Judul Buku: Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi
Tebal: 268 Halaman
Penulis : KH. Toto Tasmara
Penerbit : Sinergi (Kelompok Gema Insani)
Tahun Terbit : 2010
Rangkuman Buku:
Benarkah bangsa Yahudi adalah umat pilihan Tuhan? Lalu,
benarkah dengan keistimewaan tersebut sehingga kaum Yahudi diberi berbagai
kelebihan intelektual dibanding bangsa lain di dunia? Mengapa orang Yahudi
yang jumlahnya tak lebih dari 20 juta orang mampu mendominasi dunia dan
mengalahkan umat Islam yang populasinya 1 milyar? Ataukah semua itu hanya
sekedar mitos?, Bisakah bangsa lain di dunia ini terutama orang Islam bisa
menggantikan dominasi Yahudi?
Berbagai deretan pertanyaan tersebut memang pantas diajukan
jika melihat kiprah orang-orang Yahudi saat ini. Tak ada bidang kehidupan
yang tidak dikuasai oleh mereka mulai dari sektor politik, bisnis sampai
industri hiburan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
mengapa bangsa Yahudi bisa menjadi super power di dunia ini. Anggapan
yang beredar selama ini lebih mengedepankan mitos dari nalar.Yahudi bisa
menguasai dunia karena mereka adalah bangsa terpilih Tuhan sehingga wajar jika
Tuhan memberi kelebihan kepada mereka. Namun, tak sedikit peneliti yang
membantah mitos tersebut.
Salah satu peneliti sekaligus penulis yang membantah
anggapan tersebut adalah Toto Tasmara. Melalui buku "Yahudi Mengapa
Mereka Berprestasi" ini, penulis berusaha membuka cakrawala pembaca bahwa
keberhasilan orang Yahudi menguasai dunia bukan karena mereka sebagai kaum
pilihan Tuhan. Seperti umumnya kunci sebuah kesuksesan, bangsa Yahudi pun
harus tertatih-tatih dan bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan
seperti apa yang kita saksikan sekarang. Faktor sejarahlah yang membuat
mereka dapat bangkit dari keterpurukan dan bisa bertahan hingga sekarang. Bahkan
mereka mampu mewarnai peradapan dunia.
Uniknya, keberhasilan kaum Yahudi justru banyak dipengaruhi
oleh kegemilangan Islam di masa lampau. Zaman keemasan intelektual Islam
di Andalusia yang melahirkan para jawara cendekiawan muslim seperti Ibnu Arabi,
Ibnu Rusyd dan Ibnu Tufail ternyata memberikan konstribusi besar terhadap
pemikiran tokoh Kristen seperti Thomas Aquinas, Immanuel Kant sekaligus pemikir
Yahudi Musa ben Maimunides. Sayangnya, masa keemasan tersebut runtuh
seiring berakhirnya kekuasaan islam di Andalusia. Akibatnya bangsa Yahudi
lagi-lagi mengalami penderitaan berkepanjangan. Namun bedanya dengan
bangsa lain, ditengah derita tiada tara tersebut kaum Yahudi mampu bertahan dan
bangkit. Dalam bukunya, Toto menyebutkan bahwa faktor milleniarisme dan
mesianisme (keyakinan akan datangnya Sang Messiah) yang menjadi motivasi utama
kebangkitan Yahudi kala mengalami penindasan oleh bangsa lain.
Selain itu faktor sebagai bangsa pilihan Tuhan turut
mempengaruhi eksistensi keberadaan Yahudi di dunia ini. Cara pandang
seperti inilah yang ditafsirkan orang Yahudi bahwa segala penderitaan yang telah
mereka alami justru untuk memperkuat kebenaran mitos tersebut. Tes berupa
penderitaan adalah tantangan untuk membuktikan bahwa mereka bisa bertahan
karena mereka umat terpilih dan suatu saat akan mampu menguasai dunia. Status
sebagai umat terpilih pula sehingga mereka menganggap orang-orang non-Yahudi
adalah budak sehingga tidak mengagetkan jika orang Yahudi menolak untuk
melakukan pernikahan silang.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ras Yahudi serta
memelihara kecerdasan mereka.Selain itu orang-orang Yahudi tampaknya tahu betul
bagaimana memaknai arti sebuah avodah (pelayanan atau ibadah)
kepada Tuhan. Orang Yahudi tidak hanya memaknaiavodah sebagai
ritual ibadah saja namun sekaligus menjadi sumber motivasi bagaimana agar bisa
mengaktualisasikan diri dan mewarnai peradapan dunia. Maka tidak
mengherankan jika orang-orang Yahudi adalah tipe pekerja keras. Bagi
mereka, kesuksesan hanya bisa didapat melalui kerja keras yang membuahkan
prestasi. Sebagai bangsa pilihan Tuhan, mereka akan merasa malu jika tidak
mampu menghasilkan karya besar.
Tidak hanya itu saja untuk melahirkan generasi unggul sedari
awal para orangtua Yahudi pun menyadari betapa pentingnya pola pendidikan anak. Pendidikanlah
yang menjadi ruh kehidupan dan kesuksesan bangsa Yahudi saat ini. Disamping
pendidikan formal ternyata pendidikan agama juga diberikan secara intensif
dengan mengajarkan kitab Talmud dan Taurat. Menginjak usia yang dianggap
dewasa yakni 13 tahun dan 12 tahun (dalam istilah Yahudi disebut Bar Mitzvah),
anak-anak diajarkan untuk berpikir kritis, belajar mandiri, disiplin dan
bertanggung jawab. Tidak hanya itu saja, anak-anak Yahudi juga diajarkan
untuk menguasai bahasa Hebrew dan bahasa Inggris. Para orangtua pun
mendikte anak-anak mereka agar gemar membaca dadn membelikan buku-buku
sekalipun harganya mahal. Kebiasaan membaca orang-orang Yahudi ini hanya
dapat dikalahkan oleh orang Jepang. Meminjam pepatah Islam "ibu
adalah madrasah pertama" maka orang Yahudi pun menyadari betapa vitalnya
peran ibu dalam mendidik anak-anak dalam hal menumbuhkan kepercayaan diri dan
belajar menjadi dermawan.
Melihat pola pendidikan yang diterapkan terhadap anak-anak
Yahudi tersebut maka tidak perlu kaget jika saat ini kita melihat kiprah, Segey
Brin (penemu search engine Google), Mark Zuckerberg (pendiri
Facebook), Michael Dell (pendiri Dell Computer). Bahkan ada ungkapan,
dimana pun ada komputer maka di belakang mereka pasti ada Yahudi. Hal ini
tentu sangat beralasan karena bagi mereka menguasai dunia informasi internet
berarti menguasai dunia. Belum lagi para tokoh Yahudi lain yang
berkecimpung di dunia media massa, hiburan, ekonomi, pendidikan dan
pemerintahan. Maka bermunculanlah nama-nama Steven Spielberg (sutradara),
Alan Greenspan ( chairman Federal Reserve), Jonas Salk (penemu
vaksin polio), Ralph Lauren (desainer) dan Henry Kissinger (penerima Nobel
Perdamaian 1973).
Bercermin dari kesuksesan itu, setidaknya ada lima karakter
unik yang mendasari kepribdian orang-orang Yahudi (hal.102) yaituethnocentrism (memiliki
kebanggan, bahkan fanatisme rasial), i ntelligence (mengembangkan
metode kecerdasan yang kuat),psychological intensity (daya
kesungguhan dan intensitas psikologi), assertiveness dan aggressiveness (memiliki
kemampuan untuk meyakinkan dan bersifat agresif), effective group (memiliki
daya gerak dan efektivitas kelompok). Menurut Toto, dengan kelima sifat
inilah yang membuat Yahudi sangat menggorok dikalahkan meskipun mereka
minoritas namun efektivitas yang dimiliki sangat mengagumkan.
Pada bagian akhir bukunya, Toto Tasmara pun mengungkapkan
betapa budaya kinerja Yahudi tercipta karena adanya kekentalan komunitas, mitos
sebagai umat pilihan dan keberaniannya mengubah mencegah menjadi peluang,
menggubah suasana represif sebagai driver berpikir kreatif (hal.211). Iapun
berpendapat agar umat Islam bisa menyamai atau bahkan melebihi bangsa Yahudi
perlunya untuk merevitalisasi pola pendidikan yang telah ada. Hal ini
dimulai dengan character building (pembangunan akhlak)
sebagaimana yang diterapkan pada masa keemasan di Andalusia yang berorientasi
pada iman, ilmu dan amal. Pada akhirnya, buku ini akan mengajak Anda agar
makin termotivasi untuk mengejar kesuksesan bangsa Yahudi denga cara menengok
kembali ke nilai-nilai yang telah ada dalam Islam.