Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

6/10/2013

Dasar-Dasar Politik Hukum

Book Report
Identitas Buku
Judul        : Dasar-Dasar Politik Hukum
Pengarang    : Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari
Penerbit    : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tahun        : 2003
Jumlah Hal.    : 127


Isi Buku:

I.    Konfigurasi Hukum dan Politik
Hukum adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
Mahfud M.D dan Harman melihat hukum dari sisi yuridis sosio-politis, yaitu menghadirkan sistem politik sebagai variabel yang mempengaruhi rumusan dan pelaksanaan hukum. Berdasrkan penelitiannya, Mahfud berkesimpulan bahwa suatu proses dan konfigurasi politikrexim tertentu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap suatu produk hukum yang kemudian dilahirkannya. Dalam negara yang konfigurasi politiknya demokratis, produk hukumnya berkarakter responsif atau populistik, sedangkan di negara yang konfigurasi politiknya otoriter, produk hukumnya berkarakter ortodoks dan konservatif atau elitis.
Variabel Bebas            Variabel Terikat
  
Relasi konfigurasi politik dan kekuasaan kehakiman menurut Mahfud M.D

Hasil yang kurang lebih sama diperoleh dari penelitian Benny K. Harman terhadap hubungan linier antara konfigurasi politik dan kekuasaan kehakiman. Menurutnya apabila dalam suatu negara diterapkan suatu konfigurasi politik yang demokratis, karakter kekuasaan kehakiman yang dihasilkan oleh konfigurasi politik semacam itu adalah karakter kekuasaan kehakiman yang independen atau otonom. Begitu pula apabila yang diterapkan konfigurasi politik otoriter atau totaliter, yang dihasilkannya adalah karakter kekuasaan kehakiman yang tidak otonom atau tidak bebas.
Variabel Bebas                Variabel Terikat
    Relasi konfigurasi politik dan kekuasaan kehakiman menurut Benny K Harman

II.    Tinjauan Umum Politik Hukum
A.    Pengertian Politik Hukum
1.    Perspektif Etimologis
Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata recht dan politiek. Dalam bahasa Indonesia kata recht berarti hukum, sedangkan pengertian hukum adalah seperangkat atuiran tingkah laku yang berlaku dalam masyarakat ( Sri Soemantri Martosoewignjo). Adapun dalam kamus bahasa Belanda, kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy).
Dari penjelasan di atas bias dikatakan bahwa politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Adapun kebijakan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti rangkaian konsep dan asas yang mejadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Dengan kata lain, politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.
2.    Perspektif Terminologis
Berdasarkan pendapat dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa : Politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Kata kebijakan disini berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis, terinci, dan mendasar. Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang telah dan akan dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi kepada penyelenggara negara, tetapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Dan kesemuanya itu diarahkan dalam rangka mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Hukum sebagai kaidah atau norma sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dan konkretisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlakuk dalam masayarakat. Artinya, hukum sedikit banyak akan selalu mengikuti tata nilai yang menjadi kesadaran bersama masayarakat tertentu dan berlaku secara efektif dalam mengatur kehidupan mereka.


B.    Politik Hukum Dalam Perspektif Keilmuan
1.    Politik Hukum dan Disiplin Hukum
Proses interplay antara “cara untuk mencapai tujuan” dan “melihat tujuan yang diinginkan” itulah kemudian yang melahirkan politik hukum, dengan catatan bahwa kata politik disini dipahami dengan pengertian policy, bukan dalam pengertian cara untuk memperoleh kekuasaan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kebijakan hukum (legal policy). Dengan kerangka berpikir seperti ini, mengutip Purnadi Purbacaraka, politik hukum dalam disiplin hukum bergerak pada tataran etik dan teknik kegiatan pembentukan hukum dan penemuan hukum.
Berbeda dengan ilmu hukum (dogmatic hukum dan ilmu kenyataan hukum ) yang bersifat teoritis-rasional dan teoritis-empiris serta filsafat hukum yang bersifat teoritis filosofis, politik hukum berbicara pada tataran empiris-fungsional dengan menggunakan metode teleologis-konstruktif. Artinya politik hukumdalam pengertian sebagai etik dan teknik kegiatan pembentukan hukum dan penemuan hukum, lebih diarahkan untuk melihat sejauh mana hukum yang dibentuk memiliki nilai guna dan gerak dalam proses tranformasi masyarakat yang diinginkan. Agar produk hukum itu sesuai dengan apa yang diinginkan, proses yang melibatkan unsur-unsur yang mendukung terjaminnya proses tersebut harus diperhatikan, termasuk dalam hal ini adalah pengaruh ideology atau ajaran-ajaran politik kendatipun kecilnya pengaruh tersebut.
Sebagai sebuah disiplin hukum, politik hukum memberikan landasan akademis terhadap proses pembentukan dan penemuan hukum yang lebih sesuai dengan konteks kesejarahan, situasi, dan kondisi, kultur, nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, dan dengan memperhatikan pula kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Melalui proses seperti ini diharapkan produk hukum yang akan diimplementasikan di tengah-tengah masyarakat dapat diterima, dilaksanakan, dan dipatuhi.
2.    Politik Hukum Sebagai Kajian Hukum Tata Negara
Hal- hal yang berkaitan dengan politik hukum dalam pengertian teoritis dan praktis (menyangkut makna dan jiwa sebuah tata hukum, dan “teknik hukum” yang meyangkut cara membentuk hukum) kini menjadi kahian disiplin hukum tata negara. Ini sesuai dengan pengertian hukum tata negara yang dikemukakan oleh C. Van Vollenhoven yang mengatakan bahwa hukum tata negara adalah rangkaian peraturan hukum, yang mendirikan badan-badan sebagai alat (organ) organ suatu negara, dengan memberikan wewenang kepada badan-badan itu, dan yang membagi-bagi pekerjaan pemerintahh kepada banyak alat negara, baik yang tinggi maupun rendah kedudukannya. Bila dikaitkan dengan sebuiah sistem hukum, hukum tata negara merupakan pondasi. Dasar atau muara berlakunya cabang dan ranting hukum yang lain.
Van Wijk dan le Roy sama-sama menempatkan hukum tata negara sebagai hukum sentral bagi pelaksanaan hukum kenegaraan. Namun, perlu diketahui bahwa pembagian itu baru berbicara tentang produk-produk hukum yang menjadi bagian hukum tata negara, bukan berbicara tentang produk-produk hukum yang menjadi bagian hukum tata negara, bukan berbicara proses hukum dan politik pembentukan produk-produk hukum tersebut. Pada bagian inilah sebenarnya studi politik hukum menjadi sangat penting untuk dicermati, karena berkaitan dengan cara bekerjanya badan-badan negara yang berwenang menetapkan politik hukum sebuah negara.

C.    Ruang Lingkup dan Manfaat Ilmu Politik Hukum
Politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka piker merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang,ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy di atas.
Ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
1)    Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
2)    Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
3)    Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
4)    Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum
5)    Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang , dan telah ditetapkan.
6)    Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukumm suatuu negara.
Enam masalah itulah yang seterusnya akan menjadi wilayah telaah dari politik hukum. Dalam hal ini, politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. Enam wilayah itu tentu saja bersifat integral satu sama lain.

III.    Politik Hukum Nasional
A.    Pengertian dan Tujuan Politik Hukum Nasional
1.    Pengertian Politik Hukum Nasional
Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam politik hukum nasional, yaitu :
1)    Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak
2)    Penyelenggara negara membentuk kebijakan dasar tersebut
3)    Materi hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku
4)    Proses pembentukan hukum
5)    Tujuan politik hukum nasional
2.    Tujuan Politik Hukum Nasional
Tujuan politik hukum nasional meliputi dua aspek yang saling berkaitan yaitu :
1)    Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki
2)    Dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.

a.    Sistem Hukum Nasional
Sistem adalah sehimpunan unsur yang melakukan suatu kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan sesuatu kegiatan pemrosesan, untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan. Adapun hukum nasional adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas kreativitas atau asas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa.
Bila merujuk dari penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa sistem hukum nasional adalah sebuah sistem hukum (meliputi hukum materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, serta berlaku di seluruh Indonesia.
Dalam hal ini, Arief Sidharta mengusulkan tatanan hukum nasional Indonesia harus mengandung ciri-ciri :
1)    Berwawasan kebangsaan dan berwawasan nusantara.
2)    Mampu mengakomodasi kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan keagaman.
3)    Sejauh mungkin berbentuk tertulis dan terunifikasi.
4)    Bersifat rasional yang mencakup rasionalitas efisiensi, rasionalitas kewajaran, rasionalitas kaidah, dan rasionalitas nilai.
5)    Aturan prosedural yang menjamin transparansi, yang memungkinkan kajian rasional terhadap proses pengambilan putusan oleh pemerintah.
6)    Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat.

b.    Hukum Demokratis dan Responsif
Politik hukum nasional (mengutip Philipe Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya Law and Society in Transition; Toward Law) bertujuan menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional, trnasparan, demokratis, otonom dan responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat, bukan sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks, dan reduksionistik.
1)    Hukum Otonom dan Hukum Menindas
Gagasan hukum menindas mengindikasikan bahwa setiap hukum merupakan “keadilan yang beku” dan mempunyai potensi represif. Dalam hubungannya dengan kekuasaan, lebih sistematis hukum menindas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Pranata-pranata hukum seara langsung disediakan bagi kekuasaan politik; hukum diidentifiikasikan dengan negara dan tunduk pada kepentingan negara.
b)    Kelestarian kekuasaan adalah tugas dari penegak hukum.
c)    Alat-alat pengendalian khusus, seperti polisi menjadi pusat kekuasaan yang bebas.
d)    Pelembagaan keadilan kelas.
No.    Perihal    Tipe Menindas    Ttipe Otonom
1    Tujuan Hukum    Ketertiban    Kesahan
2    Legitimasi    Pertahanan Sosial dan Raison d’etat    Menegakkan Prosedur
3    Peraturan    Kasar dan terperinci; tetapi hanya mengikat pembuat peraturan secara lemah    Sangat terurai; mengikat pembuat maupun mereka yang diatur
4    Panalaran    Ad hoc; sesuai keperluan partikularistik    Mengikat diri secara ketat kepada hukum; peka terhadap formalisme dan legalisme
5    Diskresi    Merata; oportunistik    Dibatasi oleh peraturan-peraturan; pendelegasian sangat terbatas
6    Pemaksaan    Luas sekali; pembatasannya lemah    Dikontrol oleh pembatasan-pembatasan hukum
7    Moralitas    Moralitas komunal; moralitas hukum; moralitas pemaksaan    Moralitas kelembagaan, yaitu diikat oleh pemikiran tentang integritas dari proses hukum
8    Kaitan Politik    Hukum ditundukkan kepada politik kekuasaan    Hukum bebas dari politik; pemisahan kekuasaan
9    Harapan Terhadap Kepatuhan    Tidak bersyarat; ketidakpatuhan dengan begitu saja dianggap menyimpang    Bertolak dari peraturan yang sah, yaitu menguji kesahan UU, peraturan
10    Partisipasi    Tunduk dan patuh; kritik dianggap tidak loyal    Dibatasi oleh prosedur yang ada; munculnya kritik hukum

2)    Hukum Ortodoks dan Hukum Responsif
Dalam strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan lembaga-lembaga negara sangat dominan dan monopolis dalam menentukan arah pembangunan hukum. Sebaliknya, pada strategi pembangunan hukum responsif yang mempunyai peranan besar adalah lembaga peradilan dan partisipasi luas kelompok-kelompok sosial atau indivvidu-individu dalam masyarakat.
3)    Hukum Imperatif dan Fakultatif
Hukum imperatif adalah kaidah-kaidah hukum yang secara a priori harus ditaati. Ia mempunyai kekuatan untuk memaksa dan mengikat secara mutlak. Sedangkan hukum fakultatif tidaklah secara a priori harus ditaati atau tidak a priori untuk dipatuhi, melainkan sekedar melengkapui, subsidair atau dispositif. Dalam hukum fakultatif masih terdapat ruang pilihan untuk melakukan yang lain ataupun sama sekali tidak melakukannya.

c.    Cita-Cita Bangsa Indonesia
Idealitas sistem hukum nasional itu pada dasarnya adalah dalam rangka membantu terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat atau sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 :
1)    Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2)    Memajukan kesejahteraan umum
3)    Mencerdaskan kehidupan bangsa
4)    Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


B.    Karakteristik politik Hukum Nasional
Karakteristik yang dimaksud adalah kebijakan atau arah yang akan dituju oleh politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum nasional, sebagai bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat.
Karakteriistik sistem hukum nasional yang termuat pada butir ke-2 TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN adalah :
1)    Sistem hukum nasional yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu.
2)    Sistem hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum agama dan hukum adat.
3)    Melakukan pembaruan terhadap warisan hukum kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.