada dasarnya merupakan penjabaran dari empat prinsip umum pengembangan kurikulum.
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif dan akar rumput. Pendekatan administratif adalah suatu pendekatan dalam pengembangan kurikulum di mana ide atau inisiatif pengembangan muncul dari para pejabat atau pengembang kebijakan seperti Menteri Pendidikan, Kepala Dinas dan lain-lain. Sedangkan pendekatan akar rumput, ide pengembangan muncul dari keresahan para guru-guru yang mengimplementasikan kurikulum di sekolah di mana mereka menginginkan perubahan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan di sekolah.
Ada beberapa langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu: kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas.
Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.
Kerangka Dasar Kurikulum 2004
Landasan, Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan Sistem Persekolahan, dan Standar Kompetensi
Adanya perkembangan dan perubahan yang terus-menerus dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang dipengaruhi oleh perubahan global, perkembangan pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya menuntut perlunya perubahan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum.
Perbaikan sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk memperoleh masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, dan keterampilan dari peserta didik agar nantinya memiliki kompetensi untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan kemajuan yang ada.
Penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang ada dalam peraturan UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Prinsip pengembangan kurikulum meliputi peningkatan keimanan dan budi pekerti, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, penguatan integritas nasional, perkembangan pengetahuan dan IT, kecakapan hidup 4 pilar pendidikan dan belajar sepanjang hayat.
Prinsip pelaksanaan kurikulum didasarkan pada kesamaan memperoleh kesempatan, berpusat pada anak, pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal.
Standar nasional pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana pengelolaan dan penilaian.
Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan satuan pendidikan. Tolok ukur kompetensi di tentukan dalam indikator.
Standar kompetensi lulusan dijabarkan dalam standar isi yang memuat bahan kegiatan, mata pelajaran, dan kegiatan belajar pembiasaan.
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan.
Struktur dan Pelaksanaan Kurikulum 2004
Struktur kurikulum berisi tiga hal, yaitu sejumlah mata pelajaran, kegiatan belajar pembiasaan, dan alokasi waktu.
Kegiatan belajar pembiasaan dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan dasar, dan menengah.
Taman kanak-kanak dan raudhatul athfal merupakan bentuk pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal. Struktur kurikulum TK memuat dua bidang pengembangan, yaitu pengembangan kegiatan belajar pembiasaan dan bentuk-bentuk kemampuan dasar.
Penjelasan kegiatan pembiasaan di TK, SD dilakukan dengan pendekatan tematik yang diorganisasikan sekolah.
Kurikulum SMA dan MA ada dua jenis, yaitu kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur program studi terdiri atas ilmu alam, ilmu sosial, dan bahasa.
Kurikulum program pilihan di SMA dan MA bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik.
Pelaksanaan kurikulum 2004 menerapkan prinsip “Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan”.
Standar nasional ditentukan pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah. Pelaksanaan kurikulum sekolah ini harus memperhatikan:
perencanaan dan pelaksanaan sesuai standar yang telah ditetapkan,
perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu,
menugaskan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam meningkatkan mutu pendidikan,
peningkatan pertanggungjawaban kinerja penyelenggaraan pendidikan,
mewujudkan ketentuan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan sesuai otoritasnya,
penyelesaian masalah pendidikan sesuai karakteristik wilayah.
Kurikulum dapat didiversifikasi untuk melayani keberagaman penyelenggaraan kebutuhan dan kemampuan sekolah dan melayani minat peserta didik.
Kegiatan kurikuler dikelompokkan menjadi kegiatan intrakurikuler, yaitu kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompetensi dan ekstrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan secara kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter, peningkatan kecakapan hidup sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah.
Kegiatan belajar pembiasaan diselenggarakan secara ber-kesinambungan mulai dari TK, SD, SMA, mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan mengenal unsur-unsur penting kehidupan.
Tantangan Kurikulum dan Pembelajaran di Abad XXI
Life Skills (Pendidikan Kecakapan Hidup)
Life skills atau pendidikan kecakapan hidup (PKH) adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dapat membantu siswa belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja sama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan dalam hidupnya.
PKH perlu dikenalkan pada siswa karena dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), karena kecakapan ini diperlukan oleh semua orang. Makna kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja karena diharapkan dengan kecakapan ini, seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
kecakapan personal GLS (kecakapan hidup general),
kecakapan akademik SLS (kecakapan hidup spesifik),
kecakapan vokasional SLS.
Keempat pilar pendidikan dari UNESCO adalah perwujudan dari siswa yang memiliki kecakapan hidup sesuai standar UNESCO. Keempat pilar ini kemudian diwujudkan dalam berbagai kompetensi yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pelaksanaan PKH di sekolah perlu kerja sama semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, misalnya persetujuan dan bantuan kepala sekolah, guru dan siswanya, guru-guru di kelas lain atau guru mata pelajaran lain, guru perpustakaan, orang tua siswa, staf administrasi sekolah dan lainnya. PKH perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Keterampilan Melek Informasi (Information literacy)
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan keterampilan melek informasi adalah serangkaian kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan, memanfaatkan informasi secara kritis dan etis, kemudian meng-komunikasikannya secara efektif dan efisien. Keterampilan melek informasi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan. Siswa yang mempunyai keterampilan melek informasi adalah siswa yang independent dan competent, yang dapat beradaptasi dengan perubahan apapun secara mandiri dan fleksibel.
Manfaat keterampilan melek informasi adalah dapat membiasakan siswa untuk selalu belajar untuk meneliti sesuatu dengan menggunakan strategi ilmiah, mengajak mereka untuk rajin membaca dan menulis untuk menambah pengetahuan, wawasan, maupun kecerdasan siswa sebagai bekal menuju manusia berkualitas.
Pelaksanaan keterampilan melek informasi di kelas dapat menggunakan metode ilmiah. Penilaian keterampilan ini juga perlu penilaian menyeluruh yang dapat menilai kemampuan dan hasil kerja siswa.
Pengembangan Rencana Pembelajaran
Ada banyak model pengembangan rencana pembelajaran diantaranya model Gagne, model Kemp, model Gerlach & Ely, model Dick dan Carey, model Banathy, dan model PPSI. Masing-masing model memiliki perbedaan dan persamaan. Persamaan dari model tersebut adalah mengandung 3 kegiatan pokok, yaitu: mengidentifikasikan masalah; mengembangkan pemecahannya; dan menilai pemecahan, dan mengandung unsur dasar yang sama yaitu siswa, tujuan, metode dan kegiatan belajar-mengajar.
Ada 5 kriteria untuk memilih model, yaitu harus sederhana, lengkap, dapat diterapkan, luas, dan teruji.
Langkah-langkah pengembangan model Banathy adalah:
Merumuskan tujuan belajar secara spesifik dan objektif,
Menyusun tes untuk mengukur ketercapaian tujuan,
Menentukan tugas-tugas yang akan diberikan agar tujuan dicapai, dan
Menganalisis sistem yang meliputi analisis fungsi tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana, siapa yang akan melakukannya, membagi fungsi pada tiap komponen, dan menentukan jadwal kapan pelaksanaannya dan di mana tempatnya.
Adapun langkah pengembangan model Dick & Carey meliputi:
Merumuskan tujuan pembelajaran.
Menentukan macam kegiatan belajar/keterampilan yang me-mungkinkan tujuan pembelajaran tercapai.
Mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa untuk menentukan pola strategi pembelajaran.
Merumuskan tujuan khusus.
Menyusun butir-butir tes berdasarkan acuan patokan.
Mengembangkan strategi pembelajaran, berupa pengalaman belajar yang akan dialami siswa.
Mengembangkan dan memilih materi/bahan pembelajaran.
Mengadakan evaluasi formatif.
Mengadakan revisi sistem hasil evaluasi formatif.
Mengadakan evaluasi sumatif.
Adapun langkah-langkah mengembangkan model Gerlach & Ely adalah:
Pertama: menentukan materi yang akan diajarkan serta merumuskan tujuan pembelajaran.
Kedua: menilai perilaku siswa yang belajar.
Ketiga: melakukan lima hal secara simultan, yaitu: menentukan strategi; mengatur pengelompokan siswa; mengalokasikan waktu; menentukan tempat atau ruangan mengajar, dan memilih sumber belajar yang akan digunakan.
Kegiatan Belajar 2:Perencanaan Kegiatan Ekstrakurikuler
Dari beberapa sumber, terdapat beberapa kesamaan pengertian ekstrakurikuler, yaitu pertama, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang diprogramkan di luar jam pelajaran sekolah; kedua, kegiatan ekstrakurikuler diarahkan untuk membantu ketercapaian program kurikuler.
Perbedaan antara kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan kurikuler dapat ditinjau dari sifat kegiatan, waktu pelaksanaan, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, teknis pelaksanaan, serta kriteria evaluasi keberhasilan.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh kegiatan ekstrakurikuler diantaranya adalah memperluas, memperdalam pengetahuan dan kemampuan/kompetensi yang relevan dengan program intrakurikuler, memberikan pemahaman terhadap hubungan antarmata pelajaran, menyalurkan minat dan bakat siswa, mendekatkan pengetahuan yang diperoleh dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat/lingkungan, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.
Dalam upaya mencapai tujuan kegiatan ekstrakurikuler, ada sejumlah kegiatan yang dapat diprogramkan diantaranya adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara, pembinaan kedisiplinan dan hidup teratur, pembinaan kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan, pembinaan keterampilan, hidup mandiri dan kewiraswastaan, pembinaan hidup sehat dan kesegaran jasmani, serta pembinaan apresiasi dan kreasi seni. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk membantu secara langsung program kurikuler sekolah.
Keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya, sumber daya manusia yang tersedia seperti kepala sekolah, guru-guru; dana, sarana dan prasarana; serta perhatian orang tua siswa.
Perencanaan program kegiatan ekstrakurikuler perlu disusun oleh kepala sekolah bersama guru agar memperoleh hasil yang maksimal. Terdapat sejumlah komponen yang harus dirumuskan dalam perencanaan kegiatan ekstrakurikuler diantaranya bidang atau materi kegiatan, jenis kegiatan, tujuan atau hasil yang diharapkan, sarana penunjang, kendala atau hambatan yang mungkin muncul, waktu pelaksanaan, dan penanggung jawab. Sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan, perlu diperhatikan beberapa prinsip diantaranya berorientasi pada tujuan, prinsip sosial dan kerja sama, prinsip motivasi, prinsip pengkoordinasian dan tanggung jawab, serta prinsip relevansi.
Konsep Dasar Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran berarti penyusunan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Komponen perencanaan pembelajaran terdiri dari kemampuan mendeskripsikan kompetensi pembelajaran, memilih dan menentukan materi, mengorganisasi materi, menentukan metode/strategi pembelajaran, menentukan perangkat penilaian, menentukan teknik penilaian, dan mengalokasikan waktu. Komponen-komponen itu merujuk pada apa yang akan dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, sebelum kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya dilaksanakan.
Manfaat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun siswanya.
sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat dapat diketahui ketepatan dan kelambatan kerjanya.
sebagai bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
perencanaan pembelajaran dibuat untuk menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
Kegiatan Belajar 2: Pengembangan Silabus dan Rencana atau Satuan Pelajaran
Silabus adalah garis besar ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok materi pelajaran. Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada kelas dan jenjang tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat.
KBK atau Kurikulum 2004 menyebutkan silabus sebagai:
Seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian hasil belajar.
Komponen silabus menjawab 1) kompetensi apa yang akan dikembangkan pada siswa? 2) bagaimana cara mengembang-kannya? 3) bagaimana cara mengetahui bahwa kompetensi sudah dicapai siswa?
Tujuan pengembangan silabus adalah membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam menjabarkan kompetensi dasar menjadi perencanaan pembelajaran.
Sasaran pengembangan silabus adalah guru, kelompok guru mata pelajaran di sekolah, kelompok kerja guru, dan dinas pendidikan.
Isi silabus minimal harus mencakup unsur:
keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik,
uraian topik-topik yang akan diajarkan,
aktivitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pembelajaran,
berbagai teknik evaluasi yang akan digunakan.
Komponen silabus terdiri dari: 1) bidang studi yang akan diajarkan, 2) tingkat sekolah dan semester, 3) pengelompokan standar kompetensi, kompetensi dasar, 4) indikator, 5) materi pokok, 6) strategi pembelajaran, 7) alokasi waktu, dan 8) bahan/alat/media. Komponen pokok silabus terdiri dari: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.
Manfaat silabus adalah sebagai pedoman dalam pengembangan seluruh kegiatan pembelajaran.
Prinsip pengembangan silabus adalah: ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa, sistematis, dan relevan.
Proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas tujuh langkah utama, yaitu: 1) penulisan identitas mata pelajaran, 2) perumusan standar kompetensi, 3) penentuan kompetensi dasar, 4) penentuan materi pokok dan uraiannya, 5) penentuan pengalaman belajar, 6) penentuan alokasi waktu, dan 7) penentuan sumber bahan.
Rencana mengajar merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam penentuan pengalaman belajar. Guru dapat mengembangkan rencana pembelajaran dalam berbagai bentuk.
Perencanaan pembelajaran dapat dibagi menjadi rencana mingguan dan harian. Rencana harian adalah rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap hari mengajar.
Dalam menyusun rencana pembelajaran harian ini guru perlu selalu berpusat pada siswa, dan semua kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar baik secara fisik maupun mentalnya.
Prinsip-prinsip persiapan mengajar adalah harus sederhana, dan fleksibel, kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, persiapan pembelajaran harus utuh dan menyeluruh serta jelas indikatornya, kemudian, harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program sekolah.
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn
Dalam persekolahan di negara kita, nama mata pelajaran PKn SMP/SMA pernah muncul dalam kurikulum tahun 1957 dengan istilah Kewarganegaraan yang merupakan bagian dari mata pelajaran Tata Negara. Kemudian, pada tahun 1961 muncul istilah civics dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Pada tahun 1968, mata pelajaran Civics berubah nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic Education. Dalam kurikulum 1975 nama mata pelajaran PKN berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian dalam kurikulum 1994 berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Selanjutnya, dalam kurikulum tahun 2004 nama mata pelajaran PPKn berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Para ahli memberikan definisi Civics dalam rumusan yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu bahwa Civics merupakan unsur atau cabang keilmuan dari ilmu politik yang secara khusus terutama membahas hak-hak dan kewajiban warga negara.
Dalam standar kompetensi kurikulum 2004, ditegaskan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education)” adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan dalam Encyclopedia of Educational Research dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (Suriakusumah, 1992). Sedangkan Turner dkk., mengungkapkan bahwa Civics merupakan suatu studi tentang hak-hak dan kewajiban dari warga negara.
Mata pelajaran PKn sangat esensial diberikan di persekolahan di negara kita sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter (National Character Building) yang setia dan memiliki komitmen kepada bangsa dan negara Indonesia yang majemuk. Selain itu, pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya.
Rumusan tujuan untuk masing-masing satuan pendidikan mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya. Dalam merumuskan tujuan dan materi pelajaran PKn SMP dan SMA, di samping harus memperhatikan tingkat perkembangan siswa juga harus melihat kesinambungan, kedalaman, dan sekuen antarkelas dan/atau antarjenjang pendidikan untuk menghindari terjadinya pengulangan yang mungkin saja akan mengakibatkan kebosanan siswa.
Dalam standar kompetensi kurikulum PKn tahun 2004, ditegaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam kurikulum PKn 2004 dikenal rumus indikator. Indikator-indikator tersebut merupakan indikator minimal untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Artinya, guru PKn dapat menambah dan mengembangkan indikator tersebut jika Anda menganggap indikator yang sudah ada belum memadai, dengan catatan tidak mengurangi indikator yang sudah ada.
Pembinaan Pribadi Siswa
Membahas tujuan PKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi mata pelajaran PKn karena keduanya saling berkaitan, di mana tujuan menunjukkan dunia cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, fungsi menunjukkan keadaan gerak, aktivitas dan termasuk dalam suasana kenyataan, dan bersifat riil dan konkret.
Demikian pula membicarakan fungsi PKn memiliki keterkaitan dengan visi dan misi mata pelajaran PKn. Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu “terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara”. Upaya pembinaan watak/ karakter bangsa merupakan ciri khas dan sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran PKn atau Civic Education pada umumnya.
Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu “membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral”. Untuk mewujudkan misi di atas, jelas bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan kewarganegaraan yang multidimensional agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya dalam berbagai aspek kehidupan.
Sementara itu, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Jika rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi keilmuan PKn maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan peserta didik;
fungsi PKn dalam membina keterampilan peserta didik;
fungsi PKn dalam membina watak/karakter peserta didik.
Melalui mata pelajaran PKn diharapkan peserta didik bukan hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral (pengetahuan kewarganegaraan), tetapi juga memiliki keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan kewajibannya di bidang politik, hukum, dan moral (keterampilan kewarganegaraan). Selain itu, melalui PKn diharapkan peserta didik memiliki sikap, rasa tanggung jawab dan hormat terhadap peraturan yang berlaku (watak kewarganegaraan).
Lingkup Materi PKn
Ruang lingkup materi PKn atau Civics menurut Hanna dan Lee meliputi berikut ini.
The response of pupils both to the informal and the formal studies.
Materi informal content merupakan bahan-bahan yang diambil dari kehidupan masyarakat sehari-hari yang ada di sekitar kehidupan siswa, meliputi berikut ini.
Bahan-bahan yang saling bertentangan (controversial issues).
Masalah yang sedang hangat dibicarakan dalam kehidupan masyarakat (current affairs).
Masalah yang tabu (taboo) atau Closed area yang terdapat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, pembelajaran yang menghubungkan materi yang diajarkan dengan masalah-masalah kehidupan masyarakat dikenal dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pembelajaran CTL, peserta didik didorong untuk belajar melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah.
Sejalan dengan seringnya perubahan nama atau label mata pelajaran PKn dari masa ke masa maka ruang lingkup materi PKn pun mengalami perubahan sejalan
dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia; sedangkan isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk “nations and character building” bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan bahan PKN (Civic Education) sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan UUD 1945, tetapi meliputi pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi.
Selanjutnya, dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 diuraikan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum).
Kebutuhan hidup warga negara.
Pancasila dan konstitusi negara.
Menurut pandangan Suryadi dan Somardi (2000) sistem kehidupan bernegara (sebagai bidang kajian PKn) merupakan struktur dasar bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Konsep negara tersebut didekati dari sudut pandang sistem, di mana komponen-komponen dasar sistem tata kehidupan bernegara terdiri atas sistem personal, sistem kelembagaan, sistem normatif, sistem kewilayahan, dan sistem ideologis sebagai faktor integratif bagi seluruh komponen.
Dilihat dari struktur keilmuannya, Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru mencakup tiga dimensi keilmuan, yaitu dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter atau watak kewarganegaraan (civic dispositions).
Sistem Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Permasalahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita adalah berkenaan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansi. Berbicara kualitas pendidikan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah materi pelajaran yang ada dalam kurikulum, dengan tidak melupakan unsur guru, input/siswa, dan sarana prasarana pendidikan. Khusus yang berkaitan dengan kurikulum, dipandang perlu untuk memberikan berbagai upaya, terutama yang berkaitan dengan pembaharuan atau perubahan sehingga kurikulum yang berkembang dapat memenuhi harapan masyarakat.
Berkenaan dengan permasalahan materi pelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum 2004 telah mengalami perubahan yang sangat besar, dari pengembangan materi dalam kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum 2004 pengembangan materi PKn, baik untuk jenjang SMP maupun SMA lebih bercirikan keilmuan. Hal ini tidak terlepas dari adanya karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn ) dengan paradigma baru, yaitu bahwa PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial; Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan Civic Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan.
Ruang lingkup pada bidang kajian dan aspek-aspeknya sebagai berikut persatuan bangsa; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); hak asasi manusia; kebutuhan hidup; kekuasaan dan politik; masyarakat demokratis; Pancasila dan konstitusi negara dan globalisasi.
Urutan Logis Materi PKn
Jika kemampuan dasar dan indikator dirumuskan dalam bentuk kata kerja maka standar materi dirumuskan dalam bentuk kata benda, atau kata kerja yang dibendakan. Selanjutnya, pokok-pokok materi tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan kegiatan pembelajaran. Setelah jenis dan cakupan materi ditentukan, langkah berikutnya adalah mengurutkan (squencing) materi tersebut sesuai dengan urutan mempelajarinya. Sama halnya dengan cara mengurutkan kemampuan dasar dan standar kompetensi, materi pelajaran dapat diurutkan dengan menggunakan pendekatan prosedural, hierarkis, dari sederhana ke sukar, dari konkret ke abstrak, spiral, tematis, dan terpadu.
Nilai, Moral, dan Norma dalam Materi PKn
Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Etika Kewarganegaraan (Civic Ethic). Modul ini ditujukan untuk mengembangkan kompetensi penguasaan bahan ajar, pada aspek kompetensi tentang pemahaman Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) khusus pada subkompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral.
Nilai merupakan sesuatu yang paling dasar, sesuatu yang bersifat hakiki, esensi, intisari atau makna yang terdalam. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, yang berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat ideal. Norma berisi perintah atau larangan itu didasarkan pada suatu nilai, yang dihargai atau dijunjung tinggi karena dianggap baik, benar atau bermanfaat bagi umat manusia atau lingkungan masyarakat tertentu. Nilai merupakan sumber dari suatu norma. Norma merupakan aturan-aturan atau standar penuntun tingkah laku agar harapan-harapan itu menjadi kenyataan. Moral dalam pengertian sikap, tingkah laku, atau perbuatan yang baik yang dilakukan oleh seseorang adalah merupakan perwujudan dari suatu norma dan nilai yang dijunjung tinggi oleh orang tersebut. Dengan demikian secara hierarkis dapat dikemukakan bahwa nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia, yakni sikap dan perbuatan yang baik.
Metode dan Media Pendidikan Kewarganegaraan
Setelah Anda mencocokkan hasil diskusi dengan rambu-rambu kunci jawaban di atas, cermati dengan baik rangkuman materi Kegiatan Belajar 1 sebagai berikut.
Ciri utama PKn (baru) tidak lagi menekankan pada mengajar tentang PKn tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau pada upaya-upaya guru untuk ber-PKn atau melaksanakan PKn. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran PKn yang efektif, tepat, menarik, dan menyenangkan untuk membelajarkan PKn tersebut.
Istilah strategi pembelajaran lebih luas daripada metode pembelajaran karena strategi pembelajaran diartikan sebagai semua komponen materi, paket pembelajaran, dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sedangkan metode lebih menunjuk kepada teknik atau cara mengajar. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, strategi (metode) pembelajaran yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran mesti dirumuskan terlebih dahulu dalam desain pembelajaran.
Penguasaan metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dimiliki seorang guru. Kemampuan dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa baik keberhasilan aspek kognitif maupun aspek afektif dan psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut rambu-rambu pembelajaran PKn dalam Kurikulum 2004, ditegaskan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya membelajarkan dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat 7 komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran, yaitu model VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif). VCT dianggap cocok digunakan dalam pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif. Pola pembelajaran VCT dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena pertama, mampu membina dan mempribadikan (personalisasi) nilai-moral. Kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai-moral yang disampaikan. Ketiga, mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral diri siswa dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya. Kelima, mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan. Keenam, mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai-moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang. Ketujuh, menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.
Alternatif Media Pembelajaran PKn
Perolehan pengetahuan dari pengalaman langsung dengan melihat, mendengar, mengecap, meraba serta menggunakan alat indra dapat dianggap permanen dan tidak mudah dilupakannya karena kata-kata yang mereka peroleh benar-benar mereka kenal yang diperolehnya melalui pengalaman yang konkret. Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah proses pembelajaran di kelas tetap berlaku.
Media pengajaran yang dirancang dengan baik dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses kegiatan pada diri siswa. Di samping itu, media dapat membawakan pesan atau informasi belajar dengan keandalan yang tinggi, yaitu dapat diulang tanpa mengalami perubahan isi.
Prinsip pengajaran yang baik adalah jika proses belajar mampu mengembangkan konsep, generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata. Konsep media pembelajaran lebih luas daripada pengertian alat peraga, sebab alat peraga hanya merupakan sebagian dari media pembelajaran. Secara umum yang dapat dijadikan media pembelajaran, antara lain slide, proyektor, peta, globe, grafik, diagram, gambar, film, bagan, diorama, tape recorder, dan radio.
Edgar Dale (1969) mengemukakan jenis media yang terkenal dengan istilah kerucut pengalaman (the cone of experience), yaitu (1) pengalaman langsung; (2) pengalaman yang diatur; (3) dramatisasi; (4) demonstrasi; (5) karyawisata; (6) pameran; (7) gambar hidup; (8) rekaman, radio, dan gambar mati; (9) lambang visual; (10) lambang verbal.
Burton membagi media berdasarkan pengalaman langsung dan pengalaman tak langsung. Sedangkan Heinich mengklasifikasikan media menjadi dua kelompok, yaitu pertama, media yang tidak diproyeksikan, kedua, media yang diproyeksikan.
Terdapat beberapa persyaratan yang hendaknya diperhatikan dalam pengembangan media pengajaran Pendidikan Nilai dan Moral, yaitu (1) membawakan sesuatu/sejumlah isi-pesan harapan; (2) memuat nilai/moral kontras atau dilematis; (3) diambil dari dunia kehidupan nyata (siswa,lokal,nasional atau dunia); (4) menarik minat dan perhatian siswa atau melibatkan diri siswa; (5) oleh kemampuan belajar siswa.
Disarikan dari buku Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn Karya Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si