Welcome Meet the Great Education and Art - Let Us Doing Good and Truth Degrees For Lifting People * Dipersembahkan oleh STRINGTONE project *

7/18/2013

Rahasia Sukses Bangsa Yahudi



Resensi Buku:

Judul Buku: Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi
Tebal: 268 Halaman
Penulis : KH. Toto Tasmara
Penerbit : Sinergi (Kelompok Gema Insani)
Tahun Terbit : 2010



Rangkuman Buku:

Benarkah bangsa Yahudi adalah umat pilihan Tuhan? Lalu, benarkah dengan keistimewaan tersebut sehingga kaum Yahudi diberi berbagai kelebihan intelektual dibanding bangsa lain di dunia? Mengapa orang Yahudi yang jumlahnya tak lebih dari 20 juta orang mampu mendominasi dunia dan mengalahkan umat Islam yang populasinya 1 milyar? Ataukah semua itu hanya sekedar mitos?, Bisakah bangsa lain di dunia ini terutama orang Islam bisa menggantikan dominasi Yahudi?

Berbagai deretan pertanyaan tersebut memang pantas diajukan jika melihat kiprah orang-orang Yahudi saat ini. Tak ada bidang kehidupan yang tidak dikuasai oleh mereka mulai dari sektor politik, bisnis sampai industri hiburan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui mengapa bangsa Yahudi bisa menjadi super power di dunia ini. Anggapan yang beredar selama ini lebih mengedepankan mitos dari nalar.Yahudi bisa menguasai dunia karena mereka adalah bangsa terpilih Tuhan sehingga wajar jika Tuhan memberi kelebihan kepada mereka. Namun, tak sedikit peneliti yang membantah mitos tersebut.

Salah satu peneliti sekaligus penulis yang membantah anggapan tersebut adalah Toto Tasmara. Melalui buku "Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi" ini, penulis berusaha membuka cakrawala pembaca bahwa keberhasilan orang Yahudi menguasai dunia bukan karena mereka sebagai kaum pilihan Tuhan. Seperti umumnya kunci sebuah kesuksesan, bangsa Yahudi pun harus tertatih-tatih dan bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan seperti apa yang kita saksikan sekarang. Faktor sejarahlah yang membuat mereka dapat bangkit dari keterpurukan dan bisa bertahan hingga sekarang. Bahkan mereka mampu mewarnai peradapan dunia.

Uniknya, keberhasilan kaum Yahudi justru banyak dipengaruhi oleh kegemilangan Islam di masa lampau. Zaman keemasan intelektual Islam di Andalusia yang melahirkan para jawara cendekiawan muslim seperti Ibnu Arabi, Ibnu Rusyd dan Ibnu Tufail ternyata memberikan konstribusi besar terhadap pemikiran tokoh Kristen seperti Thomas Aquinas, Immanuel Kant sekaligus pemikir Yahudi Musa ben Maimunides. Sayangnya, masa keemasan tersebut runtuh seiring berakhirnya kekuasaan islam di Andalusia. Akibatnya bangsa Yahudi lagi-lagi mengalami penderitaan berkepanjangan. Namun bedanya dengan bangsa lain, ditengah derita tiada tara tersebut kaum Yahudi mampu bertahan dan bangkit. Dalam bukunya, Toto menyebutkan bahwa faktor milleniarisme dan mesianisme (keyakinan akan datangnya Sang Messiah) yang menjadi motivasi utama kebangkitan Yahudi kala mengalami penindasan oleh bangsa lain.
Selain itu faktor sebagai bangsa pilihan Tuhan turut mempengaruhi eksistensi keberadaan Yahudi di dunia ini. Cara pandang seperti inilah yang ditafsirkan orang Yahudi bahwa segala penderitaan yang telah mereka alami justru untuk memperkuat kebenaran mitos tersebut. Tes berupa penderitaan adalah tantangan untuk membuktikan bahwa mereka bisa bertahan karena mereka umat terpilih dan suatu saat akan mampu menguasai dunia. Status sebagai umat terpilih pula sehingga mereka menganggap orang-orang non-Yahudi adalah budak sehingga tidak mengagetkan jika orang Yahudi menolak untuk melakukan pernikahan silang.

Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ras Yahudi serta memelihara kecerdasan mereka.Selain itu orang-orang Yahudi tampaknya tahu betul bagaimana memaknai arti sebuah avodah (pelayanan atau ibadah) kepada Tuhan. Orang Yahudi tidak hanya memaknaiavodah sebagai ritual ibadah saja namun sekaligus menjadi sumber motivasi bagaimana agar bisa mengaktualisasikan diri dan mewarnai peradapan dunia. Maka tidak mengherankan jika orang-orang Yahudi adalah tipe pekerja keras. Bagi mereka, kesuksesan hanya bisa didapat melalui kerja keras yang membuahkan prestasi. Sebagai bangsa pilihan Tuhan, mereka akan merasa malu jika tidak mampu menghasilkan karya besar.

Tidak hanya itu saja untuk melahirkan generasi unggul sedari awal para orangtua Yahudi pun menyadari betapa pentingnya pola pendidikan anak. Pendidikanlah yang menjadi ruh kehidupan dan kesuksesan bangsa Yahudi saat ini. Disamping pendidikan formal ternyata pendidikan agama juga diberikan secara intensif dengan mengajarkan kitab Talmud dan Taurat. Menginjak usia yang dianggap dewasa yakni 13 tahun dan 12 tahun (dalam istilah Yahudi disebut Bar Mitzvah), anak-anak diajarkan untuk berpikir kritis, belajar mandiri, disiplin dan bertanggung jawab. Tidak hanya itu saja, anak-anak Yahudi juga diajarkan untuk menguasai bahasa Hebrew dan bahasa Inggris. Para orangtua pun mendikte anak-anak mereka agar gemar membaca dadn membelikan buku-buku sekalipun harganya mahal. Kebiasaan membaca orang-orang Yahudi ini hanya dapat dikalahkan oleh orang Jepang. Meminjam pepatah Islam "ibu adalah madrasah pertama" maka orang Yahudi pun menyadari betapa vitalnya peran ibu dalam mendidik anak-anak dalam hal menumbuhkan kepercayaan diri dan belajar menjadi dermawan.

Melihat pola pendidikan yang diterapkan terhadap anak-anak Yahudi tersebut maka tidak perlu kaget jika saat ini kita melihat kiprah, Segey Brin (penemu search engine Google), Mark Zuckerberg (pendiri Facebook), Michael Dell (pendiri Dell Computer). Bahkan ada ungkapan, dimana pun ada komputer maka di belakang mereka pasti ada Yahudi. Hal ini tentu sangat beralasan karena bagi mereka menguasai dunia informasi internet berarti menguasai dunia. Belum lagi para tokoh Yahudi lain yang berkecimpung di dunia media massa, hiburan, ekonomi, pendidikan dan pemerintahan. Maka bermunculanlah nama-nama Steven Spielberg (sutradara), Alan Greenspan ( chairman Federal Reserve), Jonas Salk (penemu vaksin polio), Ralph Lauren (desainer) dan Henry Kissinger (penerima Nobel Perdamaian 1973).

Bercermin dari kesuksesan itu, setidaknya ada lima karakter unik yang mendasari kepribdian orang-orang Yahudi (hal.102) yaituethnocentrism (memiliki kebanggan, bahkan fanatisme rasial), i ntelligence (mengembangkan metode kecerdasan yang kuat),psychological intensity (daya kesungguhan dan intensitas psikologi), assertiveness dan aggressiveness (memiliki kemampuan untuk meyakinkan dan bersifat agresif), effective group (memiliki daya gerak dan efektivitas kelompok). Menurut Toto, dengan kelima sifat inilah yang membuat Yahudi sangat menggorok dikalahkan meskipun mereka minoritas namun efektivitas yang dimiliki sangat mengagumkan.

Pada bagian akhir bukunya, Toto Tasmara pun mengungkapkan betapa budaya kinerja Yahudi tercipta karena adanya kekentalan komunitas, mitos sebagai umat pilihan dan keberaniannya mengubah mencegah menjadi peluang, menggubah suasana represif sebagai driver berpikir kreatif (hal.211). Iapun berpendapat agar umat Islam bisa menyamai atau bahkan melebihi bangsa Yahudi perlunya untuk merevitalisasi pola pendidikan yang telah ada. Hal ini dimulai dengan character building (pembangunan akhlak) sebagaimana yang diterapkan pada masa keemasan di Andalusia yang berorientasi pada iman, ilmu dan amal. Pada akhirnya, buku ini akan mengajak Anda agar makin termotivasi untuk mengejar kesuksesan bangsa Yahudi denga cara menengok kembali ke nilai-nilai yang telah ada dalam Islam.